2 :: TRAGEDI DI TOILET.
Seperti kemarin, sebelum baca Istighfar dulu sejenak. Biar dosamu berkurang sedikit.
HAHA.
***
"Quote lagi kosong."
***
Setelah perkenalan yang sedikit menganggu ketenangan penumpang lain, Mily dan Juwita tidak pernah berhenti memandangi Surya yang tengah diam di tempatnya. Lelaki itu bergerak tidak nyaman, dari tadi gelisah. Dengan kepala yang menunduk kebawah sambil memainkan jam tangannya sendiri, Surya terus berusaha mengatur napasnya yang terasa berat.
"Ta, Kak Surya ngapa, dah? Kok keliatannya dia lagi nahan boker?" Mily mencoba berbisik.
"Iya, ih. Ambilin batu, Mil. Katanya kalau megang batu, kita bisa nahan boker." Juwita mengusulkan. Matanya tetap mengawasi lelaki itu.
"Lo kira di angkot ada batu?!" Mily ngegas lagi.
Juwita memilih tidak menjawab, ia diam sejenak, mencoba mencari jalan keluar. Mily ikut diam, memperhatikan Juwita dan detik kemudian berdecak. "Lo diam mikir sampai tahun depan pun, otak lo tetap nggak mampu nemuin jalan keluar."
"Suka bener lo kalau ngomong." Juwita terkekeh sendiri. "Terus gimana? Coba lo yang mikir."
Mily nurut, matanya menatap Surya lagi. Melihat lelaki itu yang sudah keringat dingin, Mily sudah tidak tahan untuk berbicara. "Kak Surya kenapa? Coba ceritakan masalah Kak Surya?"
Surya langsung mengangkat kepalanya. Menatap Mily sesaat lalu kembali menyerang gadis itu lagi dengan senyumannya. Sebelum berbicara, ia berdeham pelan. "Gue bisa minta tolong nggak?" Mily mengangguk.
"Jangan natap gue kek gitu. Gue nggak biasa di tatap intens secara dekat sama cewek."
Mendengar jawaban Surya, Mily dan Juwita kompak mengangguk sekaligus tersenyum bodoh. Mily tertawa receh sambil memukul lengan Juwita. "Nah, Ta, lo jangan liatin Kak Surya mulu sampai-sampai gaya lo mau nyosor. Gue tau lo barusan liat Cogan tapi jangan gitu dong."
Juwita ikut tertawa receh sambil memukul lengan Mily juga lebih keras dengan mata belum lepas dari Surya. "Beginilah Kak, kalau punya teman yang ngga sadar diri. Aku doain semoga cuman aku yang punya temen gini."
Surya tertawa kecil. Badannya di tegakkan kembali. Melihat interaksi kedua sahabat yang memiliki kepribadian berbeda ini cukup membuatnya tetap tenang karena keterlambatannya hari ini.
Di sisa-sisa perjalanan mereka menuju sekolah, Mily dan Juwita selalu berusaha untuk melihat hal lain walau sangat susah untuk tidak berpaling lagi ke Surya. Mata Mily menatap ke arah luar, dari jauh ia sudah bisa melihat gerbang yang tertutup rapat. Ketika angkot berhenti tepat di depan gerbang, Mily bisa sangat jelas melihat Pak Satpam yang langsung berdiri ketika Melihat Mily dan Juwita turun. Pak Satpam tanpa kumis itu menyambut kedatangan mereka dengan senyum mengejek.
"Alasan telat hari ini apa lagi, Neng? Angkot telat datang? Ban angkot meledak? Angkot lupa isi bensin? Atau Supir angkotnya telat bangun?" Sembur Pak Satpam langsung.
"Hari ini alasannya lain lagi Pak." Mily yang menjawab. "Kita telat karena angkotnya singgah ambil cogan." Ucapan gadis itu dihadiahi anggukan dari Juwita.
Surya menggaruk kepalanya sendiri.
Pak Satpam yang memiliki nama asli Sarimin itu memijit keningnya sejenak kemudian melirik Surya yang diam saja. "Kamu juga telat? Tumben."
Surya mengangguk, tidak lupa tersenyum santun. "Maaf, Pak."
"Yasudah. Kalian tahu kan, apa yang harus di lakukan?" Pak Sarimin membuka gerbang, mempersilakan mereka bertiga masuk. Ketika Mily dan Juwita melangkah masuk, Pak Sarimin bersuara lagi. "Kalian berdua ini pantas sekali dibuatkan sertifikat rekor terlambat kesekolah paling banyak."
Juwita menghentikan langkahnya. Membungkuk memberi hormat. "Maaf, Pak. Karena saya menghormati ide bapak, jadi silahkan di buatkan." Meninggalkan senyumnya sebelum ikut menyusul masuk.
🚐🚐🚐
Baru sebelah kaki Surya yang masuk ke dalam toilet murid, lelaki itu refleks memundurkan diri. Mily dan Juwita yang berada di belakang ikut mundur. Bau pesing langsung menyerang Indra penciuman Surya hingga lelaki itu terbatuk pelan. Sedangkan Mily dan Juwita merasa melayang-layang ke udara.
"Baunya emang nggak pernah berubah." Juwita berkomentar.
"Bisa nggak, sih, lo ngomongnya itu yang bener dikit? Emang mau lo dia berubah gimana? berubah jadi bau power rangers?!"
"Ngegas mulu lo. Awas nabrak!"
Surya berdeham. "Jangan bacot. Ayo kerja." Setelah berkata, lelaki itu mencoba masuk kedalam toilet.
Mily dan Juwita saling melirik sinis sejenak, lalu menyusul Surya.
"Kalian udah sering, ya, bersihin toilet murid?" Tanya Surya ketika melihat Mily dan Juwita yang sangat hafal tempat penyimpanan pel dan ember.
Juwita mengangguk. "Kita telat mulu, sih, Kak."
"Kok bisa?"
"Nggak tahu Kak. Mungkin takdir kita berdua, ya, telat mulu." Jawab Mily.
"Yaudah, kalau begitu salah satu dari kalian jaga-jaga diluar."
Mily dengan otomatis mendekati Juwita yang sudah siap-siap mengisi embernya. "Ta, lo mau sesuatu yang enak, nggak?"
"Apaan tuh?"
"Biar gue yang kerja. Lo enak-enak aja duduk di luar nungguin gue." Mily memberikan senyuman terbaiknya.
Juwita mengangkat alisnya. "Sejak kapan lo pinter nge-modus?"
"Sejak hari ini." Mily menyengir bagai kuda.
Juwita berfikir sebentar. Sebenarnya Juwita tidak mau melanggar perjanjian, tetapi di bandingkan berduaan dengan Kak Surya di dalam toilet bau, mending ia duduk santai di luar. Juwita masih waras untuk memilih mana yang berguna untuk kenikmatan hidupnya.
"Yaudah." Juwita menjulurkan tangan, "deal?"
"Deal!"
Setelah Juwita keluar, Mily mengisi ember nya dengan air dan tidak lupa di tambah sabun khusus untuk lantai. Perasaannya jelas berbunga-bunga. Baru hari ini ia kenal dengan Surya, tetapi ia sudah di berikan kesempatan berduaan dengan lelaki itu.
"Rezeki anak Sholeha." Mily tersenyum percaya diri.
"Kak, ini sabunnya." Tangan Mily hampir mau patah rasanya mengangkat ember yang hampir penuh isinya.
Surya terkekeh geli melihat itu. "Kita bagi tugas. Gue yang siram-siram lantainya. Lo yang nge-pel, oke?"
"Okelah." Mily melepaskan dasinya. "Kak, biar kakak nggak pingsan mendadak disini. Kakak buka dasi terus nutup idung. Seperti aku." Mily memperagakan cara membuat masker penutup hidungnya.
Surya dengan lancar menutup hidungnya dengan dasi lalu mengikatnya dari belakang. Baru saja ia mau memulai menyiram lantai kotor itu, tetapi terhenti karena melihat Mily yang kesusahan. Gadis itu terlihat mau melangkah keluar meminta pertolongan Juwita—yang memang biasanya gadis itu yang mengikatkan punyanya. Tapi sebelum Mily berjalan, Surya dengan sigap menarik tangan kecil gadis itu hingga membuat Mily hampir saja terjatuh kebelakang saking kagetnya.
"Sini gue bantu." Surya tidak peduli dengan wajah terkejut Mily yang langsung berubah menjadi wajah cengo tidak percaya ketika Surya mengambil alih ujung dasinya yang masih ia genggam.
Berinteraksi secara dekat dengan lelaki kecuali bapaknya adalah hal pertama bagi Mily. Apalagi tangan Surya yang sempat bersentuhan dengan tangannya. Mily benar-benar mati rasa. Ia hanya mampu berdiri kaku masih dengan ekspresi seperti itu.
"Udah." Surya menyempatkan menepuk kepala Mily pelan, berniat nyuruh gadis itu segera sadar. Lelaki itu sempat tertawa dulu sebelum melanjutkan pekerjaannya.
Mily belum sadar. Masih menikmati sisa-sisa kenyamanan tadi. Masih menikmati detak jantungnya yang terus menggila, serta menikmati sengatan cinta yang baru ia rasakan selama hidupnya.
"Mil. Ayo kerja." Seruan Surya mengejutkan Mily lagi. "Kalau lo masih mau melamun nanti di lanjutkan lagi." Lelaki itu terkekeh untuk sekian kalinya.
Mily mengangguk semangat. Mulai mengepel lantai dengan baik. Di sela-sela kegiatannya, matanya terus mencoba melirik ke arah Surya, setelah berhasil melirik lelaki itu, ia terkikik-kikik sendiri.
Surya yang menyadari hanya tersenyum geli. Ia setiap hari mendapatkan perlakuan seperti itu dari cewek-cewek di sekolah ini, tetapi cara Mily menatapnya sangat lucu hingga bibirnya selalu tidak tahan untuk tersenyum dan tertawa.
Tidak terasa hampir dua puluh menit mereka berdua membersihkan toilet, dan akhirnya bersih dan sudah tidak ada lagi bau pesing yang tercium. Mily dahulu membuka penutup hidungnya. Memandangi hasil kerjanya dengan senyum lebar.
"Cape nggak?" Surya ikut membuka penutup hidungnya.
Mily Menggelengkan kepalanya. "Enggak sama sekali."
"Oh, ya?" Surya tersenyum terus membuat Mily ingin mengunci pintu biar mereka bisa berlama-lama di sini. "Yaudah, yuk. Kita keluar." Lelaki itu membantu Mily terlebih dahulu untuk menyimpan peralatan mereka tadi.
Setelah selesai, Mily dan Surya keluar dan langsung mendapati Juwita yang duduk lesehan di lantai dengan mata tertutup rapat. Gadis itu tertidur karena menunggu Mily yang kelamaan.
"Maaf, Kak." Menyadari penampakan Juwita yang sangat amburadul, Mily dengan cepat mengambil dasinya lalu menutup mulut gadis itu yang lagi terbuka setengah.
Surya menahan tawanya. "Nggak apa-apa. Gue duluan, ya."
Mily mengangguk, mati-matian menahan malu karena kelakuan Juwita. Melihat Surya yang sudah berjalan jauh, Mily langsung membangunkan Juwita.
"Woi! Bangun nggak lo?!"
Juwita merasa terusik, membuka matanya dan mendapati Mily yang memasang wajah garang. "Udah selesai?".
"Udah!" Mily berdiri. "Lo tuh, ya, bisa bener dikit ngga kelakuannya?! Ngapain tidur disini terus mulut lo mangap-mangap? Untung iler lo nggak tumpah-tumpah!" Mily memijat kepalanya frustasi.
"Yaelah. Gue sendiri pun nggak tahu kenapa tiba-tiba bisa ketiduran." Juwita ikut berdiri.
Mily tidak peduli lagi jawaban juwita, yang hanya ia peduli adalah Kak Surya. Belum juga Mily mulai pedekate, masih perkenalan dulu, tetapi kelakuan Juwita tadi bisa jadi menghancurkan itu semua. Mily melirik Juwita, mencoba tidak mempersalahkan itu lagi. Lagian, seburuk apapun keadaan mereka, ya, kalau jodoh, ya, tetap jodoh. Mily mencoba meyakinkan diri. Mengandeng tasnya lalu melingkarkan tangannya di bahu Juwita yang masih teler karena bangun tiba-tiba.
"Ta, kira-kira gue bisa dapetin Kak Surya nggak, sih?"
Melihat raut wajah Mily yang serius, Juwita menaikkan satu aslinya. "Jadi lo suka Kak Surya beneran? Gue kira candaan doang."
"Beneran, lah! Lo kira gue ngaku di angkot bilang suka dia itu semacam lelucon kalau kita lagi mau main pacar-pacaran?!
Juwita mengangguk mengerti. Kak Surya memang ganteng, jadi wajar Mily suka—bahkan Juwita sendiri pun tidak bisa lepas pandang dari lelaki itu. "Gue rasa bisa, Mil."
"Serius?!"
Juwita mengangguk. "Tapi gue kasih tahu ya, kita sama Kak Surya tuh, nggak satu level. Jadi, kalau lo mau suka sama cowok kek Kak Surya harus banyak-banyak ngaca, biar sadar diri! Kalau enggak entar lo sakit hati sendiri."
"Nggak ada yang mustahil di dunia ini, Ta." Mily tersenyum melihat Surya yang jalan di depan sana. "Coba, deh, lo liat. Dari belakang saja Kak Surya sudah mirip jodohku."
Juwita menggeleng-gelengkan kepalanya. Ia tidak bisa menjawab apa-apa lagi. Tetapi Juwita tahu bagaimana Mily, gadis itu tidak akan menyerah sampai hal itu ia dapatkan.
Juwita hanya berharap, semoga saja keyakinan Mily bukan awal dari munculnya malapetaka.
****
Tebak yang dibawah siapa?
***
HALO JOMBLO YANG NGENES DI MALAM MINGGU👋👋👋
KARENA KITA SESAMA JOMBLO JADI KU BAWAKAN SAJA SUGUHAN MALMING KITA INI BIAR ADA TEMENNYA💏
Ada yang tungguin ga? Maap aku suka tengah malam biar yg gamon ada bahan mengalihan dari pada inget-inget mantan doang, ye kan?
Aku mau minta ungkapan perasaan kalian dong setelah baca part2 di atas. Komen disini! Yang bacot, aku suka bacot): biar kalo tb2 ga mood nulis bisa jd semangat setelah baca komentar kalian.
Kalian tau kan, vote dan bacot kalian adalah nyawa si pembuat cerita?
Aku tidak mengemis, hanya meminta. Kek nya sama aja ya? HAHAHA.
Okelah, sampai ketemu hari selasa👋💋
Loveyou, loveme too.
kecup basah dari jodoh d(i)a💋
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro