Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

25 :: JANGAN MUNDUR.

Ekhem (keselek oleh kenyataan)

Huhuhu, gens eliminasi telah tiba:( apapun yang terjadi itu yang terbaik:( doain aqu:( emg kamu tega liat aku pergi dan mengantung?):

***

(Untuk Mily dan untukmu)

🚐🚐🚐

Setelah peristiwa beberapa hari yang lalu saat Juwita mengucapkan kata yang langsung membongkar semuanya, Mily pun menjadi malu dan takut bertemu Surya. Tidak punya keberanian lagi untuk menghadapi lelaki itu yang sudah ia lukai dengan kebodohannya. Mily tidak menyangka jika otaknya sangat tumpul untuk memahami sesuatu, dan juga egonya yang terlalu besar hingga ketika Surya ingin menjelaskan ia selalu menghindar serta langsung pergi tidak ingin mendengar apapun. Andai Mily tidak keras kepala maka masalah ini tidak akan berlarut-larut sampai harus melukai Surya dan juga tentu dirinya sendiri. Andai Mily bisa memutar waktu, maka ia tidak akan langsung pergi begitu saja meninggalkan Surya dulu. Tetapi nasi sudah menjadi bubur, semuanya telah hancur dan Mily sempat terpuruk sendiri. Tetapi ketika mengetahui berita dari Juwita jika Surya mengajaknya keluar untuk menyelesaikan masalah ini Mily pun jadi kesenangan sendiri. Hanya beberapa saat itu terjadi lalu setelahnya Mily berubah pikiran hingga adegan Juwita memaksa Mily bersiap-siap malam ini harus terjadi.

Mily tidak ingin menemui Surya yang telah ia gantung beberapa hari atas ketidakpastian hubungan mereka, antara masalah itu sudah selesai atau masih terus berjalan. Tapi, untung saja Juwita ada. Karena jika tidak maka Mily tidak akan berdiri di depan pintu rumahnya yang seketika mendapati Surya dan Nino—ayahnya sedang berbincang bersama. Mily meremas ujung bajunya yang dipilih Juwita dan tentu gadis itu yang memakaikannya paksa karena Mily terus menolak. Ia benar-benar hampir meledak karena Juwita bersikeras agar ia pergi bersama Surya.

Gadis itu berdiri kaku sambil menggaruk kepalanya merasa canggung karena akhirnya ia berhadapan lagi dengan Surya. Lelaki itu terlihat baik-baik saja, walau ada lingkar hitam di bawah matanya. Melihat itu Mily yakin jika Surya sangat tersiksa dengan masalah tidak perlu kemarin.

"Kamu mau keluar sama dia?" tanya Nino saat mengetahui Mily sudah ada di sampingnya.

"Iya, Pa," jawab Mily pelan.

Surya tidak bisa menahan senyum kesenangannya. "Om, saya izin ngajak Mily keluar. Saya janji kita nggak bakal pulang telat."

"Yaudah, sana. Tapi kalau anak saya lecet sedikit berarti kamu harus siap tinggal nama doang." Nino Menatap tajam Surya lagi, berniat ingin menakuti lelaki itu tetapi Surya sama sekali tidak terpengaruh, ia malah mengangguk yakin dengan senyumannya yang tidak luntur sedikit pun.

***

Jalanan malam ini yang masih wilayah kompleksnya entah mengapa tiba-tiba terasa sangat sunyi dan dingin. Mily yang terduduk dibangku boncengan belakang semakin mengeratkan genggaman pada pegangan sepeda Surya agar tidak terjatuh. Sementara Surya terus mengayuh santai, sambil sesekali melirik Mily dari kaca spion sepedanya. Gadis itu terdiam saja dengan mata memandangi rumah-rumah yang dilewati. Mily tidak terlihat keberatan dengan kendaraan Surya, malah tersenyum samar menikmati dirinya yang berada di atas sepeda. Melihat itu Surya semakin tersenyum. Ia memilih tidak membawa motor apalagi mobil karena tempat tujuannya begitu dekat. Lapangan kompleks Jomblowati, tempat pasar malam diadakan. Surya mengajak Mily kesana karena gadis itu ingin sekali menginjakkan kaki di pasar malam tetapi harus tertunda beberapa hari karena masalah itu.

Mereka berdua sudah setengah jalan, tetapi belum juga ada percakapan yang keluar. Surya dan Mily sama-sama gugup, ingin membuka suara tetapi tenggorokan terasa disumbat oleh sesuatu. Mily terus diam memikirkan apa yang akan terjadi nanti dan Surya pun hanya bisa menipiskan bibir sambil memutar otak agar kecanggungan ini segera berakhir.

Bertemu kembali setelah kejadian beberapa saat yang membuat hari-hari keduanya terasa sangat tidak mengenakkan memang berhasil menciptakan suasana yang tidak biasa. Surya yang tidak tahan lagi jika terus begini mulai menjalankan aksinya dengan mengerem mendadak hingga Mily yang tidak bersiap-siap seketika terhuyung kedepan dan refleks melingkarkan tangan di perut Surya. Rencana yang cukup tidak baik karena bisa menjatuhkan Mily tetapi untungnya ia berhasil mendapatkan apa yang diinginkan dari mengerem mendadak.

"Kenapa, Kak?" Mily akhirnya berbicara.

"Tadi ada kodok yang lewat. Lo nggak apa-apa, kan?" tanya Surya berpura-pura sambil menoleh sedikit kebelakang dengan senyum yang ditahan agar tidak melebar.

"Nggak apa-apa," jawab Mily tenang. Ketika sadar jika ia memeluk Surya, gadis itu mengerjap-ngerjapkan mata lalu berniat menarik tangan kembali tetapi Surya langsung  menahan.

"Nggak usah dilepas tangannya. Biarin seperti itu. Entar lo kenapa-kenapa kalau nggak pegangan." Surya mengigit bibir, berharap Mily menuruti.

"Ada pegangannya, kok," kata Mily sambil kembali ingin menarik tangan tetapi Surya menahan lagi.

"Lo lebih aman kalau meluk gue, Mil. Lagian, lo kenapa malah mau pegangan sama sesuatu yang keras? Pegangan sama gue sekalian meluk, kan, lebih nyaman?" Surya menepuk lingkaran tangan Mily. "Jangan dilepas kalau kita belum sampai," lanjut Surya final. Tidak ingin mendengar Mily protes lagi ia pun sudah mengayuh sepedanya kembali.

Mily terdiam. Tanpa sepengetahuan Surya gadis itu perlahan mengangguk setuju dengan bibir tersenyum malu-malu lagi yang sudah cukup lama menghilang. Mily justru tanpa memikirkan apapun semakin mengeratkan pelukannya hingga Surya yang merasakan seketika sumringah sendiri. Lelaki itu kian melambatkan laju sepedanya, dan bersamaan dengan hadirnya sentuhan pada punggung belakangnya. Kepala Mily sudah disandarkan sambil digesek-gesekkan meminta kenyamanan lebih. Surya mengigit bibir, rasa rindunya pada sentuhan gadis itu sudah terbayar semua malam ini.

"Waktu, gue mohon berhentilah sebentar. Biarkan gue berlama-lama menikmati pelukan dia. Gue suka seperti ini...."

🚐🚐🚐

Sebenarnya jarak lapangan kompleks dari rumah Mily tidak terlalu jauh, tetapi mereka berdua sampai setelah menghabiskan waktu beberapa menit. Dan itu semua adalah ulah Surya yang sengaja dilakukan.

Setelah memarkirkan sepeda, Surya langsung mengajak Mily masuk. Gadis itu tentu tersenyum lebar, merasa sangat senang karena akhirnya ia bisa menginjakkan kaki di pasar malam yang sudah sejak lama ia tunggu-tunggu untuk segera dibuka. Mily berjalan dengan melompat-lompat, seperti anak-anak yang kesenangan melihat berbagai wahana dan makanan terpampang jelas dimatanya.

Surya yang melihat terkekeh-kekeh. Mily tidak akan pernah berubah dan ia bersyukur gadis itu sudah kembali pada karakternya yang dulu, tidak seperti kemarin. Mengingat itu Surya seketika menggeleng, merasa takut sendiri jika keadaan itu akan ia rasakan kembali. Terlalu menyakitkan.

"Kak, ayo," panggil Mily dengan suara malu-malunya.

Surya tertawa pelan, akhirnya ia bisa mendengar nada panggilan serta wajah tersipu Mily lagi. Seraya berjalan mendekati Mily, bibir lelaki itu tidak pernah bosan terus mengukir senyuman. Ternyata, bahagia itu sangat sederhana. Cukup dengan ini, perasaan Surya sudah melambung.

"Kak, mau beli itu." Mily menunjuk pada pedagang yang menjual gulali beraneka ragam bentuk. Gadis itu berjalan duluan menghampiri yang tentu diikuti Surya.

"Mau bentuk apa?" tanya Surya.

"Bentuk love aja," pinta Mily lalu beberapa detik kemudian Surya sudah memberikan setelah selesai dibayar. Mily pun tanpa berbicara lagi langsung mencicipi. Surya hanya bisa memandangi dengan tatapan dalamnya.

"Jangan sering-sering makan gulali, ya?" ucap Surya tiba-tiba.

Mily dengan cepat menoleh. "Kenapa?"

"Gue takut liat gulalinya jadi minder, karena dimakan sama cewek yang lebih manis daripada dia," tutur Surya lembut. Kemudian melempar senyum geli ketika Mily langsung berpaling menyembunyikan wajah merahnya.

Mily menggigit kuat gulali itu. Jantungnya perlahan semakin liar lagi. Karena merasa pipinya yang tidak layak diperlihatkan, gadis itu berjalan meninggalkan Surya. Merasa sangat malu dan perlahan merasa tidak menginjakkan kaki pada tanah, Mily merasa melayang sekarang.

Memandangi kepergian Mily, Surya menggaruk kepalanya kian grogi dan merasa jantungnya meletup-letup. Ia bingung pada diri sendiri, siapa yang melemparkan gombalan? siapa yang malah ikut tersipu? Surya menipiskan bibir, mengambil napas dalam lalu menyusul Mily, dan menyamakan langkahnya dengan gadis itu.

Mereka berdua berjalan dengan kesibukan masing-masing. Menata perasaan kembali yang tadi dibiarkan ambyar, dan berantakan. Surya dan Mily diam sambil mengontrol jantung yang sama sekali tidak bisa santai. Kebersamaan mereka malam ini benar-benar melumpuhkan segalanya.

Meski Mily terlihat meluruskan pandangan tidak ingin melihat Surya, tetapi sebenarnya gadis itu terus mencuri pandang. Ketika berhasil melihat wajah Surya, maka Mily akan menggigit gemas gulalinya. Terus seperti itu hingga berjalan separuh pada pasar malam ini. Surya tidak berbicara, masih sibuk pada perasaannya. Sementara Mily sudah bosan dan melirik kesal kearah Surya yang tidak kunjung menggenggam tangannya. Katanya jika ia ada didekat Surya, maka lelaki itu tidak bisa menahan diri untuk menggenggam
tangannya. Tapi sekarang itu tidak terjadi. Mily berdecak, memasang wajah jengkel sesaat tetapi tiba-tiba saja berubah menegang karena Surya mengerti dan langsung meraih tangan gadis itu. Menggenggamnya erat. Menautkan jemari mereka berdua secara sempurna.

"Sori. Bukan gue lupa genggam tangan lo, tapi gue malu." Surya menipiskan bibir untuk kesekian kalinya. Ia masih saja merasa tersipu sendiri.

Mily diam saja sambil menunduk kuat-kuat. Surya sangat peka, padahal ia tidak menunjukkan secara Terang-terangan. Merasakan tangannya yang menghangat, Mily menahan senyum dan pasrah saja saat Surya menariknya menaiki kincir angin yang cukup tinggi.

"Berani, kan?" tanya Surya sebelum membeli tiket.

Mily mengangguk. "Kalau Kak Surya berani nggak?"

Surya turut mengangguk. "Berani. Meskipun jika gue nggak berani, cukup lo ada disamping gue aja bisa dengan cepat bikin gue yang tadinya nggak berani tiba-tiba menjadi berani," jawabnya tersenyum kecil lalu berpaling membeli tiket.

Mily berdeham sambil melirik Surya. Ia merasa jika lelaki itu sebelum menjemputnya sudah makan gula banyak-banyak, hingga mulutnya selalu saja mengeluarkan kata yang membuat Mily terasa ingin diabetes seketika.

"Ayo," ajak Surya yang berhasil meleburkan pikiran Mily. Lelaki itu menariknya masuk dalam wahana kincir angin. Menunggu sesaat untuk mendapatkan ruangan kecil itu berhenti dihadapannya, kemudian masuk. Menunggu sesaat lagi setelah pintu kecil itu ditutup, lalu perlahan mereka berdua dibawah naik melayang keatas.

"Wah...." Mily takjub saat remang-remang lampu jalanan dan perumahan mulai terlihat. Ia mulai mencari-cari apa yang ingin disaksikan dari atas. "Rumah aku dan Juwita dimana, ya, kira-kira? Ih, kok susah nyarinya padahal rumah kita dekat."

Surya terkekeh lagi. Ia mengeratkan genggamannya dan ikut membantu Mily mencari tetapi memang sangat sulit. "Nggak usah dicari. Entar lo pusing."

Gadis mengangguk, lalu menoleh kearah Surya. "Waktu Kak Surya kemari sama Juwita, naik kincir angin juga atau enggak?"

"Enggak. Cuman jalan bentar. Itupun kebetulan," kata Surya sambil menunduk memainkan jemari Mily. Mendadak ia menjadi semakin merasa bersalah atas kejadian kemarin. Melihat perubahan Surya, Mily paham. Gadis itu menghela napas, penjelasan Juwita memenuhi otaknya tiba-tiba. Mily menggerakkan jemarinya, menjadi menggenggam balik tangan Surya yang seketika mendongak.

"Mil... Gue sebenarnya nggak pernah suka sama Juwita," jelas Surya pelan.

Mily mengangguk. "Iya tau."

Lelaki itu menunduk lagi. "Jadi, lo jangan mundur, ya? Gue udah terbiasa dengan keberadaan lo. Gue juga udah merasa nyaman dengan kehadiran lo di sisi gue setiap hari...."

Mily mengerjap-ngerjapkan matanya, seketika terasa panas saja padahal ia tidak sakit hati lagi. Ia hanya merasa bodoh sudah membiarkan lelaki itu berlarut-larut menyalahkan dirinya sendiri, padahal jika Mily tidak bodoh, maka Surya tidak akan pernah menerima perlakuan kasarnya. Mily menghela napas, kesalahpahaman kemarin sudah berhasil memisahkan jarak yang sebenarnya tidak perlu. Ketika Surya terus ingin menjelaskan maka Mily selalu saja menghindar, selalu saja tidak ingin mendengarkan perkataan lelaki itu. Ini benar-benar masalah sepele yang berakhir pada pertengkaran yang sangat berlebih. Mily malu sendiri, kesal juga. Surya tidak seperti itu, bukan tipikal lelaki yang gampang mematahkan hati seseorang. Cuman Mily yang berlebihan dengan kebodohan dibawah rata-rata. Bisa-bisanya ia menaburkan luka pada hati Surya. Lelaki yang terlalu baik dan naif itu. Mily seperti penjahat. Ingin lenyap dari bumi seketika saat penjelasan panjang lebar Juwita terdengar.

"Ya kali, Mil, Kak Surya suka sama gue? Nggak mungkin. Dia cuman fokus sama lo doang. Gue emang suka sama kak Surya tapi nggak berpikir untuk memiliki dia. Lagian kalau gue mau jadiin dia pacar, gue juga nggak akan pernah bahagia. Karena lo itu adalah kebahagiaan gue.  Kalau gue rebut kebahagiaan lo dengan cara mengambil Kak Surya, terus gue mau bahagia dengan cara apa kalau lo malah bersedih? Lo itu pusat kebahagiaan gue. Lo bahagia gue juga turut bahagia. Begitupun sebaliknya," jelas Juwita panjang lebar.

"Terus siapa?" Mily semakin mengerjap-ngerjapkan mata. "Siapa yang suka Juwita sampai nyuruh Kak Surya nanya-nanya ke aku? Sampai-sampai aku kelewat salah paham?"

"Temen gue...." Surya mendongak. "Maafin gue. Seharusnya gue nggak langsung bertindak seperti itu dan bikin lo kaget Karena kelakuan gue yang tiba-tiba banget. Gue cuman nggak tau bagaimana cara memulainya...."

Mily menggeleng-gelengkan tidak keberatan walau semua sudah terjadi. "Teman Kak Surya yang mana? Kak Sofyan?"

"Bukan. Sofyan ketemu Juwita malah kesel mulu. Ya kali dia suka." Surya menghela napas. "Yang suka Juwita itu... Dito."

"Hah? Kak Dito? Sejak kapan?" tanya Mily kaget.

"Waktu malam perayaan ulang tahun sekolah. Dari situ dia suka liatin Juwita mulu, dan nyari tau tentang Juwita. Terus akhirnya dia ngasih tau gue dan nyuruh hal kemarin," Surya menjeda karena mengingat kejadian menyakitkan itu. "Walau kita sempat salah paham, tapi gue harus bersyukur juga."

"Bersyukur kenapa?"

"Bersyukur karena bukan lo yang disuka sama dia. Untung Juwita. Kalau Dito suka sama lo, udah gue ajak gelut dia dari kemarin," ujar Surya sambil terkekeh lagi karena wajah Mily seketika memerah.

Gadis itu menunduk kuat-kuat. Sesekali mengumpat pelan karena dirinya yang sangat lemah ini. Mily terus begitu tidak berani melihat Surya yang masih menggenggam tangannya tetapi secara tiba-tiba lagi tubuhnya terdorong kedepan dan menabrak dada bidang Surya karena ia ditarik masuk kedalam dekapan erat lelaki itu.

"Kenapa? Lo mau disuka sama Dito?" tanya Surya jahil.

"Ih, enggak!" bantah Mily cepat.

"Terus mau disuka sama siapa kalau begitu?"

"Apaan, ih!" Mily berdecak kesal karena Surya terus menjahili.

Surya tergelak. "Yaudah, iya. Kalau lo belum siap sekarang. Gue akan tungguin lo sampai siap, kok. Jadi tinggal kasih kode aja kalau udah mau, ya?" Mendengar itu Mily spontan mencubit pinggang Surya kesal.

"Ih, kasar." Surya terus tergelak. Lalu memeluk Mily sangat gemas dengan tingkahnya yang ada-ada saja, kemudian ia berbicara lagi, "jadi kemarin berapa liter air mata lo yang keluar karena kebodohan gue?"

****

GUE MEMBUKA LAPAK MINTA MAAF MASSAL KE SURYA!1!1

Huhuhu. Sekarang lo nyesel kan? Kesel kan bacotin gue?

BTW INI PART TERAKHIR SBLM ELIMINASI DI LAKUKAN. JADI KALAU ADA APA2 TETAP TUNGGUIN AKU): MAU LIAT GULA2 DAN LUKA2 APALAGI KAN YG AKAN KUSEBARKAN?

KASI AKU KATA2 MU SEBELUM TAKDIR BERKATA LAIN): AYO KOMEN JEBOL):

Aku sayang kalian. Doain aku:(
Kalian siapkan liat part selanjutku muncul klo aku lolos? Huhuhu.

Semoga aku lolos. Amin! Ucap Amin juga ga lo?!):

Kakau gue sampai dieliminasi lo semua kudu demo!! HAHAHA.

Oke see u kata2 ku untukmu. Semoga aku berhasil💏💏

Love u dr aqu, AsmahAfaaf 💏💑💑

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro