Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

Episode #25: What's going on with you, Ngga?

. . .

Alana

Roger terus menerus menggodaku dengan seluruh jurus kepo dan kealay-annya yang maksimal. Sampai ketika kita tiba di taman depan kelas Wingga, ternyata dia tidak tampak ada di dalam kelas. Aku hanya mendapati teman-teman sekelasnya masih mengobrol disana, termasuk Edo dan Arden yang tadi siang sempat ketemu di kantin.

Aku membuka handphone-ku, berniat akan mengirim DM padanya, saat chat Jihan masuk ke Line-ku.

Jihan : Ini nomor handphone Wingga, 081201202xx. Rasha ternyata punya nomornya.

Aku menatap chat dari Jihan itu termenung.

"Kenapa?" tanya Roger.

"Gue telfon apa DM aja ya Ger?"

Roger manatapku bengong, tidak habis pikir karena ini sepele banget tapi aku kebingungan.

"Mau gue yang telfon?" Roger menyambar handphone-ku yang kutahan sekuat mungkin tidak ingin dia merebutnya. Akhirnya dia mengalah.

"Iya, iya gue telfon,"

Sama sepertiku, ada waktu senggang sedikit, Roger pasti mengeluarkan kameranya. Kini dia mengambil fotoku yang sedang menelfon Wingga. Ternyata Wingga sedang ke toilet. Dia terdengar sangat kaget mendapati aku menelfonnya. Mungkin dia kaget karena nggak nyangka aku bisa punya nomor handphone-nya kali ya. Eh tapi ngapain juga ya kaget? Ah aku lagi nggak mood mikir. Aku duduk di bangku taman depan kelas Wingga itu. Sementara Roger masih mengambil foto, melihat sana-sini mencari objek.

"Mana si Wingga?" tanyanya.

"Toilet," jawabku singkat.

"Ini kalo dia dateng, kita langsung ikutin dia pulang gitu Al?"

"Nggak tahu,"

"Lah,"

"Harusnya sih gitu. Tapi tadi dia bilang mau ke perpus buat belajar,"

"Trus kita ngikutin dia ke perpus dulu gitu?"

"Nggak tahu gue Ger,"

"Lo yang tegas dong! Harus jelas prosesnya kaya gimana untuk mencapai suatu tujuan," ujarnya bersungut-sungut.

Aku menatap Roger sinis. Lalu dia tertawa terbahak-bahak, senang karena sudah membuatku kesal. "Oiya, lo ikut kan nanti hunting foto tema Acromatopsia?"

"Kok nanti ger?"

"Ya maksud gue weekend nanti,"

"Jelas ikut lah. Kan gue suka banget tone foto hitam putih. Kenapa?"

"Lo bantuin gue ya nanti,"

"Pemotretan endorsement apa lagi lo?"

"Tote bag doang kok,"

Aku menunjuk wajahnya kesal. "Kaya gini aja bilangnya tote bag doing kok, pas disana nanti ternyata ada belasan barang lain. Ngaku nggak lo?"

Roger meringis lebar. "Nanti gue traktir nonton kaya biasanya lah. Lo perhitungan banget sih sama gue sekarang. Mentang-mentang udah kenal Wingga ya,"

Aku tidak mempedulikan gerutuan Roger. Tampak oleh mataku, Wingga sedang berjalan ke arah sini. Dan aku selalu tidak bisa menghentikan tanganku untuk melambai ke arahnya. Dia membalas lambaian tanganku dengan senyuman. Aku segera mengenalkan Roger ke Wingga, dan seperti biasa, Roger langsung sok akrab.

"Selain dikasih tahu si nona yang sukanya sinis mulu ini sih gue juga udah tahu lo siapa dari majalah sekolah, kan lo anak olim terkenal nggak kaya gue apalah cuma tukang foto," sembari berkata begitu, Roger memotret Wingga dengan kamera yang tergantung di lehernya.

Aku melotot menatapnya. Roger tertawa lagi, dan ternyata Wingga juga ikutan ketawa. "Bisa aja lo Ger," ujarnya di sela-sela tawa.

"Kan emang bener, seorang Wingga, jawara medali emas olimpiade apapun! Keren banget lo. Makan apa otak bisa encer gitu?"

"Indomie," ujar Wingga asal, membuat Roger tertawa lagi. Roger memang aneh, nggak lucu pun dia juga ketawa.

"Oiya, ini lo langsung pulang kan Ngga? Jadi gue ambil kamera ke rumah lo?" tanyaku setelah aksi sok akrab Roger berhenti.

"Lo butuh cepet banget kameranya?"

"Yah, nggak gitu-gitu amat sih,"

"Dipakenya baru nanti pas weekend kok Ngga, ada event hunting foto," Roger menyahut. Sialan, minta ditimpuk ini anak.

"Kalo gitu nggak papa dong gue bawain bes..."

Belum sampai Wingga menyelesaikan pertanyaannya, aku sudah dengan tegas mengatakan, "Nggak bisa,"

Ucapanku membuat Wingga kaget dan terdiam seribu Bahasa. Aku tersenyum lebar menatapnya. "Sorry, gue nggak kebiasa nggak bawa kamera kemana-mana Ngga,"

Bukan itu alasan sebenarnya, tentu saja. Aku menangkap senyuman licik Roger terkulum di sudut bibirnya.

"Yaudah nggak papa gue langsung pulang deh," ujar Wingga akhirnya.

"Iya, sekali-sekali lah lo pulang lebih awal, istirahat di rumah, liat tuh kantung mata udah ngalah-ngalahin panda,"

Wingga tertawa lebar. "Bisa aja lo Al,"

"Mending lah Wingga punya kantong mata gara-gara belajar. Nggak kaya lo..," Roger menggantungkan ucapannya.

"Apa? Apa?"

"Scroll Instagram mulu nggak tidur-tidur,"

"Yaelah, itu mah elu juga anjir," gerutuku kesal.

Wingga lagi-lagi tertawa mendengar joke tidak bermutu milik Roger. Yah, joke ala Roger memang tidak ada yang bermutu, mungkin dia perlu sekolah stand-up comedy atau apalah gitu biar agak terdidik dan bijaksana dalam menentukan joke.

"Ini lo bareng sama gue apa gimana Al?" tanya Wingga setelah tawanya berakhir.

Aku menggelengkan kepala cepat. "Gue sama si Roger aja Ngga. Baliknya nanti gimana gue kalo bareng sama lo," aku tahu aku sedang meruntuhkan sebuah tower kesempatan emas untuk yang kedua kalinya, satu mobil dengan seorang Wingga Ranuvida. Tapi aku benar-benar tidak sedang dalam mood yang membuatku ingin mengobrol dengan Wingga. Aku yakin dia akan mengorek alasan kenapa aku tidak memperbolehkan dia membuka kameraku, dan sebangsanya.

"Yaudah gue ambil tas dulu. Ketemu di deket gerbang ya,"

Aku mengiyakan dan Wingga berlalu menuju ke kelasnya.

"Tebak, gue punya apa," Roger mendadak mendekat ke sampingku, sambil menunjukkan layar kameranya ke arahku.

"Apaan?"

Roger menekan tombol display foto yang baru saja dia ambil. Yang ada disana adalah fotoku dan Wingga, saat kita mengobrol tadi. Bagusnya adalah di foto itu Wingga sedang tertawa, dan aku tersenyum menatapnya. Bukan Roger kalau nggak bisa menangkap momen dengan begitu ahlinya.

"Sumpah! Lo emang sohib gue paling keren sedunia Ger! Nggak salah gue ajakin lo kesini ya. Selain berguna buat jadi tukang ojek, juga berguna jadi tukang foto!" ujarku sangat bersemangat. Tentu saja juga berguna jadi tukang penetralisir awkward moment.

"Jelek banget sih konotasinya! Paling keren kok jadi tukang?! Gue hapus nih ya fotonya," ujar Roger bersungut-sungut kesal.

Secepat mungkin aku merebut kamera Roger dari tangannya, berusaha menghalaunya menghapus foto itu. "Yah, jangan dong! Gue deh yang traktir nonton! Beneran suer nggak bohong, trus weekend nanti gue siap jadi model semua job pemotretan endorsement lo deh,"

"Nah gitu dong, give and take!" aku mencibir lima senti mendengar kalimat Roger ini. Kemudian menggaet tangannya untuk menggeretnya berjalan ke parkiran.

Detik itu, dari kaca jendela kelas XI IPA 1, tampak dari sudut mataku, Wingga menatap ke arahku dan Roger. Hanya sepersekian detik di sela obrolannya dengan teman-teman sekelasnya yang masih nongkrong disana, tapi aku tahu dia memandang ke arah sini. Apa yang dia pikirkan?

. . .

Aku dan Roger mengikuti mobil Wingga dari belakang. Wingga yang sudah sampai lebih dulu, segera memarkir mobilnya dan membawakan kameraku ke depan rumah. Wingga mengulurkan tas berisi kameraku dari jendela mobil Roger.

"Lo nggak buka kameranya kan?" tanyaku memastikan.

"Apasih isinya? Lo sampe segitunya banget,"

"Rahasia,"

Wingga tertawa kecil mendengar jawabanku. Entah kenapa. " Mau mampir dulu nggak?"

Belum aku menjawab iya saking excited-nya diajakin mampir ke rumahnya, tiba-tiba ada bapak tukang pos yang mendekat. "Permisi, ini benar rumah nomor 12D kan ya?" tanyanya.

Wingga mengangguk. "Iya benar, Pak,"

Tukang pos itu kemudian mengulurkan sebuah amplop putih, dan meminta Wingga untuk menandatangani lembar penerimaanya.

Wingga mengernyitkan dahi menatap amplop putih itu.

"Surat ya?" tanyaku.

"Dari bentuknya, postcard kayanya," ujar Roger menyahut dari belakang kemudi.

Sama penasarannya, Wingga kemudian menyobek amplop putih itu, dan mengeluarkan isinya.

Mendadak, wajahnya shock dan berubah pucat pasi. "Kenapa Ngga?"

Mata Wingga masih menatap postcard itu termenung, masih dengan ekspresi kagetnya seolah adanya postcard itu di tangannya adalah sesuatu yang mustahil. "Ngga? Lo nggak papa?"

Wingga akhirnya tersadar dari termenungnya, dan menatapku, masih dengan raut mukanya yang kebingungan. "Lain kali aja ya mampirnya. Ada hal penting yang harus gue selesein," ujarnya tiba-tiba, dengan suara serak seolah mengandung ketakutan yang berlebih. "Maaf ya,"

Aku dan Roger masih bengong, kaget oleh perubahan drastis sikap Wingga barusan. "Iya Ngga, selaw aja kapan-kapan juga bisa mampir kok," Roger menyahut.

Aku tersadar dari bengongku kemudian sadar aku juga harus mengatakan sesuatu. "Semangat Ngga!"

Wingga tidak menoleh sedikitpun sampai masuk ke gerbang rumahnya. Dia bahkan terlihat tidak fokus menatap jalan menuju pintu rumahnya sendiri. Dia berjalan sempoyongan seolah hampir jatuh di setiap langkahnya. What's happen with you, Ngga? Apakah ini ada hubungannya dengan phobia gelapnya?

"Lo nggak pengen ngejar dia nanyain kenapa?" suara Roger tiba-tiba membuyarkan pikiranku.

"Gue siapa Ger buat dia?"

"Alana,"

Aku terdiam. If I am Alana, that's what will I do, eh? Alana yang tidak pernah menyerah, Alana yang kepo maksimal dengan perjuangan apapun, Alana yang sebegitunya selalu sembunyi-sembunyi memotretnya dari jauh. Roger membuka kunci pintu mobilnya. Aku menatapnya sambil berpikir. Yaelah, kenapa sekarang mikir sih Al, biasanya juga ngejar-ngejar hunting foto Wingga nggak pake mikir. Aku mencengkeram gagang pintu mobile rat-erat. Yah, setidaknya aku harus tahu dia nggak apa-apa.

. . .

To be continued!

Hampir jam 12 malam ya di Indonesia? Maaf ya lagi-lagi update-nya malam. Semoga ada yang baca :'

Tiga hari ini disini hujan deras banget, angin kencang banget, bikin sedih padahal cherry blossom-nya bagus banget dimana-mana. Apa cuacanya sama ya kaya suasana hati Wingga yang lagi sedih? #eeaa nyambung-nyambunginnya ga lucu haha

Maaf ngelantur.

 Apa yaa kira-kira isi postcard yang diterima Wingga? Kenapa dia sampe kaget kaya gitu ya? Yuks main tebak-tebakan~ Yang bener nanti aku kirimin foto tulisan di kertas pake background cherry blossom dari Korea! *maafkalohadiahnyagapenting *cumabisaini

Oiya, buat yang nanya Roger ini yang mana ya kok tetiba muncul, Roger udah ada dari awal kok. Cuman sejak insiden Alana ketemu sama Wingga, si Roger nggak pernah terlibat. Baru ini bener-bener terlibat. Roger ini sahabat kentalnya Alana di klub fotografi. Pada bingung trus tiba-tiba Roger suka sama Alana? Dari awal juga udah ada hint tentang ini kok. Mungkin perlu diperjelas ya nextnya? Atau kita bikin list 20 fakta tentang setiap character-nya apa ya? Gimana menurut kalian?

Saranghe! See you tomorrow!

fifi.alfiana

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro