Chapter 4 - 💋I will help you to forget the pain💋
Memilih untuk mengabaikan ajakan dari Vian, Jiana mencoba membuka tuas mobil. Namun, berakhir sia-sia. "Keluarkan aku dari sini!"
"Apa yang mau kamu lakuin?" tanya Vian seraya melipatkan tangan di depan dada.
Jiana melemparkan tatapan penuh lara dengan mata yang basah. Bibirnya mengatup tanpa bisa menjawab pertanyaan dari Vian. Benar, entah apa yang akan dilakukan Jiana setelah menangkap basah mereka. Haruskah ia mengatakan kalimat perpisahan kepada Raditya, atau menangis seperti wanita yang teraniaya?
"Saya mau keluar, Pak Vian!" seru Jiana sekali lagi seraya mengoyak tuas pintu dengan interior mewah itu.
Tidak tahan mendengar rengekan Jiana, Vian mencengkeram rahang Jiana dengan satu tangannya. Sepasang iris segelap obsidian itu menatap Jiana penuh intimidasi.
"Dengarkan aku dan jangan banyak bicara!" tukas Vian dengan penuh penekanan di setiap katanya. "Kamu hanya akan terlihat menyedihkan di depan mereka."
Tangan Jiana semakin mengepal untuk menahan getaran di bibir. "Ta-tapi kami sudah berpacaran selama 7 tahun."
Vian terkekeh mendengar pernyataan Jiana yang sangat naif itu. "Just because he dated you for 7 years, it doesn't mean he will marry you. My aunt studied midwifery for 6 years, now she is a hotelier."
Rentetan kata Vian sukses membuat Jiana membungkam mulut. Tidak ada suara yang bisa terucap. Sekarang ia menggigit bibir karena kepalan tangannya gagal menahan emosi yang semakin menguasai diri.
"Kamu tolol kalau berpikir cinta itu ada," tambah Vian sambil berdecak.
Bibir Jiana akhirnya bergetar diikuti buliran bening yang perlahan melindas pipi. Bayangan hitam Raditya yang tengah mencecah setiap milimeter tubuh wanita itu kembali terlintas di benak. Tiba - tiba semua momen yang pernah mereka lewati, mengabur begitu saja. Mimpi Jiana mengenai pernikahan langsung runtuh.
"Beri dia rasa sakit yang sama sebelum mengakhiri hubungan kalian." Cengkeraman tangan Vian perlahan melonggar.
"Apa yang mau Pak Vian lakukan?" tanya Jiana beberapa saat kemudian.
"Mempermalukannya di pesta pertunangan kami," jawab Vian yang sama sekali tidak memiliki rasa terhadap Rubi Nawasena. Bagi Vian, pernikahan mereka hanyalah jembatan untuk memperluas bisnis dua keluarga. Kemudian mata Vian menjurus kepada Jiana untuk mengamati wanita yang tetap menggoda meskipun sedang terisak. "Lakukan hal yang sama sepertiku. Buat dia menderita sebelum kamu melepaskannya."
Ucapan Vian terdengar sangat realistis. Jiana akan terlihat sangat menyedihkan, setelah Raditya mengambil semua hal berharga dalam hidupnya kemudian berselingkuh. Tangan Jiana meremas kuat seraya bertekad untuk membalas kelakuan bejat Raditya. Setidaknya, Jiana tidak mengakhiri hubungan dengan tangan hampa.
Dalam diam, Vian mengamati gerakan tangan Jiana. la menyeringai saat wanita itu berhasil terprovokasi. Lalu tanpa aba-aba, Vian mendekati Jiana hingga mengikis jarak diantara mereka. Jiana terbeliak saat napas hangat Vian menerpa wajahnya. Sepasang iris segelap obsidian itu menatap Jiana penuh makna.
Dengan susah payah, Jiana menelan saliva lalu bersuara, "a-apa yang kamu lakukan?"
"Datanglah kepadaku jika kamu ingin melupakan sakit hatimu," bisik Vian dengan suara beratnya yang membuat bulu kuduk Jiana meremang seketika. "I Will help you to forget your pain."
Iris gelap Vian memindai bibir ranum Jiana lalu merangkak ke atas, menatap sepasang mata sayu yang basah itu. Benak Vian melanglang buana, membayangkan Jiana tengah menangis dan mengaduh di bawahnya. Sial, Jiana sukses membangkitkan fantasi liar Vian. Tidak peduli sedang berada dalam situasi seperti apa.
"Putuskan dia saat aku sudah menentukan waktunya." Jiana hanya terdiam mendengar titah dari Vian. "Jawab!" ujar Vian seraya mencengkeram rahang Jiana.
Spontan kepala Jiana mengangguk memberikan jawaban. Ia seperti tersihir tatapan Vian yang mengintimidasi.
"Good girl." Vian mengulas senyum tipis. Wanita yang penurut seperti Jiana semakin menarik minat Vian dan sangat cocok menjadi rekan submissive selanjutnya.
***
Derap langkah banyak pengunjung seolah menyerbu lobi The Moon hotel. Suara koper yang diseret ikut mengisi keramaian di sana. Petugas bellboy tengah mengangkat satu per satu koper ke dalam troli. Sementara itu tour leader sibuk memberikan instruksi kepada pengunjung mengenai itenary setelah check in. Beberapa diantaranya asik menikmati welcome drink yang disediakan. The Moon Hotel memang tidak pernah sepi pengunjung. Memiliki Cafe di ujung tebing, serta kolam renang model laguna memberikan daya tarik tersendiri bagi wisatawan lokal maupun mancanegara.
"Besok pagi ada rapat dengan Tuan muda Narendra." Tino berceletuk sambil mengikuti langkah Vian yang baru saja keluar dari lift. Alih-alih memiliki asisten manajer seorang wanita cantik, Vian memilih Tino yang sudah bekerja di keluarga Aditama selama 10 tahun. "Lalu ada janji temu makan siang dengan Pak Nawasena."
Mendengar nama calon mertuanya disebut, langkah Vian terhenti. Ia menoleh pada Tino yang hampir menabrak tubuhnya. "Makan siang? Untuk apa? Bukankah nanti malam sudah ada pertemuan?"
"Pak Nawasena mau membicarakan hal yang penting, Tuan Muda." Tino sedikit mengernyit ketika Vian menaikkan salah satu alisnya. Tampak jelas jika Vian enggan bertemu dengan pemilik tekstil terbesar di pulau Jawa itu. "Atau mau saya batalkan saya, Tuan?"
Vian mengembuskan napas jengah. "Tidak perlu, biarkan saja."
"Baik."
Baru beberapa langkah berjalan, kaki Vian kembali berhenti. Perhatian pria itu tersita pada Jiana yang sedang memberikan senyum lebarnya untuk menyambut rombongan pengunjung. Lengkungan bibir Jiana senantiasa terangkat ke atas, seolah melupakan luka hati mengenai perselingkuhan sang kekasih.
"Sepertinya dia tidak benar-benar sedih," gumam Vian sambil memerhatikan Jiana lurus-lurus.
"Tuan muda, Tuan Aditama sudah menunggu di venue acara," ucap Tino dengan hati-hati.
Tanpa menjawab, Vian melanjutkan langkahnya. Sesekali ia menoleh ke arah Jiana untuk melihat senyuman wanita itu.
Jalanan Denpasar yang cukup lengang, membuat Vian tidak membutuhkan waktu lama untuk tiba di salah satu restoran milik Aditama grup. Hari ini ada pertemuan dua dengan keluarga Nawasena menjelang acara pertunangan Vian dan Rubi. Pesta besar yang tidak akan terlupakan oleh keluarga Nawasena dengan kejutan dari Vian nanti. Tidak ada satupun orang yang berhak mempermainkan Vian. Apalagi putri tunggal manja yang kini sedang berlari kecil menghampiri Vian sambil tersenyum lebar.
"Vian!" seru Rubi seraya memberikan pelukan kepada Vian. Sementara pria itu masih mempertahankan kedua tangannya masuk di dalam saku.
Ekspresinya datar dan terlihat sangat malas menghadiri pertemuan nihil fungsi ini. Jika tidak karena permintaan sang ibu yang terus mengiba, Vian enggan mengikuti perjodohan konyol itu.
"Kamu kok nggak balas pesan aku sih." Ruby melepaskan pelukan dari Vian lalu memanyunkan bibir.
"Sibuk," jawab Vian sekenanya.
"Aku tahu kamu sibuk, tapi 'kan bisa meluangkan waktu. Sebentar lagi kita akan tunangan," tutur Rubi seraya menarik jas Vian seperti anak kecil.
Nada Ruby yang kelewat manja membuat Vian muak. Wanita itu seperti bunglon, penipu ulung yang bisa berubah warna menyesuaikan tempat. Di depan keluarga mereka, Ruby terlihat sangat menginginkan Vian. Namun, di belakangnya sudah berselingkuh dengan pria lain.
Well, Vian sebenarnya tidak peduli dengan perselingkuhan tersebut. Ia hanya memanfaatkan momen untuk terbebas dari perjodohan konyol Aditama dan Nawasena.
"Ah, anak mami udah datang." Silvia segera beranjak dari duduknya ketika melihat Vian datang. Buru-buru ia menghampiri Vian seraya merapikan penampilan sang putra kesayangan.
Aditama hanya melirik sambil meneguk kembali minumannya. Vian juga tidak berniat memberikan sambutan kepada sang ayah. Hubungan mereka hanya sekedar formalitas keluarga saja. Bahkan dalam setahun, Vian hanya berbicara 5 kali dengan Aditama. Setiap melihat Aditama, Silvia semakin terlihat menyedihkan di mata Vian. Wanita itu bersedia menunggu kepastian dari Aditama selama 7 tahun dan menjadi istri kedua. Ah, itupun hanya sekedar status saja. Aditama masih sangat mencintai istri pertama.
Silvia selalu berdalih cinta tulus bisa meluluhkan hati Aditama. Persetan dengan cinta! Salah satu kata yang memuakkan bagi Vian.
"Rubi, Papa kamu belum datang juga ya?" tanya Silvia setelah merapikan busana sang putra.
"Ah, mungkin sebentar lagi, Tante," jawab Ruby terbata.
"Selamat malam! Maaf terlambat, tadi macet banget." Ketukan sepatu pantofel dengan lantai menarik atensi mereka. Tidak terkecuali Ruby yang menyambut kedatangan sang ayah dengan tatapan sinis. Kemacetan lalu lintas adalah alasan paling tidak masuk akal yang salah dibuat Nawasena setelah menemui selingkuhannya.
"It's Okay. Welcome." Aditama berangkat lalu menyambut kedatangan calon besan dengan pelukan.
Sementara itu di tempat yang berbeda, Jiana berulang kali mengembuskan napas kasar saat mengendarai sepeda matic sepulang bekerja. Otak Jiana terus berputar untuk mencari cara yang akan diambil selanjutnya . Sebelum memutuskan hubungan bersama Raditya, Jiana harus mengambil rumah yang sebagian besar dibeli dengan tabungan sang ibu. Jiana tidak ingin terlihat semakin bodoh dengan memberikan rumah itu kepada Raditya yang kemungkinan akan ditinggali bersama pelakor sialan itu.
Jiana terpaksa menghentikan motornya dan sedikit menepi ke pinggir ketika sebuah Mercedes hitam dengan nopol 'DK 53 NA' melintas. Setelah itu ia kembali melanjutkan motor dan mendapati sang ibu masih berdiri di depan kafe sambil terus melihat ke arah mobil tersebut.
"Jiana, kamu sudah pulang?" Kenanga tiba-tiba terkejut menyadari kedatangan sang putri.
"Ibu lihat apa?" Jiana menoleh ke jalanan. "Siapa tadi yang datang, sampai ibu nganterin keluar?"
"Si-siapa? Nggak ada ah, ibu nungguin kamu pulang. Kamu udah makan belum?" tanya Kenanga mengalihkan pembicaraan.
"Tumben, biasanya sibuk ngurus pelanggan," jawab Jiana sedikit heran.
"Kebetulan malam ini 'kan nggak banyak pelanggan. Ibu siapin makanan ya?"
"Aku nggak makan malam, Bu. Mau langsung tidur aja capek," jawab Jiana lesu.
"Ji, kamu baik-baik aja 'kan?" Kenanga menatap punggung Jiana yang semakin menjauh.
"Iya, cuma capek aja," jawab Jiana tanpa menoleh. Rasa sedih di hati membuat Jiana tidak bisa lapar atau haus. Bahkan seharian tadi ia hanya menyantap sepotong roti dan sebotol air mineral. Jiana hanya ingin berdiam diri sambil mempertanyakan apa yang kurang darinya hingga Raditya bisa melakukan ini semua. Meskipun Jiana sudah memberikan semua hal berharga kepada Raditya, ternyata hubungan mereka akan kandas begitu saja.
TO BE CONTINUED....
Selamat siang, Lovelies. Kali ini aku akan crazy update untuk cerita ini yaps. Touch Me Slowly, Mr. Billionaire akan mulai daily update. Selamat membaca ^^
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro