Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

Chapter 9 - 💋Take a Deal 💋

"Shhh! Bodoh!" Jiana menggelengkan kepala ketika mengingat kelakuan gilanya semalam.

Berjalan ke nakas samping ramping, Jiana meneguk minuman herbal buatan Kenanga untuk mengobati mabuk. Kenanga selalu menyiapkan jus tomat dicampur madu ketika Jiana mabuk. Sebab kandungan fruktosa dan vitamin dalam jus tomat mengurangi efek racun dalam alkohol.

Setelah menandaskan minumannya, Jiana kembali memasukkan barang pemberian Raditya ke dalam kardus. Boneka Pororo dengan helm kuning dan kacamata bulat dilesakkan ke dalam tumpukan jaket yang sudah tertata dalam kardus. Lalu disusul beberapa bingkai foto kenangan mereka. Hari ini Jiana berniat mengembalikan semua barang pemberian Raditya sebelum berangkat shift siang. Well, semula Jiana ingin membakarnya saja. Namun, mengembalikan kenangan kepada pria brengsek itu adalah pilihan terbaik.

"Hah!" Perkataan ngelantur Jiana yang terucap semalam membuatnya melemparkan bokong di ranjang. Ia menyugar rambut frustrasi. "Dari sekian banyak kontak di hape, kenapa harus Pak Vian yang aku hubungi? Ah kacau!"

Sebenarnya Jiana juga penasaran dengan tawaran Vian untuk menyembuhkan patah hati. Namun, Jiana terlampau malu ketika membayangkan wajah putus asa saat berhadapan dengan Vian. Sungguh, ia memang harus menjauh dari alkohol dan ponsel ketika sedang patah hati.

"Hah! Oke, anggap aja Pak Vian nggak ingat kejadian semalam," celetuk Jiana sambil mengambil napas dalam lantas membuangnya perlahan. "Lagian kenapa sih orang itu datang jemput aku segala? Coba aja dia nggak datang, aku 'kan nggak bakal ngeluarin permintaan nyeleneh itu! Ish!"

"Jiana, minuman herbalnya udah diminum belum?" Suara langkah kaki Kenanga yang menaiki tangga kayu semakin mendekat. Jiana buru-buru menyembunyikan kotak barang pemberian Raditya di bawah meja.

"Udah, Bu," jawab Jiana sambil menyodorkan gelas kosong kepada sang ibu di depan pintu.

"Kamu ini." Kenanga mengusap wajah sang putri. "Ibu udah bilang jangan minum terlalu banyak. Kamu lagi ada masalah? Masalah pekerjaan? Atau sama Raditya?"

"Enggak kok, nggak ada masalah," jawab Jiana berdusta. Well, ia belum siap mengaku jika hubungannya bersama Radit sudah berakhir. Saat memandang wajah Kenanga, penyesalan perlahan muncul. Andai saja dulu ia mengikuti firasat Kenanga, pasti tidak akan patah hati seperti ini.

"Jangan bohong."

"Nggak, Bu. Jiana nggak bohong kok. I'm fine," tutur Jiana sambil meraih kedua tangan Kenanga.

"Jangan bohong ya. Kamu bisa cerita apa aja sama Ibu." Kenanga kembali mengusap puncak kepala putri kesayangannya itu.

"Iya. Ibu tenang aja." Jiana menjawab diikuti anggukan.

"Hah, untung aja kemarin kamu ketemu sama Pak Vian dan diantar pulang. Dia benar-benar bos yang baik ya. Ibu senang kalau kamu dikelilingi orang baik," ucap Kenanga panjang lebar setelah mengembuskan napas lega.

Jiana menelan saliva kasar dan mulai was-was. "Pak Vian ngomong apa kemarin, Bu?"

"Nggak ngomong apa-apa. Cuma bilang nggak sengaja lihat kamu udah mabuk berat di klub. Terus nganter kamu pulang," jelas Kenanga.

Jiana mendengus. Jelas-jelas Vian datang ke klub setelah menerima panggilan darinya. Entah mengapa pria itu mendadak datang setelah tahu Jiana mabuk.

"Ya udah, kamu sarapan dulu. Ibu udah buatin bubur ayam," tambah Kenanga.

"Iya sebentar lagi aku turun, Bu."

Setelah Kenanga menuruni tangga, Jiana bergegas mengemas kardus kenangan sang mantan seraya menyambar kunci motor di atas meja. Tanpa menikmati sarapannya, Jiana hanya menelan tiga sendok bubur ayam. Secepat kilat ia berlari menghampiri Kenanga yang sedang menyiapkan sayuran rebus untuk melengkapi menu jualan hari ini.

"Loh loh kok buru-buru mau kemana?" tanya Kenanga yang dikejutkan dengan ciuman dari sang putri.

"Aku mau ketemu sama Amber, Bu. Aku berangkat dulu ya," ucap Jiana sambil memasang helm kemudian berlari.

"Jiana, sarapannya udah dimakan belum?" Kenanga ikut berlari kecil mengikuti langkah Jiana.

"Udah! Masakan Ibu emang the best!" seru Jiana sambil mengacungkan dua jempolnya. "Aku sayang Ibu!"

"Hati-hati, jangan ngebut," teriak Kenanga sambil geleng-geleng kepala melihat tingkah Jiana. "Hah, anak itu." Meskipun kadang sikapnya bikin sakit kepala, tetapi hanya Jiana alasan Kenanga bertahan hidup hingga detik ini. Saat semua orang menghakiminya, Kenanga tetap bertahan demi tumbuh kembang sang putri. Benar, jika kasih ibu itu memang sepanjang masa.

***

Setelah membelah jalanan Seminyak selama 15 menit, Jiana tiba di apartemen Raditya. Sekarang pria itu kembali tinggal di apartemen lamanya. Tanpa ragu, Jiana melangkahkan kaki keluar dari lift lantas menuju ke unit Raditya. Baru akan memencet bel unit apartemen, terdengar suara pertengkaran antara Raditya dengan wanita lain. Jiana menduga jika wanita yang tempo hari bertukar saliva dengan Raditya sedang berada di apartemen tersebut.

"Ruby sayang tolong dengerin aku dulu. Mana mungkin aku pilih Jiana yang anorgasme. Kamu lebih dari segalanya dibanding dia." Mendengar namanya disebut, langkah Jiana yang semula ingin angkat kaki dari sana tertahan. "Dari awal aku udah mau mutusin dan lebih pilih kamu. Tolong Sayang jangan buat keputusan seperti ini."

Jiana mematung ketika mendengar hinaan yang sengaja Raditya layangkan untuknya. Bukan Jiana yang tidak mampu mencapai orgasme karena rangsangan, melainkan Raditya yang hanya memikirkan diri sendiri ketika sedang bercinta.

Tidak ingin mendengar lebih banyak lagi, Jiana meninggalkan kardus dalam dekapan dan bergegas pergi. Ternyata benar jika selama ini ia hanya bergumul dalam cinta sendiri. Raditya hanya menjadikan Jiana sebagai pelampiasan nafsu semata. Bahkan setelah 7 tahun menjalin hubungan, Raditya bisa menghina Jiana seperti itu.

Perih batin Jiana membuat air matanya tidak mampu lagi menetes. Dada Jiana kembali sesak ketika ia memacu sepeda motor dengan kecepatan di atas rata-rata. Tanpa berpikir panjang, Jiana menuju ke hotel untuk menemui Vian.

Segera ia menuju ke ruangan Vian di lantai tiga. Mengiringi langkah Jiana, perkataan Raditya terus terngiang di telinga. Sungguh, ia ingin segera menghapuskan rasa patah hati itu dengan cara apapun.

"Masuk." Setelah mendapatkan izin dari Vian, Jiana masuk ke dalam ruangan.

"Permisi, Pak," sapa Jiana seraya masuk ke dalam ruangan Vian. Berulang kali ia menelan saliva kasar.

"Yah, ada apa?" sambut Vian seraya mendongak kepala ke arah Jiana. Ia menegakkan posisi tubuh sambil menatap Jiana lurus-lurus.

"Saya menerima tawaran, Pak Vian," jawab Jiana tanpa ragu.

Salah satu alis Vian terangkat ke atas. "Are you sure?"

"Iya, saya yakin," jawan Jiana dengan pasti. Dalam pikiran Jiana hanya ingin cepat-cepat menghapuskan rasa sakit dalam hati.

Vian bangkit dari duduknya kemudian berjalan mendekati Jiana. Ia sedikit mencondongkan tubuh lalu menghidu aroma leher wanita itu.

"Hm, your smell so good," ucap Vian. Sementara itu Jiana menegang, tetapi masih berusaha untuk tenang. "Sekali lagi aku tanya, kamu yakin?"

"Yakin, Pak," jawab Jiana disertai anggukan.

Lantas Vian mengambil ponselnya untuk menghubungi seseorang, "dalam 30 menit ke depan jangan ada yang masuk ke ruanganku.

Jiana kembali menelan saliva ketika Vian melepaskan dasi yang melilit lehernya. Lalu menggunakannya untuk menutupi mata Jiana.

"Pak Vian mau ngapain?" tanya Jiana mulai ketakutan.

"Menyembuhkan rasa sakitmu and bring the heaven for you," tukas Vian seraya menarik tangan Jiana.

Jiana mengayunkan langkah, menurut kepada Vian yang membawanya mendekat pada rak buku di belakang kursi kerjanya.

Memencet tombol yang tersembunyi di belakang deretan buku lalu rak tersebut berputar. Kontan kedua mata Jiana terbelalak setelah Vian melepaskan dasi yang teriak sebelumnya. Berulang kali Jiana melemparkan tatapan pada Vian ketika mendapati borgol, cambuk, dan shibari rope (tali pengikat tubuh) tergantung dalam rak buku.

"Apa ini, Pak?" tanya Jiana ngeri.

"Alat yang akan kamu sukai," jawab Vian. "Hubungan ini hanya untuk bersenang-senang. Aku tidak bercinta, hanya berhubungan seksual. Jadi, jangan berekspektasi terlalu jauh."

"A-apa Pak Vian sadokisme?" tanya Jiana ragu.

Vian tersenyum tipis. "Dominan. Aku tertarik padamu karena kamu sangat patuh. Aku akan memberikan hadiah jika kamu patuh, dan hukuman saat membantah."

"Hu-hukuman yang seperti apa?"

Tidak langsung menjawab, Vian mendekati Jiana dengan kedua tangan masuk ke dalam saku sambil tersenyum. Kemudian ia melemparkan tubuh di kursi ergonomis. Tangan berurat Vian kemudian menggulirkan jemari di layar iPad. Jiana bisa melihat cetakan uratnya yang tercetak tegas.

"Aku akan mengirim kontrak tertulis ke alamat emailmu," tukas Vian. "Aku tidak akan memulai tanpa kesepakatan bersama."

"La-lalu apa hadiah yang bisa aku dapatkan?" tanya Jiana yang masih mematung di tempat.

Vian melemparkan tatapan kepada Jiana. "Semua yang kamu inginkan."

Tanpa berpikir panjang, Jiana mengambil ponsel dari sakunya. Ia langsung memeriksa email dan membuka soft file yang dikirimkan oleh Vian. Seolah tidak memiliki keraguan, Jiana membubuhkan tanda tangan dalam dokumen tersebut.

"Aku menyetujuinya," ujar Jiana tanpa ragu.

Mendengar pernyataan tersebut, Vian tersenyum. "Aku akan menjemputmu setelah pulang kerja."

Saat ini Jiana hanya ingin menghapuskan rasa sakit yang sempat ditorehkan oleh Raditya. Ia belum menyadari jika kesepakatan itu akan membawanya pada dunia yang berbeda. Dunia penuh kejutan yang diciptakan oleh Vian Baidurya Aditama.

TO BE CONTINUED....

Akhirnya Jiana setuju sama tawaran Vian. Kira-kira gimana ya kisah selanjutnya? Tungguin yak, selamat membaca ^^

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro