Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

NISAN

Pr puisi di work "Materi Dan Kelas Belajar" part 23 "Belajar Memahami Puisi". Mau tahu materinya seperti apa? Sahabat Spirit bisa tengok work belajar kami ya. Mari belajar bersama.

🌸🍃🌸🍃🌸🍃🌸🍃🌸🍃🌸🍃🌸🍃🌸🍃🌸

NISAN
untuk Nenekanda

Bukan kematian benar menusuk kalbu
Keridhoanmu menerima segala tiba
Tak kutahu setinggi itu atas debu
Dan duka maha tuan bertahta

Chairil Anwar menulis puisi berjudul “Nisan” ini pada bulan Oktober 1942, kala ia masih berumur 20 tahun. Puisi ini diyakini sebagai puisi pertama Chairil yang dipublikasikan, walaupun sebenarnya sebelum  “Nisan” Chairil telah banyak menulis puisi sejak ia masih berada di bangku sekolah rendah.

Puisi ini hanya terdiri atas empat baris saja, yang ditulis oleh Chairil dengan amat tertib menggunakan rima a-b-a-b. Hal ini menandakan, bahwa penyair yang dianggap sebagai pendobrak puisi lama Indonesia ini pun tidak benar-benar meninggalkan corak puisi lama Indonesia. Chairil memperbarui apa yang menurutnya mesti diperbarui, namun di sisi lain ia mempertahankan apa yang menurutnya mesti dipertahankan.

Chairil memilih kata “Nisan” sebagai judul puisi ini, yang sama-sama kita ketahui bahwa kata “nisan”  identik dengan kematian. Tema tentang kematian ini kemudian juga muncul dalam puisi-puisi Chairil selanjutnya seperti dalam puisi “Cintaku Jauh di Pulau”, “Yang Terampas dan Yang Putus”, dan “Derai-derai Cemara. Rupanya, tema kematian memang sudah sedari awal menarik hati Chairil untuk ia tuliskan dalam puisi-puisinya.

Di bawah judul, Chairil menuliskan sebuah keterangan yang berbunyi: “untuk nenekanda”—yang menerangkan bahwa puisi ini ia tujukan kepada neneknya. Dapat dikatakan, bahwa puisi ini bercerita tentang kematian nenek si penulis.

Bukanlah sebuah kebetulan, dalam kehidupannya, Chairil memang memiliki hubungan emosional yang sangat kuat dengan neneknya (ibu dari ayahnya). Ini dapat diketahui dari berbagai literasi yang membahas kisah hidup Chairil. Jika kita kaitkan puisi ini dengan latar hidup si penulis (Chairil), maka dapat kita pahami bahwa kematian sang nenek meninggalkan kesedihan yang dalam bagi Chairil (yang tercerminkan dalam aku lirik dalam puisi ini).
Kesedihan yang dalam akan kepergian sang nenek untuk selamanya ini tergambarkan dalam baris pertama puisi ini yang berbunyi:
“bukan kematian benar menusuk kalbu”.

Chairil mempersonifikasikan kematian yang menusuk kalbu untuk menggambarkan kesedihan yang dalam.

Sementara itu, pada baris kedua Chairil menyampaikan bagaimana pandangannya bahwa kematian sebagai sesuatu yang mesti dipasrahkan. Ia menggambarkannya dengan keridhoan sang nenek dalam menghadapi ajalnya sebagaimana yang tercemin dalam baris kedua: “keridhoanmu menerima segala tiba.”

Chairil kemudian menegaskan kembali kesedihan yang ia rasakan melalui 2 baris terakhir dalam puisinya.
“Tak kutahu setinggi itu atas debu
Dan duka maha tuan bertahta."

Kematian sang nenek membuat Chairil menyadari sebuah kenyataan betapa pedihnya ditinggalkan oleh orang yang ia sayangi, lantas Chairil pun memetaforkan “duka” (kesedihannya) sebagai sesuatu yang bertahta, menguasai hatinya.


By DimasAlbiyan

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro