24 :: MUNDUR TERATUR.
Liat komen kalian semua di part kemaren tuh bikin aku ngeri sendiri): sadis gila padahal masalah itu masih belum ada apa-apanya): gimana nanti sama yg utamanya?): ayo istighfar teman-teman. Ingat dosamu yang sudah setinggi Himalaya dan seluas jagat raya(: HAHA
Sblm baca beri Surya satu kata dlu yg menggambarkan perasaan kamu ke dia saat ini): WAJIB!
***
Apa lagi yang kamu harapkan?
Dia hanya menyuguhkan kepedihan, bukan kebahagiaan apalagi hatinya?
Kalau tahu begitu, kenapa masih disini?
Sepantasnya berpaling saja. Lihat. Ada yang ingin memberikan ketulusan, bukan kesedihan.
***
🚐🚐🚐
"Ngapa lo? Melamun aja. Mau kesambet penunggu kantin lo?"
Mily yang sedang terduduk diam di bangku kantin tiba-tiba mendongakkan kepalanya, melihat Sofyan datang bersama dengan dua botol minuman yang ada di genggamannya. Lelaki itu tersenyum jahil ke arah Mily yang memasang wajah kesal, tidak ingin diganggu.
"Kenapa lo? Keselek lagi? Butuh napas buatan?" Sofyan tergelak.
"Gue lagi butuh sesuatu yang tajam, nih? Lo punya nggak?"
Sofyan mendadak mengernyit, "mau diapain?"
"Mau bacok lo. Biar diem selamanya!" kata Mily sadis sambil memutarkan matanya kesal.
"Buset! Cewek kalau lagi PMS emang gini, ya?" Sofyan mendadak menciut. Menggaruk kepalanya takut tetapi tetap memilih untuk duduk di hadapan Mily. "Lo kenapa? Kok, muka lo jadi jelek lagi? Susuknya luntur?"
Mendengar itu tangan Mily mendadak mengepal, ia menatap Sofyan sangat tajam. Mily hampir saja melayangkan botol minumannya ke mulut Sofyan jika saja gadis itu tidak bisa mengontrol diri lagi. Ia benar-benar tidak ingin diganggu tetapi lelaki bermulut perempuan itu datang mengusiknya.
"Eh, selo-selo." Sofyan cengengesan walau merasa takut. "Gue canda kali. Tegang amat lo. Santai, Mil, santai."
Mily mendengkus, lalu kembali meminum minumannya. "Ngapain lo ke sini? Udah sana pergi."
"Ih, masa cogan kek gue lo usir?" Sofyan mendelik tersinggung, kemudian menunjuk beberapa murid perempuan yang ada di kantin. "Noh, liat, mereka semua mau gue datangi. Tapi lo udah gue datangi malah di usir. Pamali, Mil, nolak keberadaan cogan."
"Yan, ngapain lo di situ?"
Mily refleks berdecak ketika mendengar pemilik suara yang tidak ingin ia dengar dan temui tiba-tiba saja datang menghampiri. Melihat keberadaan Surya, Sofyan cengengesan lagi. Sedangkan Surya menatap Sofyan dingin, merasa tidak suka dengan keberadaan lelaki itu yang sedang bersama Mily.
"Lo kenapa gangguin Mily?" tanya Surya.
"Lah? Siapa yang gangguin? Gue ngajak dia ngobrol doang. Kasian, mukanya kek murung gitu. Jadi gue datang menghampiri. Karena tugas cogan nomor sekian itu adalah menghibur cecan ketika lagi bersedih. Iya nggak, Mil?"
Mily mendelik kesal, tidak menjawab ucapan Sofyan.
"Oh, iya. Ini minuman lo," lanjut Sofyan memberikan satu botol minuman itu ke Surya. Tetapi lelaki itu langsung menolak.
"Nggak usah," kata Surya sambil memperlihatkan minumannya. Ia melirik ke arah Mily, lalu berkata lagi dengan hati-hati, "tadi Juwita udah ngasih."
Mendengar itu, Mily spontan meremas botol minumannya. Ia menghela napas. Hatinya harus selalu siap ketika menerima sesuatu yang dapat menyesakkan dada. Sebelum Mily semakin banyak mendapatkan luka lagi, ia memilih berdiri, berniat pergi.
"Mily," panggil Surya cepat dan berhasil menghentikan langkah Mily.
Mily menutup matanya sesaat, lalu berbalik menatap Surya yang memandanginya dengan tatapan dalam. "Kenapa?"
"Gue tadi abis pelajaran olahraga. Jadi, gue perlu minuman bikinan lo."
Mily menaikkan alisnya sebelah, melirik botol yang Surya genggam. "Itu, udah ada minuman dikasih Juwita. Kenapa minta lagi?"
"Iya, tau. Tapi gue maunya minuman dari lo. Bikinin lagi, ya?" pinta Surya dengan nada memohon.
"Minuman dari gue?" Mily menautkan alis bingung. "Bikinan gue? Minuman yang mana? Gue udah lupa," balas Mily tanpa ekspresi. Menatap Surya beberapa detik lalu kembali melangkah meninggalkan lelaki itu yang bergeming karena ucapan Mily yang sukses menyentil kuat hatinya.
Surya mengerjap-ngerjapkan matanya, mencoba menahan rasa yang tidak biasa. Ia memandangi kepergian Mily dengan perasaan kecewa. Gaya ucapan gadis itu terdengar ketus dan dingin, seperti mau tidak mau menanggapi ucapannya. Surya meremas kuat botolnya hingga penyok. Tiba-tiba saja tangannya terasa gatal ingin menghajar dan memukul apapun.
"Lo berantem sama Mily? Lah, kok berantem aja padahal belum jadian? Gimana ceritanya, Ya?" tanya Sofyan merasa heran.
Surya menoleh sinis ke arah Sofyan, kemudian pengumpat pelan. Tidak berbicara lagi, lelaki itu memilih pergi dengan perasaan yang kacau. Padahal niatnya ia ingin mencuri kembali perhatian Mily, tetapi gadis itu malah menjawab tidak sesuai keinginannya. Diam-diam harapan Surya terasa pupus, dan hanya meninggalkan rasa sakit yang perlahan melekat kuat pada hatinya.
"Shit!"
🚐🚐🚐
Kak Surya🔪🔨🗡🔫🔧🛠🏹
•Tungguin gue di parkiran. Pulang sama gue. Gue mau ngomong.
Mily hanya memandangi ponselnya, membaca pesan dari Surya yang sekarang terasa menjengkelkan bukan terasa menyenangkan lagi seperti kemarin. Entah kenapa, mungkin karena hatinya sudah cukup banyak menerima luka, perasaannya pada Surya pun mulai merosot. Hampir hilang, meski masih tersisa sedikit dan itu sering menganggunya.
Gadis itu menghela napas. Ingin merasa tenang tetapi mengapa semesta seperti ingin terus mengusiknya dengan membolak-balikkan keadaan. Ketika Mily memutuskan untuk mencintai, tiba-tiba saja kenyataan menampar dan memberikan luka. Serta ketika Mily memutuskan untuk melupakan, tetapi tiba-tiba lagi Surya terus berupaya agar selalu muncul di pikiran dan di sekitarnya.
Setelah Mily selesai membereskan buku-bukunya yang tadi berserakan, ia langsung berdiri dan mengandeng tas sekolahnya. Hari ini Mily harus pulang sendirian karena Juwita sudah pulang duluan saat menerima telfon jika ayah Juwita masuk rumah sakit lagi karena penyakit lamanya tiba-tiba saja kembali kambuh. Juwita yang ceria, dan sangat perhatian padanya, sebenarnya mempunyai beban berat. Karena itu Mily pun tidak pernah berpikir dua kali untuk berkorban dan memberikan apapun untuk gadis itu. Semua demi senyum lebar Juwita, Mily selalu berupaya agar gadis itu terus merasakan kebahagiaan.
Tidak peduli dengan pesan Surya tadi, Mily berjalan keluar dan melewati parkiran tanpa menoleh untuk memastikan jika Surya menunggunya atau tidak. Terserah jika Surya benar-benar menunggunya. Gadis itu sudah sepakat pada diri sendiri untuk tidak memperdulikan lelaki itu.
Tetapi seperti pemikirannya tadi, semesta benar-benar ingin ia berlarut-larut pada hubungan yang tidak jelas bersama Surya. Lelaki itu tiba-tiba datang setelah melajukan mobil tepat di hadapan Mily hingga gadis itu harus menghentikan langkah. Surya menghalangi jalan Mily dengan memarkirkan mobilnya pada gerbang, hingga tidak ada satu pun yang bisa lewat. Bukan hanya Mily yang berdecak kesal, tetapi juga dengan sebagian murid lelaki yang ingin segara pulang. Sisanya tidak sama sekali keberatan, dan jelas itu adalah fans Surya yang malah kesenangan tidak jelas.
Mily tidak punya pilihan lagi selain menunggu Surya turun dan menyelesaikan kemauan lelaki itu. Gadis itu berdiri tanpa ekspresi, melihat Surya yang berjalan mendekatinya.
"Gue udah bilang tungguin gue. Tetapi kenapa lo malah mau kabur?" tanya Surya langsung.
"Emang kenapa? Suka-suka gue mau gimana, lo nggak punya hak nyuruh-nyuruh gue," jawab Mily menatap Surya dingin. "Pindahin mobilnya, gue mau pulang."
Surya menghela napas. Ketika menyadari gaya ucapan Mily berubah, dadanya selalu saja berdenyut perih saat mendengar kosa kata yang dahulunya halus tetapi sekarang menjadi kasar. Surya sangat kesal, sekaligus merasa sesuatu sedang mencubit hatinya karena perkataan Mily lagi-lagi tidak seperti apa yang ia harapkan. Surya tidak tahu lagi mau bagaimana, ia tidak ingin perhatian dan sikap Mily yang dulu harus hilang dalam sekejap mata. Ia merasa sangat tersiksa dengan perubahan gadis itu.
Menatap Mily sekali lagi, lalu tanpa menjawab ia langsung menarik gadis itu untuk masuk ke dalam mobilnya. Tentu saja Mily meronta, tetapi tenaga Surya lebih kuat hingga Mily kalah dan berhasil masuk ke dalam mobil. Surya menutup pintu, lalu melempar senyum kecil sebagai tanda permintaan maaf karena sudah menghalangi jalan. Setelah itu, ia ikut masuk, dan langsung melaju pergi tanpa mempedulikan Mily yang terus meronta meminta keluar.
***
Ketika Mily sudah merasa lelah karena terus berupaya keluar tetapi pintu mobil Surya dikunci, gadis itu akhirnya pasrah dan duduk diam dengan wajah kesal menghadap ke jendela. Surya yang melihat diam-diam terkekeh, gadis itu masih lucu seperti biasa, meski sikap dan ucapannya berubah ganas.
Meski Mily terdiam dan Surya punya waktu berbicara, tetapi lelaki itu tidak mengeluarkan suara. Hanya diam sambil melirik Mily terus-terusan. Surya sangat tahu jika ia sudah memberikan luka hingga gadis itu berubah. Tetapi ia benar-benar tidak bermaksud dan tidak berpikir lebih dalam lagi jika tindakannya akan berdampak seperti ini.
Surya mengigit bibirnya. Tangannya gatal ingin menggenggam tangan gadis itu seperti biasa tetapi ia juga tahu diri karena tidak mempunyai hak apapun. Alhasil ia terus mengumpat dalam hati.
"Mil," panggil Surya pelan setelah hening sangat lama karena mengumpulkan keberaniannya.
Mily tidak menjawab, pura-pura tidak mendengar. Cukup lama ia terus diam hingga akhirnya Surya yang tidak tahan lagi mulai meraih tangan gadis itu, tetapi Mily refleks menghindar.
"Mau ngapain?"
"Gue tadi manggil."
"Kalau manggil nggak usah sentuh-sentuh!" Mily mendadak menyentak lagi. Membuat Surya terkejut.
"Mil, gue cuman mau ngomong baik-baik."
"Nggak ada yang perlu diomongin lagi, Kak. Semuanya udah jelas. Dan gue juga udah terima," jawab Mily. Ia berupaya agar suara tidak terdengar bergetar. Gadis itu benar-benar tidak tahan lagi dengan keadaan yang membuatnya terlalu lama berdekatan dengan Surya.
Surya mengambil napas dalam. Sejak pagi tadi ucapan Mily selalu merubah perasaan hatinya menjadi terasa sangat menyakitkan. Setelah menata kembali keadaan hatinya, Surya berbicara lagi. "Lo kenapa? Kok hari ini berubah?" tanya Surya. Ketika menyadari suaranya parau, ia langsung berdeham.
LO MASIH NANYA KENAPA?! OTAK LO DIMANA?!
Mily tidak kuat lagi mengeluarkan suara kuat, jadi ia berteriak pada batinnya saja. Gadis itu benar-benar tidak mengerti arah pemikiran Surya.
Surya berdeham lagi, memancing Mily untuk menjawab. Tetapi ketika gadis itu belum bersuara juga setelah ia diam menunggu, Surya mengambil napas dalam untuk kesekian kalinya. Rasa sakit yang bersatu dengan rasa sesak sangat tidak mudah ia pahami. Karenanya, Surya sadar sendiri jika Mily juga merasa seperti ini, atau bahkan lebih darinya. Detik itu pun juga Surya tahu, jika dirinya sangat bodoh membiarkan Mily harus merasakan rasa yang tidak mengenakkan ini. Surya menghela napas, mendadak seperti kehilangan harapan lagi. Tiba-tiba merasa tidak pantas jika ia selalu menyuruh gadis itu untuk ada di dekatnya.
"Lo udah nggak suka sama gue? Atau masih suka?
Mily seketika menoleh, menatap Surya yang memandangi lurus jalan yang ia lewati. Nada suara lelaki itu terdengar tidak biasa lagi, seperti kemarin, penuh dengan seribu arti dan menyesakkan Mily kembali.
"Jawab gue, Mily."
Mily kembali berpaling, tidak ingin melihat wajah Surya yang ditekuk seperti itu. Entah kenapa tiba-tiba saja mata Mily terasa panas, ia mencoba mengerjap-ngerjapkan, agar tidak menghasilkan benda berair itu lagi.
"Gue masih mau suka, tapi buat apa? Gue nggak bakal dapat apa-apa, kecuali rasa sakit. Gue mau berhenti suka, tapi hati gue nggak bisa berbohong. Walau begitu, kalau gue terus bertahan, berarti itu sama saja gue membiarkan diri untuk terus terluka. Sementara untuk memaksakan enggak suka lo lagi, itu juga ikut menyiksa gue. Jadi gue putuskan untuk enggak memilih dua opsi itu. Gue hanya mau mundur. Secara perlahan tanpa memaksakan hati. Gue cuman mau lo menghilang dari ingatan gue, dari hati gue. Gue cuman mau itu tetapi kenapa sangat susah?!" Sentak Mily lagi di akhir kalimatnya dengan suara bergetar. Ia tidak berpaling pada Surya, terus melihat arah lain dengan mata sudah dibanjiri air mata. Pertanyaan Surya yang sudah ia jawab dan sekaligus mengeluarkan semua unek-uneknya berhasil membuat perasaannya sedikit membaik.
Menerima jawaban Mily, Surya mencoba memahami dengan lamat-lamat. Lelaki itu mengangguk saja, matanya tidak lepas, terus fokus menatap jalanan dengan tatapan tajam. Genggamannya pada stir mobil semakin mengerat. Bibirnya pun mengatup kuat tidak berani mengeluarkan suara. Surya tidak mengerti apa-apa lagi, tidak tahu harus bagaimana, ia hanya membiarkan dada perlahan terasa sesak, semakin terasa sesak berkali-kali lipat. Dan hatinya yang dibiarkan dihantam kuat oleh pernyataan Mily yang semua adalah hasil dari kesalahannya. Surya menunduk sedikit, ia mendadak merasa lemah. Tiba-tiba ingin mendapatkan pelukan penenang. Dan ingin mengeluarkan semua emosinya yang kuat-kuat ia tahan daritadi.
🚐🚐🚐
Mily melirik jam dinding ruang tamunya. Sudah pukul empat sore tetapi Mamanya belum juga pulang menjenguk Ayah Juwita. Gadis itu cemberut, lalu kembali Menganti siaran televisi dengan malas. Tidak ada satupun yang seru, kecuali dengan tontonan Mamanya di sore hari. Mily terpaksa menonton dan menyimak jalan cerita film itu.
Terus fokus menyaksikan dan konflik mulai masuk, ketika salah satu adegan yang menyinggung sedikit kejadian di mobil tadi, Mily seketika mengingat Surya. Ia masih bisa dengan jelas membayangkan wajah lelaki itu yang mengatup kuat, seperti menahan sesuatu. Yang bikin Mily kaget lagi saat mencuri pandang adalah mata Surya yang memerah.
Mily mendadak merasa bersalah atas semua ucapan dan tingkahnya hari ini. Ia tidak ingin merasa jika lelaki itu ikut sakit hati, tetapi melihat reaksinya, Mily menjadi merasa jika Surya merasakan sesak seperti dirinya. Memikirkan itu, mata Mily tiba-tiba saja memanas. Meski mendapatkan luka dari seseorang yang disayang, tetapi ketika mengetahui jika ia juga terluka, membuat kita ikut merasa bersedih juga. Mily merasakan itu sekarang. Ia sebenarnya tidak tega, tetapi apa boleh buat, Mily harus mundur.
Karena film yang di nonton menampilkan scene kehilangan dan menyorot pemain yang berakting menangis, mata Mily tidak bisa ditahan lagi. Karena perasaan sesaknya sangat penuh, gadis itu pun tanpa aba-aba langsung menangis histeris. Menggunakan adegan di dalam televisi adalah alasannya. Mily menangis kuat, tidak disembunyikan lagi. Karena jika tidak, rasa sakit itu akan terus terasa. Ia Mengeluarkan rasa itu semua dengan cara seperti anak kecil ketika bersedih. Suaranya kencang, kuat, dan menggema di setiap sudut rumah sederhananya.
"HUAAAAAAAA!!!!"
Mendengar suara tangis keras, Juwita yang baru pulang dari rumah sakit langsung buru-buru masuk dan melihat Mily menangis kejar sambil menghadap televisi. Awalnya Juwita kaget, mengira jika Mily kenapa-kenapa, tetapi melihat alasan gadis itu menangis, Juwita langsung mendekati sambil menggeleng-gelengkan kepalanya tidak habis pikir. Sebenarnya Mily adalah salah satu orang yang tidak bisa menyembunyikan kesedihan apalagi tangisnya. Karena ketika merasa seperti itu, ia akan terang-terangan menunjukkan. Seperti sekarang, menangis seperti anak kecil yang meminta susu.
"Lo kenapa, woi? Sadar. Istighfar!" Juwita naik ke atas sofa. Memarahi Mily tetapi tetap memberikan pelukan agar gadis itu tenang.
Mily Mengusap matanya. Merasa malu sedikit tetapi untung Juwita tahu kelemahannya. Ia memeluk Juwita juga, merasa rindu pada gadis itu.
"Lo nonton apaan, sih? Kalau nangis gini pasti nonton film india? Emang lagi tayang?" tanya Juwita, menatap televisi juga tetapi sudah menampilkan iklan.
Mily menggeleng. "Bukan. Tapi lagi nonton film azab."
Juwita refleks tertawa. "Emang ceritanya gimana? Tumben lo mau nonton, biasanya ogah."
"Nggak ada yang seru lagi." Mily mengusap ingusnya di baju Juwita diam-diam. "Ceritanya sedih! Ceritanya tuh, ada dua cewek yang kenalan sama satu cowok ganteng. Terus makin hari mereka dekat, tapi cowok itu dekat sama cewek A doang. Eh, pas mau mulai pedekate, tiba-tiba saja cowok itu nanya-nanya soal cewek B. Cewek A sedih karena di php-in. Ternyata cowok itu suka sama cewek B. Terus endingnya, cowok ganteng itu mati karena kena azab!"
"Serius?! Sejak kapan cerita azab jadi gitu?"
"Iya serius. Biasalah! Tadi itu tayangan spesial."
Juwita mengangguk-mengangguk saja, membiarkan Mily merangkai ceritanya sendiri. Ia tertawa, lalu memeluk erat Mily. Ternyata sahabatnya ini tetap bodoh seperti biasa, tidak pernah berubah hingga sulit memahami apa yang sebenarnya terjadi. Juwita semakin sadar, jika kehadiran di hidup Mily seperti telah diutus. Karena ketika gadis itu kumat lagi pada ketidak pekaannya, ia masih ada untuk memberikan Mily pemahaman. Mengingat kembali hari-hari murung yang Mily lalui, ternyata hal itu adalah alasannya dan Juwita baru tahu. Ia terkekeh lagi, lalu menepuk-nepuk kepala Mily kesal sekaligus gemas.
"Mily, Mily. Kegoblokan, tuh, jangan dipelihara. Gini, kan, lo. Bersedih untuk sesuatu yang enggak bener adanya. Gue kira lo lebih pintar dari gue. Ternyata enggak." Juwita berbicara dengan kata-kata yang penuh arti tersembunyi. Dan membuat Mily seketika mendongak menatap Juwita tidak paham. Tetapi ketika gadis itu berbicara lagi, Mily langsung tersadar dan seperti ingin menghilang saja dari bumi detik itu juga.
****
JADI GIMANA PART HARI INI? KASIH TAU DONG PERASAANMU💏💑
MOHON MAAP JUGA KEPADA KALIAN YANG DEMO KARENA AKU UPDATE KEMALAMAN. AYO MARAHIN AKU HAHA. DAN YG DEMO ITU WAJIB KOMEN SETIAP PARAGRAF HAHA!
Tidak bermaksud seperti itu tetapi emang ni ide cerita belum gue rencanakan, langsung pungut alhasil macet di tengah jalan. Dan tidak ingin asal post, harus benar2 di perhatikan apakah sdh pantas dan bagus dibaca?😹 DAN JUGA JARINGAN YANG MAO BIKIN AKU BERUBAH JD SILUMAN ULAR SAKING KESELNYAAAAAAA):):):);
Yauda, kalau mau nangih gue langsung tanpa komen di wp lagi masuk di gc TETL dong. Tinggal dm di ig gue as.aff_ 😚😚 sebenarnya tdk openmem lagi tapi sdh pembersihan💑💏💏💏
TINGGAL SATU PART LAGI SBLM ELIMINASI DI MULAI😢😢 JGN BIARKAN AKU PERGI😢😢
Okelah. See lagi lagi. Paypay AsmahAfaaf 💑💏✅💏
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro