Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

Chapter 5 - 💋 Engagement Day 💋

Setelah mengeringkan rambutnya, pandangan Jiana tidak bisa terlepas dari potret berbingkai yang tergantung memenuhi dinding. Semua kenangan penuh cinta itu terabadikan di sana. Senyuman melengkung di bibir, kedua mata yang berbinar penuh cinta, rangkulan tanda kasih sayang menghiasi setiap potret. Dada Jiana kembali sesak saat kenangan itu melintasi benak. Hatinya kembali nyeri saat semua itu ternodai dengan pengkhianatan Raditya.

Ketidaksiapan pria itu untuk membangun rumah tangga bersama Jiana hanyalah alasan saja. Ternyata Raditya memang menaruh hati dengan wanita lain. Entah sejak kapan perselingkuhan mereka terjalin. Selama ini, Jiana menaruh kepercayaan besar kepada Raditya. Memberikan kebebasan hingga Raditya lupa jika Jiana adalah kekasihnya.

Perlahan rasa hangat membasahi kedua pipi Jiana diikuti tangan yang mengepal kuat untuk menahan tangis, tetapi gagal. Tumbuh tanpa kehadiran seorang ayah, membuat Jiana memberikan sepenuh hatinya kepada Raditya. Ketika pria itu menawarkan setetes rasa sayang, maka Jiana akan membalas dengan sepenuh jiwa.

Berharap sang ibu tidak mendengar raungannya, Jiana membuka jendela kamar dan menangis tersedu. Ia meluapkan segala rasa perih yang sejak semalam menyayat hati. Pun sejak Raditya berpamitan, tidak ada satu pesan yang mendarat di ponsel Jiana dari kekasihnya itu. Mungkin Raditya sedang sibuk bercumbu dengan calon tunangan Vian, atau sedang mempersiapkan rencana masa depan mereka. Hah, memikirkan hal itu membuat hati Jiana semakin terluka.

Tangis Jiana semakin menjadi ketika waktu sudah lewat tengah malam. Ia yakin tidak ada satupun yang mendengar, termasuk sang ibu. Sampai ia menyadari keberadaan Vian yang berdiri di depan rumah Jiana sambil memerhatikannya. Sesekali pria itu menghirup nikotin dari rokok yang terjepit di antara kedua jari.

Kontan Jiana menghentikan tangisnya seraya menyeka air matanya dengan tangan kosong. Masih tidak percaya dengan kehadiran Vian, Jiana mengucek mata untuk memastikan. Well, tidak mungkin juga ia terbayang-bayang wajah Vian.

"Ngapain dia ke sini," gumam Jiana terbeliak saat menyadari jika pribadi Vian benar-benar nyata. Pria itu terlihat tampan seperti biasanya. Kemeja warna putih tulang membungkus tubuh gagah tersebut dengan dua kancing atas yang dibiarkan terbuka. Presensi Vian semakin sempurna saat bersandar di pintu mobil porsche warna merahnya.

"Pak Vian ngapain kesini?" seru Jiana dengan suara lirih sebab tidak ingin membangunkan sang ibu atau tetangga.

Tanpa menjawab, Vian memberikan isyarat dengan jarinya untuk meminta Jiana segera turun.

"Ish! Aneh banget sih, malam-malam berdiri di depan rumah orang." Jiana segera berbalik sambil menggerutu.

Meraih jaket lalu bergegas turun ke bawah untuk menemui Vian. Dengan hati-hati, Jiana membuka pintu rumahnya dan celingukan untuk memastikan sang ibu masih terlelap.

"Pak Vian ngapain di sini?" tanya Jiana setengah berlari menghampiri Vian.

"Mau nemuin kamu," jawab Vian seraya mematikan puntung rokoknya.

"Nemuin saya? Jam segini? Ada apa?" Jiana menjejalkan serentetan pertanyaan kepada Vian.

Sementara itu, mata Vian tertuju lurus pada mata Jiana yang sembab karena menangis tadi. Ia tersenyum miring, "rupanya kamu benar-benar sakit hati."

"Tentu saja saya sakit hati. Siapa yang tidak sakit hati diselingkuhi seperti itu?" jawab Jiana.

"Kamu tadi tertawa di hotel."

"Itu karena saya sedang melayani tamu, Pak. Bekerja di hospitality harus bisa mengesampingkan perasaan ketika bekerja," terang Jiana. "Lagian ngapain Pak Vian ke rumah saya malam-malam begini?"

"Lusa aku tunangan," ucap Vian tanpa basa-basi.

Mendengar perkataan Vian, Jiana mengerutkan kening. "Terus? Apa hubungannya sama saya?"

"Kamu sudah bisa putusin pacar kamu." Vian memasukkan salah satu tangannya sambil kembali bersandar di pintu mobil.

"Oh, Pak Vian bisa kasih tahu saya lewat telepon. Nggak perlu jauh-jauh ke rumah saya."

"Saya nggak tahu nomor kamu."

"Pak Vian bisa min—" Kontan ucapan Jiana terpotong ketika Vian menyodorkan ponselnya.

"Tulis nomor kamu," titah Vian yang langsung dipatuhi oleh Jiana. Entah mengapa Jiana selalu patuh ketiak berhadapan dengan Vian. Membuat pria itu semakin menginginkannya.

"Ini." Jiana mengembalikan ponsel kepada Vian setelah menuliskan nomornya di layar.

"Ingat, jangan putuskan begitu saja. Sakiti dia dulu baru buang," ujar Vian seraya membuka pintu mobilnya. Jiana mundur beberapa langkah untuk memberikan ruang kepada Vian.

Sebelum melajukan mobil, Vian membuka kaca dan berucap, "jangan menangis malam-malam. Kamu bisa dikira hantu."

"Ish!" Jiana mendesis diikuti wajahnya yang memerah seperti tomat. Lalu ia segera melenggang pergi meninggalkan Vian.

"Ah! Bodoh banget sih! Pak Vian lihat muka mewek gue yang kayak cemeng dong! Ash!" Jiana menghentakkan kakinya sambil bercermin. "Lagian tuh orang aneh banget sih, bisa 'kan minta nomor gue di bagian personalia. Repot banget pakai ke rumah segala! Hash sialan!"

Tidak berselang lama, ponsel Jiana menyala. Nama Raditya muncul di layar ponsel. Sambil meneguk saliva kasar, Jiana menggulirkan jemari untuk membuka pesan dari sang kekasih.

From : My Love

Besok aku pulang, kita ketemu.

Jiana lantas menjawab pesan dari Raditya dengan segera. Saatnya ia berpura-pura bodoh tidak mengetahui pengkhianatan Raditya dan mengambil kembali rumah yang semula akan menjadi istana kecil mereka.

***

Senyum Ruby senantiasa menghiasi wajah ketika menyambut tamu undangan yang hadir di pesta pertunangannya. Gaun putih broklat selutut membungkus tubuh ramping Ruby. Aksen kain tutu hitam menjuntai di bahu, memperlihatkan tulang selangkanya yang menonjol.

"Ruby, congratulation," seru seorang wanita dengan rambut blonde yang bagian bawahnya bergelombang.

"Thank you." Ruby menyambutnya dengan ciuman pipi kanan dan kiri.

"Finally, lo akan jadi Nyonya Vian Aditama. That's your dream." tambah wanita itu kegirangan.

Senyuman Ruby kembali merekah, memamerkan deretan gigi kecilnya yang rapi. Menikah dengan Vian adalah salah satu keinginan Ruby sejak beranjak dewasa. Bisa dibilang Vian adalah satu-satunya pria yang mampu mengisi hati Ruby. Meskipun sikap Vian kelewat dingin dan tidak menganggap pernikahan ini adalah sesuatu yang berharga, Ruby bertekad akan membuat Vian membalas cintanya.

"Thank you for coming, Lisa," jawab Ruby semringah. "Ada banyak makanan khas Bali di sana, kamu cicipi dulu sambil nunggu acaranya dimulai."

"Okay, aku kesana dulu ya."

Ruby menyunggingkan senyuman lebar ke arah temannya yang datang jauh-jauh dari Thailand. Lalu ia celingukan mencari keberadaan Vian. Sejak tiba di venue, Ruby belum melihat pribadi sang kekasih.

"Tino, Vian belum datang ya?" Ruby mencegat Tino yang sedang melintas.

"Oh, Tuan muda sudah datang, Nona. Mungkin sedang di kamar mandi."

"Cepat kamu cari dia deh. Sebentar lagi acara mau dimulai, aku telepon nomornya nggak aktif," pinta Ruby mulai gusar. Well, meskipun tidak mungkin nika Vian kabur dari pesta pertunangan itu.

Perjodohan mereka bukan sekedar penyatuan dua keluarga, melainkan bisnis terbesar di Indonesia yang bisa meraup keuntungan dari berbagai lini.

"Okay, sebentar lagi acara akan dimulai. Mohon perhatiannya para tamu undangan yang berbahagia. Saya ucapkan selamat datang di engagement party Vian Baidurya Aditama dan Ruby Nawasena!" Riuh tepuk tangan saling bersahutan mengiringi sambutan dari pembawa acara.

Ruby masih memanjangkan leher untuk mencari keberadaan Vian yang tidak kunjung terlihat. Ia tidak ingin acara yang sudah diimpikan itu tidak sesuai dengan rencana. Bayangan menyandang gelar sebagai Nyonya Vian Aditama selalu berhasil membuat hati Ruby berbunga. Ia benar sudah tenggelam dalam pesona Vian.

Melihat pribadi Vian yang berjalan memasuki venue, Ruby menghela napas lega. Tatapan lurus Vian yang selalu mengintimidasi seketika mengundang decak kagum para tamu undangan.

Senyum Ruby yang mengembang seketika menyurut ketika Vian melewatinya begitu saja. Ia mengikuti langkah Vian yang merebut microphone dari pembawa acara dan bersiap menyampaikan sesuatu.

"Selamat malam, saya Vian Baidurya Aditama ingin menyampaikan jika." Sorot mata Vian berpindah dari keluarganya menuju ke Ruby yang mematung penuh tanya. "Pertunangan ini tidak akan terjadi."

TO BE CONTINUED.... 

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro