Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

20 :: KEHUJANAN.

Sebelum baca. Aku mau nanya dong alasan kalian terus bertahan baca TETL itu apa? Wajib bgt ni buat komen di sini. Biar aku tau😽😹😻

🚐🚐🚐

Jika memilikimu adalah kemustahilan, aku masih bisa memahaminya. Maka tidak perlu mendapatkan. Selalu di dekatmu saja sudah lebih dari cukup untuk luka ini yang sebenarnya ingin kamu dan aku menjadi Kita.

🚐🚐🚐

Dengan langkah terseret, Mily turun dari angkot dan berjalan memasuki wilayah rumah Violin yang ternyata tidak jauh dari sekolah. Wajahnya terus cemberut. Sebenarnya ia tidak ingin ke rumah Violin. Selain karena Juwita terus memaksa, Mily juga tidak punya pilihan lain lagi setelah kejadian kemarin yang membuatnya ingin lenyap dari bumi detik itu juga.

Gadis itu akan terus ingat tentang insiden tersedaknya yang sangat memalukan hingga menciptakan kericuhan yang tidak perlu dari Sofyan. Dan juga, ekspresi terkejut serta absurd Surya ketika permen karetnya berhasil keluar dan tentu langsung mengenai bagian wajah lelaki itu. Tepat tertempel manis di bibirnya yang mendekat.

Mengingat itu Mily sudah menjerit-jerit sendiri di tengah jalan. Rambutnya lagi-lagi jadi korban kekerasan. Rasanya ia sudah kehilangan kewarasan.

Ketika semua orang menatapnya ngeri—dikiranya Mily adalah orang gila. Mily dengan cepat memperbaiki keadaan sebelum salah satu dari mereka menelfon RSJ sekarang juga. Lalu kemudian ia berjalan cepat menuju rumah Violin. Mily tidak punya jalan lain lagi. Merasa sudah tidak sanggup bertemu Surya, hingga fans klub menjadi jalan satu-satunya.

Mily menarik napas dulu sebelum memencet bel dan satpam penjaga rumah itu pun menyambut. Awalnya ia sedikit bingung karena satpam itu langsung menyuruhnya masuk. Tetapi Mily nurut saja dan menekan bel pintu rumah Violin lagi.

"Gue kira lo nggak datang." Violin yang membukakan pintu. Gadis itu tersenyum puas. "Masuk. Yang lain udah nunggu."

Mily nurut lagi, tidak banyak bicara. Ketika memasuki rumah besar Violin, ia bisa melihat yang lainnya sudah berkumpul di ruang tengah. Mily memperhatikan, sepertinya mereka semua adalah member dari fans klub itu.

"Guys. Member kita yang satunya lagi udah datang," ucap Violin. "Namanya Mily. Anggota terakhir kita."

Mily tersenyum kikuk. "Hai semuanya. Salam kenal," katanya. Melihat sambutan baik anggota lain, Mily menghela napasnya lega. Salah satu dari mereka memanggilnya untuk segera duduk.

"Oke, gue ke kamar dulu bentar," pamit Violin.

Sepeninggalnya Violin, Mily baru berani memperhatikan sekeliling. Rumah Violin memang besar, sedikit lebih besar daripada rumah Surya. Pantas saja gadis itu bersifat angkuh, ternyata ia memiliki segalanya.

"Mil. Rumah lo di mana?"

"Di tempatnya, Kak."

Desi—gadis berambut bob itu sontak terkekeh walau sedikit tidak mengerti. "Maksud gue itu, alamat lo di mana?"

Mily menggaruk kepalanya. Meruntuki diri sendiri karena kurang fokus. Suasana sekarang yang ramai membuatnya sedikit tidak nyaman. "Di kompleks Jomblowati, Kak."

"Hah? Itu di mana? Kok gue baru denger nama kompleks kek gitu?"

"Iya, sih, dia nggak terkenal jadi pasti Kakak nggak tau." Mily mencoba berpikir. "Pasti Tau rumah Kak Surya, kan?" Desi mengangguk. "Nah, rumah Kak Surya, kan, di jalan raya. Terus jalan masuk kompleks Jomblowati, tuh, di samping mini market yang di depan rumahnya Kak Surya. Jadi kakak tinggal masuk aja kalau mau ke rumah aku."

Desi mengangguk mengerti. "Enak banget, ya, lo dekatan gitu rumahnya sama Surya."

"Takdirnya emang gitu, Kak," jawab Mily terkekeh. Desi pun ikut terkekeh. Pembicaraan mereka tidak berlanjut lagi karena ponsel Mily tiba-tiba berbunyi. Ia melihat ada pesan dari Juwita.

Lo tenang-tenang. Jangan malu-maluin.

Mily membacanya saja, tidak membalas karena sayang pada pulsanya yang baru di isi.

"Lo masih pakai hape gituan?!" Violin mendadak berseru heboh ketika melihat ponsel Mily yang bermodel tempo dulu. "Demi apa lo masih pakai itu?! Lo hidup di zaman apa sih?!"

Mily memandangi ponselnya dan Violin bergantian. "Lah, emang kenapa, Kak?"

"Ganti hape lo! Lo ini member fans klub gue tapi masih pakai hape ketinggalan zaman banget itu?!"

Enteng banget, tuh, mulut. Lo pikir duit itu daun yang gampang didapat?

"Ngapain di ganti, Kak? Hape aku masih bagus, kok. Masih bisa main game ular-ular, terus senternya masih bisa hidup lagi." Mily menjelaskan sambil memencet tombol atas hingga senter ponselnya menyala dan langsung mengenai mata Violin yang seketika menyemburkan kemurkaannya detik itu juga.

🚐🚐🚐

Mily mempercepat langkahnya sebelum hujan semakin deras. Akhir-akhir ini hujan sering kali turun, mungkin sudah memasuki musim banjir. Gadis itu baru saja pulang dari rumah Violin. Meski sempat dimarahi karena masalah ponselnya, tetapi acara pertemuan pertama bersama member lain cukup menyenangkan.

Untung saja rumah Violin dekat dari sekolah, hingga Mily tidak basah kuyup untuk sampai di halte depan sekolah. Mily duduk sambil memperbaiki rambutnya yang kusut. Tidak ada Juwita bersamanya selalu membuat ia merasa kesusahan.

Memperhatikan sekeliling, dan melihat anak-anak lain yang tadinya sedang melanjutkan pertandingan hingga sore hari rata-rata berbalik pulang ketika hujan mulai deras. Mily hanya bisa melihat, tidak berani meminta tumpangan agar ia bisa pulang karena satu pun angkot tidak ada yang lewat. Mily memeluk dirinya sendiri sebab merasa kedinginan. Mungkin ia akan menunggu sesaat sampai huja reda.

Ketika Mily duduk terdiam di tempat, ia tiba-tiba mendengar langkah seseorang mendekat, ingin berteduh juga. Mengenali siapa orang itu, Mily tanpa aba-apa langsung berbalik badan, menyembunyikan wajahnya agar tidak terlihat.

Lelaki itu terkekeh melihat tingkah Mily yang menghindar agar ia tidak mengenali. Ia berjalan mendekat sambil membuka jaketnya. Kemudian memakaikan pada Mily yang menekuk badan merasa kedinginan. "Lo mau balik gimana juga, gue tetap bisa kenali Lo, Mily."

Mily tersentak. Menutup matanya rapat-rapat sambil mengumpat pada diri sendiri. Seharusnya ia tadi ingat kalau Surya masih bertanding hingga sore hari. Dengan berat hati ia berbalik lalu seketika cengengesan ketika Surya menatapnya.

"Lo dari mana? Kok bisa di sini? Kenapa sendirian? Juwita mana? Kenapa dia nggak temani lo keluar?"

Mily meneguk salivanya. Tiba-tiba tenggorokannya kering melihat Surya yang masih memakai baju basketnya. Mengabaikan serentetan pertanyaan lelaki itu, Mily melepaskan jaket Surya. Ia saja yang memakai baju lengan panjang merasa kedinginan, apalagi lelaki itu?

"Lo pakai aja," Surya langsung berucap.

"Tapi, Kak Surya kedinginan. Baju aku panjang, kok. Jadi nggak apa-apa."

"Gue nggak kedinginan. Lo yang kedinginan."

"Nggak kedinginan gimana kalau baju Kak Surya gitu? Aku nggak kedinginan, kok. Beneran."

"Terus lo yang gemetar itu kenapa?" Surya memperhatikan Mily yang mulai gemetar. "Gue bilang pakai aja. Jangan keras kepala," lanjut Surya dengan nada bicara yang membuat Mily diam, mendadak takut.

Surya menggaruk kepalanya, merasa keterlaluan. Ia hanya tidak ingin gadis itu kedinginan. "Lo tunggu di sini sebentar. Gue mau ke dalam ambil payung dulu," ucapnya lagi, ia menjulurkan tangan, menepuk pelan kepala Mily seperti biasa.

Mengetahui Surya sudah pergi, Mily menatap kepergian lelaki itu. Menghela napasnya, ia bingung karena tiba-tiba saja nada bicara Surya seperti memarahinya. Padahal, Mily hanya tidak ingin Surya kedinginan.

"Yuk. Kita pergi," ajak Surya yang sudah datang. Mily memandangi Surya sesaat yang cepat sekali datangnya. Lelaki itu mengerti. "Gue minjem di Pak Satpam, jadi cepet."

Mily mengangguk, lalu bangkit dari duduknya. Ia tidak berani berbicara, masih takut. Sepertinya Surya benar-benar marah karena kejadian kemarin. Makanya lelaki itu berbicara seperti tadi.

Surya diam juga. Menipiskan bibirnya lalu mendekati Mily. Membantu gadis itu agar jaketnya membalut tubuh Mily dengan baik. "Sori. Gue nggak bermaksud marahin lo. Tapi, lo nggak boleh lama-lama kedinginan."

Mily mendongak, memandangi Surya yang tersenyum kecil. "Yaudah, Yuk. kita susul Sofyan dulu. Nggak jauh dari sini tempatnya. Dia lagi bawa mobil gue," ujar Surya sambil membuka payungnya. Sebelum melangkah, ia mengambil tangan Mily dulu. Menggenggamnya lalu menuntun gadis itu berjalan keluar.

Hujan makin deras ketika mereka melangkah keluar. Memang tidak ada untungnya jika Mily menunggu, dan untung saja Surya ada. Entah kenapa lelaki itu selalu ada di berbagai kesempatan yang membuatnya terus terjebak bersama Surya.

Di sela-sela langkah mereka berdua, Mily dan Surya tidak banyak bicara walau diam-diam saling melirik. Berduaan dalam satu patung sederhana sedikit membuat Mily sesak. Tubuh Surya yang besar memakan banyak ruang hingga ia harus menempel sedikit agar tidak basah. Tetapi dengan posisi seperti ini Mily jadi tidak tahan, tidak sanggup pada jantungnya yang mendobrak-dobrak dari dalam. Karena itu Mily mencoba menciptakan ruang pemisah sedikit, walau bahu sebelahnya harus basah. Meski begitu, setidaknya ia tidak akan mati mendadak karena menempel terlalu lama dengan Surya.

Surya tidak menyadari itu awalnya. Ia terus berjalan santai dengan tangan masih menggenggam erat tangan Mily. Sebenarnya ia kedinginan. Tetapi di banding dengan Mily yang harus kedinginan, Surya tidak keberatan jika selalu mengatup rahangnya untuk menahan.

Karena tidak ada reaksi dari Surya, Mily semakin bergeser menjauh. Bahunya sebelah sudah basah total dan tentu membuat ia perlahan menggigil. Merasakan tangan Mily yang dingin dan sedikit gemetar, Surya seketika menoleh. Ia langsung mengarahkan payung agar melindungi tubuh Mily sepenuhnya dari hujan.

"Kak, aku nggak apa-apa." Mily mendorong pelan gagang payung itu karena berganti bahu Surya yang diguyur hujan lagi.

"Nggak apa-apa gimana? Lo basah," kata Surya semakin mengarahkan payung pada Mily.

"Tapi Kak Surya basah juga." Mily mendorong payung itu untuk kedua kalinya.

"Tapi lo basah. Lo kedinginan." Surya tidak mau Kalah. Tetap bersikeras agar Mily terlindungi dari hujan.

"Tapi Kak Surya juga basah. Nggak boleh gitu, nanti Kak Surya kedinginan," bantah Mily sambil memberikan senyuman agar lelaki itu mengerti. Ia berganti yang mengarahkan payung ke Surya.

"Mily, gue beneran nggak apa-apa. Cuman setengah yang basah. Nggak bakal bikin gue kedinginan." Surya greget.

"Nggak apa-apa gimana? Itu bibir Kak Surya udah pucat. Tangannya juga gemetar. Nanti Kak Surya sakit." Mily membantah lagi, sekuat tenaga ia mendorong payung itu yang Surya pertahankan kuat-kuat untuknya.

Surya semakin mengatup rahangnya menahan kedinginan. Melihat Mily yang terus berusaha agar payung itu melindungi tubuhnya, membuat Surya kian greget dan gemas juga. Mily tidak menyerah, terus ingin memastikan Surya tidak kehujanan. Ketika merasa hujan malah semakin deras, tidak mereda sedikit pun. Surya memperbaiki posisinya lalu melepaskan genggaman eratnya tadi. Kemudian tanpa Mily sangka, tangan Surya tiba- tiba saja berganti arah dengan menarik bahunya agar menempel dekat tanpa celah dengan satu sentakan saja yang membuat nyawa Mily terasa sempat ikut tertarik juga. Berada di rengkuhan ringan Surya yang tidak di sadari, membuat mereka berdua bersamaan berada di tengah-tengah payung, tidak ada lagi yang kehujanan.

Mily membeku lagi untuk kedua kalinya. Ia tidak bergerak sedikit pun. Matanya hanya melotot kaget, lalu akhirnya mengerjap-ngerjapkan mencoba mencerna apa yang Surya lakukan. Mily terasa sulit bernapas. Tubuhnya benar-benar menempel dengan lelaki itu yang santai saja. Hampir semenit ia seperti itu, lalu pada akhirnya menoleh ke arah Surya yang tepat menoleh ke arahnya juga. Mata mereka bertemu, kemudian Surya berkata.

"Gue sebenarnya nggak apa-apa jatuh sakit karena kehujanan. Tapi kalau lo yang sakit gimana?" Surya memandangi Mily lekat-lekat. "Kalau itu terjadi, nanti ada orang yang khawatir."

"Siapa yang khawatir?"

Surya terkekeh. Ia melempar pandang ke arah lain sebelum melanjutkan ucapannya. "Tentu jelas gue yang akan khawatir, Mily. Seharusnya lo peka dari tadi."

****

SATU KATA UNTUK PART INI DONG!😻😽

Ekspresi Mily kalau lagi lirik-lirik siapa hayo? HAHA.

Kalau ekspresi lo liat doi gimana sih?

Gue : Seketika malu-malu tai kambing.

Kalau lo? HAHAHA.

Btw, ada cerita sedikit nih. Ternyata katanya nama Sofyan tuh nama mantan Juwita asli di dunia nyata HAHAHA. Tadi dia datang ngasih tau setelah abis baca cerita gue. KEBETULAN MACAM APA INI?!

Sepertinya semua adalah takdir yang sudah di rencanakan😹 ga ngerti lagi gue😹😹😹

Btw, jangan lupa follow ig mereka ya. Suryanugrh_ & we.are.mj_

Terus kalau mau masuk grup TETL, tinggal dm gue aja di as.aff_ Ayo buruan! Sebelum cukup dan gue tutup selamanya HAHAHA.

Oke see u lagi hari selasa. Pada tungguin kan?😽😽😽

Salam cinta sangat dalam dari aqu AsmahAfaaf 😽😽

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro