satu [a]
Aroma bawang putih menguar di udara, kala bercampur dengan minyak zaitun. Sebuah aksi kecil dari proses memasak yang baru saja dimulai Suri. Wanita itu dengan cekatan menggerakkan spatula di atas teflon, kemudian menambahkan daging sapi cincang. Berikut tomat, pasta tomat, air kaldu, dan bahan-bahan pendukung lainnya yang ia tambahkan selanjutnya untuk membuat saus bolognese.
Tadinya Suri tak berniat membuat spageti, tapi kebetulan bahan makanan itu ia temukan saat memutuskan untuk mengisi perutnya yang masih lapar. Tidak bisa disebut sepenuhnya lapar juga. Mengingat beberapa jam yang lalu perutnya telah terisi nasi beserta rendang buatan salah seorang temannya. Juga beberapa potong cheese cake yang ia beli dan makan sebelum sampai di apartemen.
Kapasitas lambung Suri sepertinya memang dapat menampung banyak makanan. Tidak sepadan dengan bentuk tubuhnya yang tetap terlihat langsing, dan kerap memancing rasa iri beberapa orang temannya yang gampang sekali mengalami pelebaran.
Mereka mengeluhkan makanan sebagai si biang keladi. Namun, melupakan kalau ada niat serta tindakan yang semestinya bisa terkontrol. Bukannya menimpakan kesalahan pada banyaknya makanan yang gagal ditahan masuk ke perut.
Sedangkan Suri menjadikan kegiatan makan bukan hanya sebagai penopang nyawa, melainkan salah satu kegemarannya mencicipi ragam rasa dari makanan. Menyecap beragam kelezatan tersebut mengumpul dan luruh di dalam mulutnya. Yang bagi wanita berusia tiga puluh satu tahun itu, amatlah menyenangkan menikmati makanan kala dirinya tidak lagi menuntut sebagai kebutuhan mengenyangkan perut semata.
Setelahnya, Suri menatap semangkuk besar spageti yang selesai ia buat dengan tak yakin. Porsinya ternyata berlebihan untuk dimakan satu orang. Ia lantas berpikir, kalaupun tak habis, akan ada satu perut lain yang mau menampungnya. Biasanya selalu begitu.
Ia kemudian membagi menjadi dua bagian, dan membawa bagiannya sendiri ke area depan ruang apartemen. Mengambil posisi duduk manis di atas sofa, lalu menyalakan televisi. Setelah beberapa kali berpindah channel, Suri memutuskan menonton tayangan berita olahraga yang membahas prediksi pertandingan sepakbola Liga Inggris.
Ia bukan penggandrung sepakbola, tapi hanya penjelajah random saluran televisi. Sesekali menonton sesuatu yang bukan bagian dari daftar jenis tontonannya dirasa lebih baik. Bisa mengetahui sesuatu dari hal yang tidak disukai, berarti memberi kesempatan dirinya untuk menyerap banyak hal baru. Membuka ruang perbedaan bukan sebagai masalah, melainkan penerimaan.
Proses penerimaan itu juga dilakukannya pada seseorang, yang datang bersama sisi lain dari hidupnya. Walaupun sebenarnya sisi itu tidak diinginkan Suri. Orang itu membawa sesuatu yang akan selalu menghimpit hubungan mereka berdua. Menempel serupa parasit yang sulit untuk dienyahkan.
Pemakluman akan selalu diberikan Suri untuk orang itu. Lelaki yang telah menancapkan cinta abu-abunya di hati Suri. Walaupun cinta itu belum lengkap dan utuh. Belum menatap balik Suri dengan tatapan cinta yang sama.
Namun, Suri selalu berkata kepada dirinya sendiri: tidak apa-apa.
Baru dua suapan spageti yang masuk ke mulut, saat ia mendengar bunyi kombinasi angka pin apartemennya sedang ditekan. Suri sudah bisa menebak siapa orangnya. Hanya ia dan satu orang lagi saja yang bisa mengaksesnya.
Suri tetap fokus menatap layar televisi. Kedatangan seorang lelaki yang sekarang sedang berjalan ke arahnya, tidak membuat Suri memalingkan wajah. Sampai lelaki itu duduk di samping Suri, dan tanpa aba-aba langsung melahap spageti yang terlilit di garpu. Suri berdecak, lalu menyentil tak seberapa keras dahi lelaki itu. Seolah mengingatkan untuk bersikap lebih sopan.
Lelaki yang rambutnya dikucir itu hanya tersenyum geli sambil mengusap dahinya yang telah terbiasa menerima sentilan pedas jari Suri. Lelaki itu lantas mengambil alih garpu dari tangan Suri dan memutar helaian spageti banyak-banyak. Melahapnya dalam satu tangkapan yang penuh di mulut.
Suri lagi-lagi berdecak melihat cara makan Rega yang agak bar-bar. Namun, ia memilih membiarkannya. Ia senang kalau hasil olahan tangannya bisa disukai, dan Rega adalah penikmat nomor satu masakannya.
"Masih ada, tuh, spagetinya di dapur, kalau kamu mau nambah," ujar Suri begitu spageti di piring telah tandas. Rega segera bergerak ke dapur dan kembali dengan sepiring spageti lagi.
"Sabtu nanti Kak Suri ada waktu?" tanya Rega di sela kunyahannya.
"Kenapa memangnya?" Suri balik bertanya pada Rega yang terpaut usia delapan tahun lebih muda darinya.
"Temenin aku ke acara pernikahannya Celine."
Kedua alis Suri terangkat. Ia merasa familiar dengan nama yang disebutkan Rega. "Celine yang mantan kamu waktu SMA dulu?"
Rega mengangguk membenarkan.
"Kenapa harus ditemenin juga, sih, Ga? Kamu takut nggak kuat nahan nangis gara-gara Celine udah married duluan, ya?" ledek Suri.
"Nggak," elak Rega.
"Terus buat apa pakai minta ditemenin segala?" tanyanya lagi.
Rega belum menjawab. Menunda hingga selesai menghabiskan spagetinya. Suri menarik selembar tisu, lalu menyeka sudut bibir Rega yang sedikit meninggalkan noda saus. Tindakan kecil yang biasa dilakukan Suri pada Rega. Yang bagi Suri sudah seperti adiknya sendiri.
Rega menatap Suri beberapa jenak. Sebuah tatapan yang bagi Suri tidak bermakna apa-apa.
Rega tersenyum. "Kak Suri itu cantik banget. Jadi lumayan buat gandengan."
"Sama teman kamu yang lain aja. Pasti banyak yang lebih cantik," saran Suri. Ia menganggap angin lalu pujian Rega barusan.
"Kan, udah aku bilang, Kak Suri cantik banget. Berarti nggak ada lagi yang cantik selain Kak Suri."
"Dasar," decih Suri tak acuh. Ia bangkit untuk mengambil minum. Namun, Rega malah mengekori sambil terus berkata-kata semanis permen.
"Aku kalau ngomong apa adanya. Kak Suri cantik, berarti beneran cantik," kejar Rega.
"Dan kamu tahu, kalau aku nggak akan mempan sama gombalan kamu, Ga."
"Aku nggak lagi ngegombal. Aku nggak berbakat di bidang basa-basi busuk kayak gitu."
Langkah Rega terhenti, karena Suri tiba-tiba membalikkan badan menghadap ke arahnya.
"Kalau gitu nggak perlu cari yang cantik buat kamu jadiin hanya sebagai gandengan," tekan Suri.
"Tapi aku maunya sama Kak Suri. Nggak ada yang lain," balas Rega yang tak mau keinginannya ditolak oleh Suri.
Keduanya sama-sama tahu, ada sesuatu yang terpintal pada hubungan ala kakak adik ini. Cara pandang keduanya tidaklah sama dalam menyikapi status yang terhubung di antara mereka.
Sikap kehati-hatian yang dimiliki Suri selalu berusaha menjeda kemauan Rega atas dirinya agar tidak melenceng. Kedekatannya dengan Rega tidak boleh di luar batasan jalur yang semestinya. Batasan itu pernah Suri sampaikan pada lelaki yang sudah ia anggap selayaknya adik sendiri. Namun, seperti biasa, Rega masih suka bergurau dengan pembatas tak kasat mata yang Suri bentangkan.
"Aku tetap nggak bisa."
Rega lalu melipat kedua tangannya di depan dada. "Kasih aku alasan yang masuk akal, kenapa Kakak nggak bisa temenin aku Sabtu nanti. Aku nggak menerima alasan yang terlalu klise dan remeh."
Suri tak langsung menjawabnya. Ia berbalik dan melangkah menuju kulkas. Membuka kulkas yang isinya didominasi buah-buahan, serta air mineral dalam kemasan botol.
Sempat terbersit alasan lain. Namun, Suri memilih untuk berkata apa adanya. Meskipun kemungkinannya akan terdengar tidak mengenakkan bagi Rega.
"Hari Sabtu aku harus jemput Mas Pijar di bandara, Ga."
•••☆•••
Baru bisa update cerita ini.
Jangan lupa VOTE-nya ya
Terima kasih banyak 💙
•••
BrokenHeartSongSeries adalah series cerita romansa yang terinspirasi dari lagu-lagu bertemakan 'broken heart'
⭐Senin - Rabu :
Penulis: andini_dee
Judul cerita: This City
Inspirasi lagu: This city by Sam Fischer
⭐Selasa - Kamis :
Penulis: coffeenians
Judul cerita: Kultusan
Inspirasi lagu: Kultusan by Sal Priadi
⭐Rabu - Jumat:
Penulis: inag2711
Judul cerita: Not Me Not I
Inspirasi lagu: Not Me Not I by Delta Goodrem
⭐Kamis - Sabtu :
Penulis: awtyaswuri
Judul cerita: Too Good at Goodbyes
Inspirasi lagu: Too Good at Goodbyes by Sam Smith
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro