Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

Babak 12 - Puas

Untuk kerja sama pertama mereka dengan pihak EO, Dewa membawa Kiki, Rino dan Faya untuk membantunya. Sejak pagi mereka sudah mulai berkemas menuju lokasi acara. Banyak hal yang harus mereka cek dan rundingkan kembali dengan pihak EO agar acara tersebut dapat terlaksana seusia keinginan klien.

Kiki dan Rino berkendara dengan mobil pick-up florist. Sedang Faya ikut bersama Dewa. Bukan karena Kiki ingin mengalah, hanya saja ia tidak mungkin bisa menang melawan kengototan Faya yang tidak akan mau berkendara dengan mobil pick-up. Seperti yang mereka tahu, meski Faya perlahan mulai merubah dirinya. Bukan berarti seratus persen gadis itu benar-benar sudah berubah.

"Saat di acara nanti, Kiki dan Rino akan kembali ke florist. Sedangkan saya dan kamu akan tinggal untuk memastikan pekerjaan kita tanpa kesalahan. Karena itu selama berada di sana, saya harap kerja sama kamu, Faya." Dewa mengingatkan dalam perjalanan.

Faya menatap jengkel pada Dewa. "just say, I must behave!"

Dewa tertawa mendengar balasan bernada jengkel dari gadis itu. "Yes, behave yourself!"

Acara kali ini diadakan di sebuah griya yang Faya tahu memang sering digunakan sebagai tempat menyelenggarakan pesta. Di dalam griya tersebut tak hanya terdapat aula untuk pesta, tapi juga restoran dan beberapa ruang yang bisa digunakan sebagai tempat pertemuan bisnis dan seminar.

Dewa dan Faya tiba lebih dulu sebelum Rino dan Kiki. Ia dan Faya segera menemui penanggung jawab EO untuk sekali lagi memastikan pekerjaan mereka. Ketika Rino dan Kiki akhirnya tiba, mereka berempat mulai bekerja. Dengan kerja sama dari beberapa pihak yang telah dipilih EO, Dewa dan timnya pun berhasil menyelesaikan bagian mereka untuk urusan bunga dekorasi tepat waktu.

"Kamu dan Kiki bisa kembali ke florist. Sisanya biar Mas dan Faya yang tangani di sini."

Dewa memerintahkan pada Rino dan Kiki. Keduanya pun kemudian berpamitan pada Dewa dan Faya. Sepeninggal keduanya, Dewa kembali mengajak Faya untuk kembali ke aula pesta. Beberapa vendor yang diberi tanggung jawab untuk acara tersebut pun sudah hampir menyelesaikan pekerjaan mereka.

Tepat pukul sebelas siang, acara yang merupakan perayaan ulang tahun salah seorang anak pengusaha tersebut pun dimulai. Dewa dan Faya tidak ikut serta tentu saja. Tapi mereka memilih untuk menunggu di salah satu ruangan yang disediakan oleh penanggung jawab EO untuk beberapa vendor yang bekerja sama. Di sana juga sudah disediakan makanan dan minuman untuk mereka nikmati.

Dari ruangan tempatnya menunggu, Faya bisa mendengar kemeriahan acara. Suasana tersebut membawa Faya pada kenangan akan kehidupannya yang lalu. Jangankan acara di tempat yang menurut Faya tidak terlalu mewah ini, ia bahkan biasa menikmati perayaan ulang tahunnya di atas jet pribadi atau kapal pesiar yang membawanya dan teman-temannya berkeliling dunia. Membayangkan saat-saat dulu membuat Faya mendengkus tanpa sadar.

Kalau boleh Faya jujur, hal tersebut sama sekali bukan kenangan manis baginya. Karena dalam kemewahan tersebut ada manusia-manusia pengisap darah yang menikmati kegelimangan harta keluarganya. Andai Faya sadar sedari dulu, mungkin ia tidak akan membiarkan para parasit itu mengisap habis darahnya.

Ya, salahkan dirinya yang terlalu buta hingga tak dapat melihat dan memilih orang-orang seperti apa yang patut ia jadikan teman atau bukan.

Di saat dirinya tengah bergulat dengan masa lalunya, tiba-tiba saja sebuah piring kecil berisi kue cokelat ada di hadapannya. Dilihatnya Dewa sudah menatap lembut padanya.

"Kamu sudah sarapan? Kalau belum, kamu bisa makan ini dulu."

Jika biasanya Faya akan langsung mendebat niat baik Dewa, tapi kali ini tidak lagi. Ia sudah berniat untuk menjadi pribadi yang lebih baik seperti yang ia janjikan pada Dewa. Maka dengan senang hati Faya menerima kue cokelat tersebut.

Hampir dua jam acara berlangsung, tidak ada kendala berarti apapun yang terjadi. Baik Faya dan Dewa bahkan hampir bersiap pulang ketika penanggung jawab EO mengatakan sudah tidak ada lagi masalah. Hanya saja sebelumnya mereka harus menyerahkan buket bunga yang sudah dipesan oleh si pemilik acara.

"Saya mau ke toilet dulu," ujar Faya saat Dewa akan bersiap memasuki aula pesta dengan buket yang sudah mereka kerjakan.

"Oke. Kamu bisa langsung ke mobil dan tunggu saya di sana."

Dewa menyerahkan kunci mobilnya pada Faya. Pria itu kemudian bergegas menuju aula untuk menyerahkan buket. Setelah itu pekerjaan mereka akan selesai.

Faya sendiri langsung menuju toilet untuk menuntaskan hajatnya. Sayangnya saat Faya keluar dari bilik toilet, ia bertemu dengan orang-orang yang sangat tidak ingin ia temui.

"Ah, lihat siapa ini? Nona Besar Faya Cassandra? What a coincidence!" ujar salah satu dari tiga perempuan yang bertemu dengan Faya.

Faya teraku menatap ketiga gadis tersebut. Sungguh sial! Ia ingin mengumpat. Namun Faya memilih untuk tak menanggapi ketiganya. Gadis itu memilih berjalan ke arah wastafel untuk mencuci tangannya. Secepatnya ia ingin segera pergi dari hadapan mereka.

Sayangnya ketiga gadis itu tidak akan membiarkan Faya berlalu dengan tenang. Mereka sengaja memblokir pintu agar Faya tidak bisa keluar.

"Minggir!" Faya menekankan.

Namun seperti memang ingin mencari masalah dengan Faya, ketiga gadis itu tidak bergerak sama sekali. Justru salah seorang dari mereka dengan beraninya menaikkan sebelah kaki membentuk portal untuk menghalangi gadis itu. Faya hanya bisa mengeluarkan tawa sarkasnya melihat kelakuan ketiganya.

"Oke," ucap Faya kemudian. "kalian yang mencari masalah!"

Tanpa ragu Faya menendang kaki gadis yang menghalanginya membuat gadis itu kesakitan dan terjatuh ke lantai karena kehilangan keseimbangan.

Dua temannya memekik melihat perlakuan kasar Faya. Mereka bergegas membantu temannya yang menjadi korban.

"Dasar perempuan kasar!" pekik salah satu dari mereka. "sejak jatuh miskin kamu jadi makin brutal, ya?"

Faya tak peduli pada penilaian mereka. Ia melengos pergi tanpa mau mendengarkan sumpah serapah yang gadis-gadis itu lontarkan. Hingga langkahnya terhenti saat ia mendengar gadis-gadis tersebut menyebutkan nama William.

Faya tak memiliki perasaan apapun pada pria itu. Dirinya dan William hanya menjalin hubungan demi keuntungan masing-masing dulunya. Namun tetap saja gadis itu masih menyimpan jengkel teramat sangat pada pria penakut tersebut. Tanpa diperintah, kakinya justru melangkah menuju aula pesta berlangsung.

Faya berdiri di depan pintu masuk menyaksikan seorang gadis yang mendapatkan buket bunga dari seorang pria. Sang gadis adalah mantan teman baiknya, sedang satunya adalah mantan kekasih. Benar-benar pemandangan yang menyegarkan, pikir Faya. Sejenak matanya mencari keberadaan Dewa. Saat dirasanya pria itu tak lagi berada di ruang acara, Faya melangkah tanpa ragu menghampiri dua orang yang tampak berbahagia tersebut.

Pekik kejut dan tertahan terdengar dari para tamu yang hadir menyaksikan kehadiran Faya. Tentu saja sang pemilik acara, Jelita juga tampak terkejut dengan kemunculan Faya yang tiba-tiba. Namun gadis itu segera menyunggingkan senyum manis yang tampak seperti ejekan bagi Faya.

"Wow, aku nggak nyangka ternyata kamu hadir di acaraku? Tapi, kalau boleh tahu, gimana caranya kamu datang? Karena acara ini khusus untuk tamu undangan."

Jelita dengan sengaja menggandeng lengan William. Si pria yang digandeng pun tak kalah terkejut dengan kehadiran Faya. Rasanya sudah lama sekali sejak terakhir mereka bertemu. Walau bukan pertemuan yang menyenangkan. Namun sebagai mantan kekasih yang pernah memiliki waktu bersama, tentu saja William tidak akan semudah itu melupakan kebersamaan mereka.

"Faya, apa yang kamu lakukan di sini?" William bertanya sembari menatap lekat pada gadis itu.

"Tck, ternyata selera kamu yang seperti ini?" Faya berkomentar. Memandangi Jelita dari atas kepala hingga ujung kaki.

Jelita yang mendengar nada sindiran dari kalimat yang diucapkan Faya jelas tak terima. Perempuan itu langsung memasang tameng wajah arogan yang dulu menjadi ciri khas Faya.

"Heh, selera? Enggak ada yang salah dengan selera Will. Mana mungkin dong, William bertahan dengan perempuan yang bahkan tempat tinggal saja, tidak punya?"

"Oh? Lantas, kamu pikir hanya karena sekarang saya sedang ada di bawah, maka saya akan menjatuhkan diri dengan mengemis cinta dari pecundang dan pengkhianat seperti kalian?" Faya menunjuk keduanya tanpa merasa terintimidasi akan sekelilingnya.

"Security!" teriak Jelita karena emosinya yang tak dapat ia tahan mendengar sindiran dari Faya yang begitu merendahkan di telinga.

Entah mengapa walau Faya sudah jatuh miskin, tapi Jelita merasa aura nona besar yang melekat dalam diri Faya tak bisa hilang sepenuhnya. Aura yang membuat Jelita dan gadis-gadis lainnya di dalam lingkaran mereka merasa terintimidasi. Jelita sangat tidak suka itu.

"Ah, kamu tidak perlu memanggil keamanan karena saya juga enggan berlama-lama di sini!" Faya mengibaskan tangan ke depan wajah. "Udara di sini benar-benar kotor. Membuat sesak!"

Faya berbalik untuk segera menyingkir dari pesta tersebut. Saat Jelita masih menggertakkan gigi menahan emosi karena sikap Faya, gadis itu tiba-tiba berbalik.

"Ah, happy birthday, cheater!"

Setelahnya Faya tidak lagi berbalik. Tak peduli ucapannya benar-benar membuat amarah Jelita tak tertahan. Karena ia sempat mendengar raungan dari dalam ruangan yang ia tinggalkan. Mengacaukan pesta seorang mantan teman ternyata benar-benar menyenangkan. Untungnya Faya tidak berbuat nekat dengan menghajar Willian dan Jelita dengan rangkaian bunga yang gadis itu pegang tadi. Selain karena Faya bisa dituntut, ia juga tidak ingin Dewa dan floristnya mendapatkan masalah karena ulahnya.

Begitu tiba di tempat parkir, Dewa sudah menunggunya dengan wajah cemas. Ia takut terjadi sesuatu pada Faya. Mengingat gadis itu dan masalah adalah satu paket. Namun melihat Faya yang menghampirinya dengan wajah santai, kecemasan itu memudar.

"Urusan kita sudah selesai di sini, jadi kita bisa kembali ke toko," ucap Dewa ketika mereka sudah berhadapan.

Faya hanya menggumam sebagai jawaban. Gadis itu kemudian masuk ke mobil tanpa diperintah. Dewa kembali hanya bisa menggeleng kecil dengan respon yang diberikan Faya.

Sepanjang perjalanan menuju florist diisi dengan keheningan. Namun ada satu hal yang membuat Dewa penasaran, karena sejak tadi Faya tampak begitu tenang. Bahkan beberapa kali Dewa mendengar gadis itu menggumamkan senandung dengan volume yang amat kecil. Yang tak kalah mengejutkan sekilas Dewa melihat sudut bibir Faya yang tertarik ke atas. Entah mengapa ia merasa suasana hati gadis itu sedang baik.

"Ada hal yang membuat hati kamu senang?" rasa penasaran akhirnya mengalahkan Dewa.

"Hum?" Faya seketika menatap Dewa.

"Saya merasa hari ini kamu terlihat lain. Terlihat ... senang?" ujar Dewa lagi. "Ada hal baik yang terjadi?"

Faya tak langsung menjawab. Ia kembali mengingat wajah kesal Jelita saat kehadirannya mengacaukan pesta gadis itu.

"Eum, tidak ada hal baik yang terjadi," jawab Faya kemudian.

"Lantas?" Dewa kembali mencecar.

"Nothing special!" tandas Faya menutup pembicaraan. Gadis itu kembali memalingkan wajahnya untuk menatap jalanan di samping. Tak pelak sudut bibirnya kembali terangkat, walau hanya sekejap saja.

Meski jawaban yang diberikan Faya terkesan begitu biasa. Namun Dewa dapat menangkap makna lain yang terkandung di dalamnya. Seperti ada kepuasan yang dilontarkan Faya dalam kalimatnya. Entah apa yang membuat gadis itu tampak puas, Dewa tak ingin tahu. Namun melihat perubahan diri Faya yang perlahan menjadi lebih terbuka, Dewa pun turut merasakan kepuasan dalam artiannya sendiri. 

...

note : terima kasih koreksi typo-nya

Rumah, 10/11/22

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro