Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

Episode #31: Pura-Pura Bahagia

You just can help someone that he wants to be helped.  

. . .

Alana

Aku mengeluarkan kameraku dan mengambil video Wingga yang sedang menghabiskan sendok terakhir bubur ayamnya. "Kita mulai ya, one-two-three, take, action!"

"Lo ngapain?" tanyanya sambil tertawa.

"Say hi dong Ngga,"

"Video buat siapa ini?"

"Buat lo di masa depan,"

"Hah?"

Aku tertawa terbahak-bahak menatap ekspresi kaget seorang Wingga Ranuvida yang tertangkap di lensa kameraku, dengan kacamata semihitam-nya yang bahkan saat makan tidak mau dia lepas. "Iya beneran, videonya buat lo di masa depan," ujarku penuh keyakinan.

Wingga tertawa lagi. "Oke, hi! Gue Wingga umur 16 tahun, belum pernah jatuh cinta dan masih jomblo," lalu dia tersenyum lebar menatap lensa kameraku.

"Jelasin kenapa belum pernah jatuh cinta!" sahutku.

"Emm, pertanyaan sulit ini. Soalnya gue juga nggak tahu kenapa. Belum ketemu orangnya kali ya. Mungkin Wingga yang bakalan nonton video ini udah sama sosok itu di sampingnya?"

"Bisa jadi-bisa jadi," aku mengangguk-angguk setuju. Aku harap, aku yang ada di sampingnya, nonton video ini.

"Udah ah, nggak videogenic gue, malu tauk di video gitu!"

Aku tertawa terbahak-bahak. "Dilihat diri sendiri kok malu. Siapa bilang lo nggak videogenic. Lo tuh fotogenic, videogenic juga. Percaya sama gue! Lo cocok jadi artis kalo mau,"

"G ue nggak mau anjir, ngapain jadi artis,"

"Jadi model deh,"

" Ogah," Wingga meminum jus wortel yang dia pesan sampai habis.

"Mimpi lo apa sih Ngga? Kenapa deh belajarnya serius banget, ikut olimpiade terus juga. Pengen jadi dokter? Fisikawan? Astronot?"

Wingga hampir tersedak. "Kenapa astronot coba?"

"Ya kan gue nanya. Tapi bener dong. Lo kalo seumpama ditinggal di saturnus gitu kayanya bakal bisa bertahan hidup deh. Kaya di film yang NASA itu, apasih itu judulnya, inter.. inter apa gitu,"

"Interstellar,"

"Nah, itu,"

"Lo mau gue puluhan tahun nggak balik ke bumi?"

"Selama itu untuk kehidupan manusia yang lebih baik di masa depan sih gue ikhlas. Nanti bawain oleh-oleh darisana jangan lupa,"

Wingga tertawa lagi. "Lo kira disana ada toko oleh-oleh macam Bakpia Pathok?"

"Siapa tahu ada alien yang terinspirasi dari manusia buat bikin toko souvenir gitu. Pasti laku deh, apalagi kalo dia jualan online, bisa delivery antar planet gitu. Nanti lo kenalin ke gue, bisa gue bantuin endorse di IG,"

"Anjir," dia tertawa lagi. Aku senang merekam dia tertawa seperti detik ini. Apalagi ketawanya sama aku. "Udah ah yuk, katanya mau refreshing?" Wingga berjalan menuju kasir sambil tertawa.

"Yah, nggak dijawab deh mimpinya apa. Sengaja ya?" Aku segera menyusulnya masih sambil memaksanya memberikan jawaban.

"Sini gue yang nyetir," ujarku meminta kunci mobil Wingga. "Kan lo sakit, gue nggak mau lo pingsan lagi,"

"Sialan. Gue nggak selemah itu kali," Wingga kesal, tapi dia tertawa. "Udah naik. Gue nggak bakal pingsan,"

Wingga sudah duduk di belakang kemudi saat aku kemudian mengancamnya. "Awas ya nanti pingsan, aku langsung koar-koar ke seluruh dunia. Ada anak SMA yang selalu dapet emas di olimpiade, ternyata dia sering stress, takut gelap, dan mudah pingsan. Mungkinkah ada arwah hantu yang merasukinya? Ataukah dia memang bukan manusia?"

Wingga tertawa terbahak-bahak.

"Yah, jangan ketawa dulu dong, kan belum take and action!" aku mengeluarkan kamera Go-Pro milik Roger yang terbawa di tasku, lalu memasangnya di dasbor mobil Wingga.

"Lo bikin video lagi?"

Aku nyengir menatapnya lalu mengangguk cepat. "Ini adalah poin penting dari refreshing hari ini. Harus di abadikan,"

Wingga mengambil topinya dari bangku belakang mobil, dan mengenakannya. Aku tertawa terbahak-bahak. "Lo berlindung dibawah topi?"

"Malu gue!"

"Nggak sekalian pake masker? Biar bener-bener nggak kelihatan wajahnya?"

"Lagian lo fotografer ngapain sih berubah jadi videografer? Ambil foto aja mending, gausah video,"

"Sama aja intinya menangkap momen. Gue lagi belajar bikin video ini, siapa tahu bisa jadi Youtubers gitu kan? Udah ah, santai aja, gue yang ngomong deh,"

Wingga mulai menjalankan mobilnya tepat saat aku selesai mempersiapkan kamera.

"Halo-halo-halo!" Wingga melirikku sinis. "Gue Alana, anak SMA biasa, nggak keren-keren amat, yang penting happy. Di sebelah gue ada tersangka pembunuhan berencana seekor ayam kampung, yang nggak pengen di shoot gitu," aku menunjuk-nunjuk muka Wingga.

Dia tertawa dalam diam, sambil menatap jalanan. "Ini kemana kita?"

"Refreshing ala Alana Kenisha part 1!"

. . .

Karena Wingga sedang sakit dan ini malam hari, aku sengaja mencari tempat jalan-jalan yang indoor aja. Kita main Go Kart indoor, makan ice cream, mampir ke Gamezone main tembak-tembakan, dan sekarang karaoke. Seperti orang gila, aku dan Wingga menyanyikan lagu apapun, mulai dari lagu lawas Indonesia Kisah Kasih di Sekolah milik Chrisye, lagu hits terkini Ed Sheeran Shape of You, sampai lagu korea TT dari TWICE.

Aku tidak menyangka Wingga ternyata juga bisa segila itu. Tuh kan, Alana tuh kan, makin suka sama dia. TT beneran deh ini.

"Udah ngantuk?" tanyaku padanya saat kita keluar dari tempat karaoke.

Waktu sudah menunjukkan pukul setengah sepuluh, memang sudah waktunya ikan untuk bobok. Tapi Wingga menggeleng, "Laper lagi gue,"

Aku tertawa tidak percaya. "Baru beberapa jam yang lalu makan!" Mendadak, muncul ide gila di kepalaku. "Takeaway ayam sama pepsi, trus makan di tempat favorit aku yuk!"

"Dimana?"

"Udah ikut aja," reflek, aku menarik tangan Wingga mengajaknya bergegas. Bodohnya, aku baru sadar pas udah sampai di KFC, kalau sedaritadi menarik tangan Wingga. Aku segera melepasnya cepat-cepat. Wingga juga seolah baru sadar, dan awkward moment paling awkward di dunia terjadi diantara kita detik ini.

Belum aku berkata maaf, dia sudah berujar duluan. "Biar gue yang beli ayam, lo duduk aja,"

Aku mengiyakan dan duduk. Bingung mau ngomong apa, tengsin gila aku sumpah. Bodoh, bodoh banget, sial. Apa yang dipikirin Wingga detik ini? Yang jelas bukan pemikiran yang baik. Oh my god. Ini kesalahan besar, Alana. Aku menggigit bibir bawahku bingung. Kayanya aku harus minta maaf dan bilang kalo tadi aku bener-bener reflek, nggak bermaksud gitu kali ya. Atau pura-pura nggak terjadi apa-apa dan melenyapkan awkward moment yang tadi keluar?

Ya Tuhan, kalo bisa mengulang waktu, aku nggak bakalan reflek menarik tangannya. Kalau saja aku bisa menghapus ingatannya, aku hapus detik ini juga.

"Lo mikirin apa hey! Dipanggil daritadi nggak denger," Wingga menepuk bahuku sampai aku terlonjak kaget, lalu dia berjalan ke arah pintu keluar KFC.

Aku tertawa kecil, lalu berjalan cepat untuk mensejajari langkahnya. Ternyata dia juga berpura-pura tidak terjadi apa-apa untuk memecahkan suasana. Makasih ya Ngga, kamu tahu banget aku lagi bingung mau ngapain. Ya Tuhan, bagaimana ini? Rasanya cintaku padanya sudah bertambah lebih dari 100% detik ini.

Aku mengeluarkan kameraku lagi kali ini. "Tersangka yang nggak mau di shoot mendadak lapar, jadi ini kita udah beli ayam, dan lagi jalan ke tempat favorit gue buat makan ayam disana,"

"Al, ini bukannya hotel?" tanya Wingga bingung.

"Iya," ujarku bersemangat. Tidak menjawab kebingungan Wingga, aku justru menatap ke lensa kameraku dan berujar. "Kita lagi di salah satu gedung tertinggi seantero kota. Yang bakalan kita lakukan adalah naik ke rooftop-nya,"

"Hah?" Wingga menatapku kaget. "Emang bisa? Buat naik kan butuh kartu security hotel-nya,"

"Bisa. Gue udah pernah. Let's go, ikutin gue,"

Aku memang pernah melakukan ini, menyelundup ke hotel berbintang yang pemandangan rooftop-nya bagus banget. Tentu saja bareng Roger dan Jihan. Cuma satu hal yang bisa bikin kita sampai ke rooftop, yaitu: luck.

Lucky kalo ada pengunjung yang kamarnya di lantai paling atas dari gedung ini sehingga naik tangga-nya nggak butuh perjuangan keras naik ratusan anak tangga. Lucky juga kalau nggak ada security yang patrol ke rooftop atau muter-muter tangga.

Dan, kita nggak lucky hari ini. Numpang naik lift bareng pengunjung cuma sampai tujuh lantai dibawah rooftop. Jadilah detik ini kita naik tangga menuju rooftop. "Ayo Ngga fighting! Cuma kurang dua lantai!" ujarku sambil berbisik. Kita tidak bisa berbicara keras-keras, nggak lucu kalo disamperin security.

"Lo sengaja bikin gue pingsan ya! Udah capek banget ini gue,"

"Mau makan disini aja?"

"Enggak!"

Aku tertawa pelan-pelan. "Kakak Wingga kasihan banget nih, udah hampir pingsan katanya gara-gara naik tangga lima lantai. Lemah banget lah ya, kalah sama Alana," ujarku pada kamera.

"Jangan di shoot!" Wingga menutupi wajahnya, yang membuat tawa tertahanku makin tak tertahankan.

Sesampainya di rooftop, aku meloncat-loncat kegirangan, sementara Wingga tersenyum dengan muka lelahnya. "Ngga? Lo belum pingsan kan?" tanyaku meneriaki Wingga yang langsung duduk di lantai rooftop.

Wingga meringis mendengar pertanyaanku. "Belum. Lo pengen banget gue pingsan ya kayanya?"

"Jelas enggak lah, nanti gue bayar tagihan IGD lo lagi. Males banget!" Dia tertawa terbahak-bahak.

Kita membuka lapak ayam goreng dan pepsi dengan beralaskan spanduk bekas yang entah kenapa dari dulu ada di ruangan semacam gudang di rooftop itu. Udara cukup dingin akibat hujan yang mengguyur deras sore tadi. Tapi seberapapun dinginnya, kalo itu sama Wingga, nggak kerasa dinginnya.

Karena hujan sudah berakhir, langit di atas sana terlihat cerah, bulan dan bintang pun tampak ikut tersenyum menyaksikan kebahagiaanku detik ini.

Setelah mengambil gambar kesana kemari, dan tentu saja tidak lupa mengambil foto Wingga diam-diam, kemudian aku membuka tripod dan memasang kameraku disana, lalu menyalakannya. "Halo! Kita udah sampek di rooftop nih! Sumpah pemandangannya bagus banget, langit juga pas lagi cerah banget. Sayangnya orang yang lagi duduk sama aku lagi nggak cerah gitu sampe punya mata panda. Kayanya dia butuh hibernasi deh buat ngilangin mata pandanya. Oh, atau dia butuh eye cream gitu kayanya. Lo mau gue beliin eye cream?"

"Gue cowok Al, masa pake eye cream,"

"Nggak ada larangan cowok ga boleh pake produk skincare Ngga, plis deh hello ini tahun 2017 loh. Bahkan cowok pake lipstick atau pake kosmetik juga ada,"

"Kecuali gue,"

"Yaiyalah. Lo nggak perlu pake make up mah udah cakep. Pake skincare aja biar tetep sehat kulitnya,"

Wingga tertawa kecil. "Emang gue ganteng ya? Sebagai cewek, menurut lo berapa persen kegantengan gue Al?"

Tet-Tot. Dia nggak sadar?

"Lo pura-pura nggak tahu kalo lo ganteng?"

"Kan gue nggak tahu pendapat cewek kaya gimana?"

"Lo pengen gue menggarisbawahi kalo lo ganteng, fotogenic, dan videogenic?"

Wingga tertawa lagi. Tidak menanggapi pertanyaanku, dia justru bangkit dari tempatnya duduk, lalu berjalan ke tepian rooftop.

Sepuluh menit berlalu, dan dia masih berdiri disana. Akhirnya aku menghampirinya, berdiri di sampingnya.

"Are you okay Ngga?" entah ini pertanyaanku yang keberapa dua hari ini. Terus menerus bertanya apakah dia tidak apa-apa dan dia terus menerus berkata tidak apa-apa. Padahal jelas-jelas ada apa-apa.

"Nggak apa-apa kok,"

"Ngapain sih pura-pura terlihat baik-baik saja?"

Wingga tersenyum kecil. "Then, what? Nangis gulung-gulung di depan orang banyak?"

"Nangis gulung-gulung boleh, tapi nggak usah di depan orang banyak," Wingga tidak tersenyum, tidak pula angkat bicara. "Gue pernah nangis gulung-gulung sampai nggak punya tenaga lagi buat nangis. Setelah itu, anehnya justru gue nggak bisa nangis sampai berbulan-bulan, padahal gue tahu gue sedih banget di dalam sini. Gue kayak lo sekarang gini, berpura-pura baik-baik saja, berpura-pura bahagia, berpura-pura ketawa,"

Kini Wingga menatapku tercekat. Dia seolah kaget kenapa aku bisa tahu apa yang sedang dia lakukan saat ini.

"Akhirnya semuanya menumpuk-numpuk, kesedihanku, kemarahanku pada diriku sendiri, kepura-puraanku. Semua itu pada akhirnya meledak, karena dia bagaikan bom waktu," aku tersenyum kecil, tanpa menatap ke arah Wingga. "Tapi, semakin cepat bom itu meledak, semakin cepat juga gue berhenti dari kepura-puraan itu. Orang lain memang nggak bisa lihat, tapi gue sendiri tahu, kalau ternyata tersenyum tanpa kepura-puraan itu lebih melegakan,"

"Lo salah sangka deh kayanya. Gue nggak berpura-pura bahagia kok hari ini Al. Beneran seru jalan-jalannya," Wingga berkata begitu sambil tersenyum lebar.

Aku menatapnya setengah tercekat. Dia seolah benar-benar sudah membangun tembok setinggi angkasa yang memisahkannya dengan siapapun. Dia menolak siapapun yang ingin membantunya. You just can help someone that he wants to be helped. Trust me, semua orang yang berusaha membantunya akan gagal. Tapi entah kenapa, aku tidak ingin berhenti berusaha membantunya, meskipun tahu akan gagal.

"Pulang yuk, udah ngantuk kan lo?" ujarnya, masih tersenyum.

"Ngga, gue pengen nanya ke lo, tapi bisa nggak kalo lo janji dulu bakalan jawab jujur pertanyaan gue?" tanyaku padanya tidak memperdulikan ajakannya untuk pulang.

Dia menatapku lekat-lekat. "Nggak bisa gue, sorry Al," dia benar-benar membangun tembok itu tanpa satupun pintu yang bisa melewatinya. "Yuk pulang,"

Akhirnya aku dan dia turun dari rooftop dalam diam. Dia bahkan tidak bertanya kenapa aku menceritakan padanya kalau aku pernah ada di titik hampir depresi, atau sudah depresi. Sebegitu takutnya dia diminta untuk menceritakan masalahnya? Sampai kapan Ngga, mau pura-pura baik-baik saja?

"Gue ke toilet bentar, lo tunggu di mobil aja," Wingga memberikan kunci mobilnya padaku.

Sesampainya di mobil, mendadak aku merasa perlu membuka postcard itu. Aku ingat sekali Wingga meletakkannya di buku Organic Chemistry miliknya. Dan sepertinya dia membawa buku itu di ranselnya yang ada di jok belakang. Aku berbalik ke jok belakang, lalu membuka ransel itu, dan benar. Buku super tebal itu ada disana. Aku segera membukanya cepat-cepat, mencari amplop putih itu. Tanpa berpikir panjang, aku membuka amplop itu dan mengeluarkan sebuah postcard yang ternyata hanya berisi beberapa kalimat saja.

Aku mengernyitkan dahi membaca tulisan itu.

Tiba-tiba, belum aku memasukkannya lagi ke amplopnya, ada seseorang yang membuka pintu kemudi mobil. Dengan panik, aku segera memasukkan postcard itu ke amplopnya, dan memasukkannya ke buku tebal itu lagi.

"Nggak jadi ke toilet gue..," itu suara Wingga, kalimatnya menggantung, dia kaget mendapati aku menghadap ke jok belakang mobilnya. " Lo ngapain Al?"

. . .

To be continued..

Hello semua, jarak upload antara yang kemarin cepet banget yah! hahahah lagi semangat nulis nih, dan kalo engga di upload nanti nggak nulis-nulis episode selanjutnya. Jadi ini berusaha upload di jam makan siang lab hahahaha

Oiya, hari sabtu nanti Insya Allah aku mau jalan-jalan ke festival bunga canola gitu. Bikin kuis hadiah foto lagi kali yah? Tapi apa ya tebak-tebakannya? Ehhm bingung wkwkk

Foto yang kemarin aja belum di upload ya di IG. Very soon ya, belum sempat liatin fotonya satu-satu hehe

Jeng jeng jeng, pertanyaannya: Alana sama Wingga bakalan jadian nggak? Kasih alasan ya jawabannya kenapa~

See you guys!

IG: fifi.alfiana Wattpad: fifi_alfiana

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro