Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

Call Me Daddy (5)

Pak Dewangga cuma tersenyum lalu mengusap puncak kepalaku.

“Nanti akan ada waktunya kamu tahu,” jawabnya sambil mengecup keningku.

“Ish, kenapa sih sok misterius gitu?” Aku mendengus kesal.

Pak Dewangga tersenyum lebar kemudian menyentil hidungku dengan gemas. “Bukan sok misterius, tapi belum waktunya, El.”

“Terus kapan waktunya?” Tanpa sungkan aku melingkarkan tanganku di perut rata Pak Dewangga. Menjamah pahatan ototnya yang nyaris sempurna.

“Nanti,” jawabnya sesingkat mungkin dan berhasil membuatku penasaran.

“Ah! Nanti itu kapan? Nggak pasti waktunya. Om bikin aku penasaran. Cepet kasih tahu apa? Aku pengen….”

Ucapanku sontak langsung terhenti, ketika hangat bibir Pak Dewangga membungkus bibirku. Tangannya mengangkat daguku agar lebih mudah untuk kami berciuman.

Mataku perlahan menutup, merasakan hangat serta basah bibir Pak Dewangga yang senantiasa mengecupku. Entah mengapa jantungku langsung berdebar tidak karuan setiap mendapatkan sentuhan intens dari Pak Dewangga.

“Tidur, El. Nanti Om bisa bikin kamu capek kalau kamu nggak tidur,” ucap Pak Dewangga seraya mengeratkan pelukannya.

Seketika mulutku membungkam. Aku menurut begitu saja sambil menikmati hangatnya pelukan Pak Dewangga. Saat berada di pelukannya, entah mengapa aku merasa nyaman.

***

Bibirku tidak berhenti tersenyum saat menatap pantulan diriku di cermin sambil mengeringkan rambut. Sikap Pak Dewangga yang manis ketika menahanku pergi tadi pagi sambil memelukku dari belakang terus memenuhi otakku. Berulang kali dia mengatakan jangan pergi Elea sambil terus menciumi leher hingga pundakku.

“Ah! Kenapa sih aku ini.” Aku berbicara sendiri sambil terus mengeringkan rambut. Aku benar-benar seperti orang yang kasmaran.

[“Halo, El. Ada kabar apa hari ini?”]

Suara Gendhis serta wajahnya langsung muncul di layar ponsel ketika panggilanku dijawab olehnya.

[“Wah sepertinya ada kabar bagus nih.”] Gendhis menebak sebelum aku mengatakan apapun.

“Kenapa kamu bisa ngomong gitu?” tanyaku.

[“Wajah kamu semringah, dari tadi senyum terus kayak habis jackpot? Gimana Pak Dewangga?”]

Aku duduk sambil menyisir rambut. Sementara Gendhis mendekatkan wajahnya ke layar ponsel hingga penuh. Dia terlihat sangat ingin tahu ceritaku dengan Pak Dewangga.

“Kemarin aku….” Aku menghentikan ucapanku. Teringat betapa panasnya malam yang aku dan Pak Dewangga habiskan. Bagaimana dia memilin puting dan mengecupnya masih terasa hingga membuat bulu kudukku meremang seketika.

[“Jangan bilang kamu mantap-mantap sama Pak Dewangga?”]

Sontak aku mengangguk.

[“Serius! Ha? Gilak!”]

“Kejadiannya terjadi gitu aja, Ndhis.”

[“Terus terus? Gimana rasanya?”]

“Enak,” jawabku tanpa malu-malu. “Om Dewangga luar biasa banget.

[“Serius? So… kamu dapetin The big O?”]

Itu adalah istilah yang kami pakai ketika mengeluarkan cairan kenikmatan atau squirting.

“Iya. Cara main Om Dewangga beda banget sama Niko. Bener-bener aku ngerasa happy.”

[“Ya iyalah. Pak Dewangga pasti jauh lebih pengalaman dibanding Niko. Dilihat dari tampangnya pasti dominan banget ya?”]

“Dominan dan ngemong aku banget,” celetukku sambil tersenyum. “Semalam dia bener-bener bikin aku melayang.”

[“Ciyeee, kayaknya ada yang lagi kasmaran nih.”]

“Keliatan banget emang ya?” Aku menatap Gendhis di layar ponsel.

[“Banget!”]

“Elea.”

Aku langsung menoleh ke arah pintu saat mendengar suara ketukan dan namaku disebut.

“Bentar ya, Gendhis.”

Buru-buru aku mengenakan kimono handuk untuk menutupi tubuhku yg hanya berbalut tank top. Aku setengah berlari untuk membuka pintu.

“Om Dewa?” Aku terkejut saat melihat Pak Dewangga di balik pintu yang sudah rapi dengan setelan hitam dan dasi sebagai pelengkap. Aku memanjangkan leher, sedikit panik karena takut seseorang melihat kehadiran Pak Dewangga di depan kamarku. “Om ngapain di sini?” tanyaku sambil berbisik.

“Nganter ini,” ucapnya sambil memberikan paper bag ukuran besar warna orange.

Mataku langsung melotot saat melihat cetakan brand terkenal di paper bag tersebut.

“Apa ini?” tanyaku bingung sambil melihat ke arah Pak Dewangga.

“Hadiah,” jawabnya singkat. Mata Pak Dewangga tidak berhenti menatapku.

“Aku nggak lagi ulang tahun,” elakku.

“Nggak harus nunggu kamu ulang tahun buat kasih hadiah ‘kan? Ambil.” Pak Dewangga kembali menyodorkan paper bag-nya.

Meskipun ragu-ragu, aku menerima hadiah mahal itu. “Tapi, Om ini pasti mahal banget.”

“Sebanding sama senyuman kamu pagi ini, El,” ucapnya.

Sontak wajahku memanas dengan ucapan manis Pak Dewangga. “Ish, apaan sih. Om udah sarapan?”

“Tadi udah minum kopi.”

“Kok cuma kopi sih, nanti acaranya cukup padat loh. Makan sedikit aja deh, buat tenaga,” celetukku panjang lebar.

“Kamu mau Om bertenaga?” tanya Pak Dewangga sambil menatapku lebih intens. Kali ini dia mendekat dan sedikit mendorong tubuhku masuk ke dalam kamar.

(Baca selengkapnya di link bawah ini)

[“Gilak! Tontonan apa nih tadi.”]

Aku terjingkat saat mendengar suara Gendhis. Ternyata panggilan kami belum terputus dan dia melihat ciuman singkatku dengan Pak Dewangga.

Aku tertawa sambil memamerkan paper bag orange pemberian Pak Dewangga.

[“Wih, apaan tuh? Buka dong!”]

“Aku juga penasaran.”

Tanpa membuang waktu, aku membuka kotak tersebut dan kembali melongo saat melihat isinya.

[“Wow itu ‘kan tas keluaran terbaru yang limited edition, El! Harganya fantastis!”]

“Oh ya, berapa?” tanyaku. Well, meskipun aku tahu pasti harganya 10 kali lipat dari gajiku per bulan.

[“Dua ratus lima puluh jutaan. Pak Dewangga perlakuin kamu baik bener. Kayaknya dia juga naksir kamu deh.”]

Senyumku senantiasa tercetak sambil memikirkan perkataan Pak Dewangga semalam.

***

Meskipun di satu tempat yang sama, aku dan Pak Dewangga tidak bisa mengobrol dengan santai. Diam-diam kami saling mencuri pandang satu sama lain.

Menatap Pak Dewangga yang sedang berbicara serius dengan salah satu relasinya membuatku kembali terpesona. Dia tampak berwibawa ketika membicarakan bisnis dengan bahasa Inggris yang fasih. Secara tidak langsung, Pak Dewangga memenuhi kriteria idamanku. Hanya usianya saja yang terpaut cukup jauh. Ah, persetan dengan usia. Dia tidak terlihat seperti pria yang sudah memiliki anak seusiaku.

Senyumku spontan memudar ketika melihat seorang wanita paruh baya dengan dandanan ala wanita metropolis mendekati Pak Dewangga.

Bibir merah wanita itu dengan tanpa ragu-ragu mengecup pipi Pak Dewangga. Sementara Pak Dewangga tidak ragu untuk menyambutnya dengan senyuman lebar.

“Bukannya itu Bu Sherly? Pemilik Andromeda hotel grup?” celetuk salah satu tim Sales yang sedang mengatur rate plan hotel grand W.

“Oh iya. Mewah banget gayanya,” sahut tim Sales yang lain. “Kamu tahu nggak alasan Bu Sherly masih lajang sampai sekarang?”

“Kenapa? Denger-denger karena kriterianya yang terlalu sempurna.”

“Karena dia nunggu Pak Dewangga.”

Sontak aku memasang rungu baik-baik saat mendengar nama Pak Dewangga disebut. Aku sedikit mendekat agar lebih jelas mendengar obrolan mereka.

“Nunggu? Maksudnya Bu Sherly naksir pak Dewangga?”

“Lan kamu baru tahu? Dari zaman kuliah, terus Pak Dewangga dijodohin sama Bu Miranda. Setelah Bu Miranda meninggal, Bu Sherly beraksi lagi tuh,” ceritanya panjang lebar.

“Dia rela jadi perawan tua demi Pak Dewangga? Buset…”

“Siapa sih yang nggak tergila-gila sama Pak Dewangga? Lihat dong, udah cakep, pinter, mapan, badannya bagus, bugar, sempurna!” Dua tim Sales lalu menatap Pak Dewangga sambil berpangku tangan.

Pandanganku terlempar pada Pak Dewangga dan Bu Sherly yang sedang mengobrol serius. Namun sesekali mereka tertawa bersama. Aku mulai meremas ujung bajuku. Entah mengapa sedikit merasa kesal.

“Kalau sampai mereka jadian, Widjaja group bakal besanan sama Andromeda group nih.”

“Bakalan jadi gede bisnis hotelnya, Pak Dewangga.”

“Mereka juga kelihatan serasi.”

“Ya sama-sama old money.”

“Satu ganteng, satunya cantik dan sama-sama kaya lagi. Cocok deh!”

“Nggak! Sama sekali nggak ada cocok-cocoknya!” kesal ku sambil menggebrak meja dan pergi begitu saja.

Hah! Apakah aku baru saja merasa cemburu?

TO BE CONTINUED….

Baca bab yang terpotong dan bab 6 lebih cepat di link bawah ini

https://karyakarsa.com/Bebelove123/call-me-daddy-bab-5-dan-bab-6

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro