4
"Akhir dari segalanya, penentu masa depan."
Dua tahun mereka lewati bersama. Sama-sama mendapatkan nilai tertinggi dalam bidang keahlian mereka masing-masing selama dua tahun terakhir, dan menjadi satu-satunya siswi teladan yang ada disana. Jangan lupakan juga semua guru yang menjadikkan mereka anak emas.
Tapi yah, tahun ini adalah tahun yang benar-benar menyulitkan mereka. Tahun dimana semuanya akan selesai. Tahun dimana masa depan mereka akan di tentukan.
Yup, mereka telah mencapai puncaknya. Tepatnya kelas 12 yang harus melaksanakan ujian. Termasuk ujikom yang kebanyakan ditakuti oleh siswa dan siswi yang lain. Termasuk mereka tentunya.
Mau bagaimanapun, mau sejenius apapun, mereka berenam hanyalah manusia biasa yang terkadang kehabisan ide di hal-hal tertentu.
Seperti saat ini contohnya.
Ujikom terakhir dari pelajaran Program Dasar sedang dilaksanakan, dan mereka dituntut membuat sebuah program dalam waktu kurang lebih satu bulan.
Lagi-lagi mereka di sulitkan karena pelajaran bernama Program Dasar. Ingatkan mereka agar mengatakan kepada dinas pendidikan untuk menghilangkan mata pelajaran tersebut.
Entah itu saat uji level, ataupun ujikom, yang namanya Program Dasar... benar-benar membuat mereka sengsara. Bahkan Rheana Andria yang pada dasarnya jenius dalam pelajaran tersebut, masih kesulitan menghadapinya.
Oh ayolah, agar mengerti hal itu tidak cukup mempelajarinya hanya dalam satu atau dua kali penjelasan dari sang guru.
"WOI, ELAH RHEAN, BANTUIN UJIKOM GUE NAPASIH?!"
"SANTUY, ANJU. GUE JUGA MUMET INI NJER."
"GAK USAH TERIAK-TERIAK BISA GAK SIH? MAKIN MUMET OTAK GUE!!"
"ATUH DA! AKU GAK BISA KONSENTRASI!"
"UDAHLAH, UDAH. MENDINGAN NGE-OMELET AJA!"
Sekiranya begitu keadaan di rumah Ara saat kelima temannya berkumpul dan berniat mengerjakan ujikom secara bersama-sama.
Ara sendiri hanya menghela nafasnya pasrah dan menyenderkan punggungnya pada sofa. Jujur saja, gadis itu sama sekali tidak bisa konsentrasi karena suara dari teman-temannya yang selalu memecahkan konsentrasi ketika Ara telah masuk kedalam dunianya sendiri.
"Kalau banyak omong tuh malah gak akan selesai. Deadline nya besok padahal."
Ruangan yang awalnya ramai, tiba-tiba sepi. Mereka semua terdiam. Ada beberapa dari mereka yang melihat-lihat kalender pada ponsel.
Ara tidak bohong ternyata.
Mereka juga baru sadar kalau deadline nya adalah besok.
"Udahlah ya. Ini mah doain aja gue lulus. Gak dapet nilai tertinggi juga gak masalah. Asalkan lulus aja udah bahagia." Witri pasrah. Gadis itu duduk di sudut ruangan sembari memeluk kedua lututnya dengan tangan kiri sedangkan tangan kanannya kembali mengotak-atik laptopnya.
Hening beberapa menit.
Sebelum akhirnya terdengar sebuah tepuk tangan dari Rilliana.
"Kata pak Gugy juga selo ae. Udahlah, mendingan masak omelet dulu. Kasian noh perut kalian yang udah bunyi minta jatah."
Mereka menghela nafas gusar.
"Iya deh. Daripada gak bisa mikir."
"Good idea."
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro