Episode #28: Apakah dia tahu?
Please, don't come too close. It is fragile.
. . .
Wingga
"Kalo sekarang, gue boleh tahu isi kamera lo nggak?" Kalian tahu bukan itu yang sebenarnya ingin kutanyakan.
Alana tertawa. "Ternyata lo penasaran banget ya?" Dia tidak mungkin tertawa begini kalau aku menanyakan apa yang benar-benar membuatku penasaran.
Pertama, mari kita lihat apakah dia menghapus foto-fotoku disana atau tidak. "Penasaran banget sih enggak, penasaran aja,"
Dia mengulurkan kameranya kepadaku. "Nih,"
Aku membuka recent taken photos-nya. Ternyata tidak ada fotoku sama sekali. Hanya foto-foto landscape, Jihan, Roger, dan teman-temannya yang lain yang aku tidak tahu siapa mereka. Kenapa dia hanya menghapus foto-fotoku?
"Foto-foto yang lo ambil tone-nya kalem ya, nggak ceria-ceria banget gitu. Nggak terlalu colorful. Berkebalikan banget sama karakter lo,"
"Oh ya?"
Aku mengangguk cepat, tanpa menatapnya. "Lo kan kelewat ceria gitu orangnya,"
Tanpa melihatnya, aku tahu dia tersenyum.
Kedua, mari kita gunakan premis Arden tentang Muse yang dia katakan padaku, tapi untuk objek lain. Karena entah kenapa tiba-tiba aku tidak ingin menanyakan kepadanya apakah itu pacarnya. "Roger itu Muse lo ya Al?"
Alana terhenyak menatapku.
"Kenapa hari ini semua orang pada nanya tentang Muse ya?" ujarnya kemudian. "Gue bahkan baru tahu hari ini makanan apakah itu Muse,"
"Oh ya?" Aku tertawa kecil. "Siapa aja emangnya?"
Alana menatapku sejenak berpikir, lalu mendadak tersenyum lebar. "Rahasia,"
"Sialan," Aku mendengus kesal.
"Yang jelas sih Roger bukan Muse gue. Ada orang lain yang lebih menginspirasi gue buat berkarya,"
"Siapa?" aku sedang menahan diri untuk tidak mengatakan pertanyaan ini: Gue?
"Ih, kepo banget sih. Rahasia lah," liriknya sinis. Lalu dia menarik buku Organic Chemistry milikku yang terbuka di atas meja eksperimen.
"Lo baca semua isi buku ini?" aku tahu dia hanya ingin mengalihkan pembicaraan. Tapi yasudahlah, aku juga tidak mungkin bertanya apakah Muse dia itu gue kan? Kesannya kaya gue ge'er banget pede gila gitu.
"Iya. Itu buku wajib kalo lo mau ikut olimpiade kimia,"
Dia membuka asal buku tebal itu, tidak tertarik sedikitpun. "Anjir Bahasa Inggris semua, rumus-rumusnya banyak. Nggak habis pikir gue ternyata ada manusia yang addicted to this kind of things,"
Aku tertawa kecil. Tiba-tiba terdengar bunyi nyaring suara drying oven yang sejam lalu aku memasukkan endapan untuk mengeringkannya. Tentu saja salah satu agenda praktikumku hari ini.
"Sebentar ya,"
Aku meletakkan kamera Alana Kenisha di meja dekat tempatnya membuka bukuku, dan beranjak menuju drying oven itu yang ada di laboratorium ruangan bagian dalam. Lalu aku melanjutkan prosedur terakhir dari eksperimen itu, memasukkan hasil pengeringan endapan tadi ke dalam exsiccator untuk mendinginkannya selama dua puluh atau tiga puluh menit.
Bodohnya, lima menit setelah aku meninggalkan Alana, barulah aku ingat bahwa amplop berisi postcard milikku ada di sela-sela buku Organic Chemistry itu, yang sekarang ada di tangan Alana Kenisha. Tidak mungkin dia menemukannya dan membuka isi amplop itu kan?
Aku kembali ke ruangan utama laboratorium dengan tergopoh-gopoh.
Sesampainya disana, ternyata Alana Kenisha sedang memegang kameranya dengan posisi memotret pemandangan yang terlihat dari jendela laboratorium. Dia reflek menatapku kaget.
Tiba-tiba dia mengernyitkan dahi bingung. "Ngga? Lo nggak papa?" dia mengeluarkan kata-kata itu sambil menahan tawa.
Sial. Aku lupa belum mengenakan kacamata semi hitam yang tadi kulepas karena harus melanjutkan prosedur eksperimen.
Alana sukses tertawa terbahak-bahak menatapku. Aku yang tadinya panik berpikir dia akan menginterogasiku macam-macam kalau melihat kantung mataku, kini juga ikut tertawa.
"Sumpah Ngga, lo kaya panda. Untung lo nggak gendut ya, kalo iya sih sumpah udah nggak bisa bedain sama panda kayanya gue," ujarnya masih di sela-sela tawa.
Aku menjadi orang yang tertawa oleh tawa orang lain, detik ini. Menatapnya tertawa membuatku entah kenapa tertular untuk ikut tertawa juga.
"Lo nggak tidur semalem Ngga? Ngapain?" tanyanya masih sambil tertawa. "Belajar?"
Aku berbalik mengambil kacamata semihitamku dan mengenakannya saat aku kembali ke ruangan tempat Alana Kenisha duduk disana. Tawanya makin menjadi saat mendapati aku berjalan ke arahnya dengan mengenakan kacamata itu. Sial.
Beruntung, tawa Alana berakhir karena ada telepon masuk ke handphone-nya.
"Di laboratorium Kimia. Kenapa? Oh, sekarang? Dimana? Yaudah gue langsung kesana abis ini," Aku mendengarkan dia menjawab telepon itu.
"Jihan?"
Alana menggeleng singkat. "Roger, minta ditemenin ambil perlengkapan foto buat besok,"
Aku mengangguk-angguk paham. Lalu berpura-pura sibuk membaca buku Organic Chemistry yang ada di meja eksperimen di depanku sementara Alana memasukkan kameranya ke dalam tas, dan mengenakan tas ranselnya. "Besok lo sampe jam berapa disini?"
"Kenapa?"
Alana melirikku sinis. "Nggak jadi deh,"
"Mau gue bantuin jadi talent foto di pemotretan?"
Untuk sesaat, dia menatapku kaget. Sepertinya dia curiga aku tahu kalau sebenarnya ada foto-fotoku di kameranya kemarin.
"Enggak deh makasih, lagi nggak pengen motret panda gue," ujarnya sambil cekikian, berlalu menuju pintu laboratorium. Lalu dia berpamitan melambaikan tangannya ke arahku.
Sepeninggal Alana Kenisha, aku membuka sela-sela buku Organic Chemistry tempat aku menyelipkan amplop postcard dari Papa. Kamu tahu benar kan kemampuan menghafalku di atas rata-rata? Aku ingat betul kemarin aku menyelipkannya di bab ke 22 buku itu. Dan sekarang dia ada di bab 20. Apakah Alana Kenisha yang membukanya dan salah meletakkannya kembali, ataukah ingatanku yang memang menjadi kabur akibat kekurangan tidur?
. . .
To be continued..
Heloo teman-teman tersayang!
Sooooo happy bisa update lagi, mengejar ketertinggalan ditengah kesibukan maksimal mau midterm exam. Dan sooo happy juga pada banyak banget komen di part-part sebelumnya. Maaf banget belum bisa bales satu2, very soon ya pasti aku bales! Aku selalu udah baca komennya karena aku selalu menanti2 komen baru yang dateng, cuman belum sempat balesin. Anyway, thank you to the moon and back! *kecupmanja
Oiya, ini hadiah buat adek cantik @_honeybee09 salah satu pembaca yang kemarin menang tebak-tebakan nggak jelas dari aku. Karena kalo semuanya di post disini berasa spam banget. Besok aku mau upload di IG aja hahaha. Foto ini benar-benar farewell buat Spring karena bunganya udah hampir habis. >.<
Buat semua pembaca yang sedang UN, semoga sukses ya! Beneran kok, effort never betrays~
Kembali ke cerita ya, kira-kira apa jawaban dari pertanyaan Wingga di paragraf terakhir? Alana kah yang membuka amplop itu? Semakin kesini semakin seru ga sih? Hehe aku pribadi nulisnya jadi yang hati-hati gitu, ini bener ga ya, gini oke ga ya, galauuu maksimal haha
Karena kemarin ada komen yang protes tumben ga ada foto di bagian bawah cerita kek biasanya gitu kan ya. Jadi ini foto Wingga hari ini:
PS: Lagu nggak ada hubungannya sama cerita kok, cuma lagi suka aja gara2 dengeri mulu di jalan-jalan disini hehe
Semoga menghibur ya~ See you tomorrow!
Oiya lupa belum minta maaf kalo upload malem-malem hahaha
fifi.alfiana
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro