Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

19 :: NAPAS BUATAN.

NAH GITU DONG NGEGAS BACOTNYA. GUE KAN JADI NGEGAS JUGA NULISNYA. JADI SIAP BACOT LAGI?

Btw ni, udah tau kan ada eliminasi? Kalau lo enggak mau di digantung sama TETL, bantuin doa dong dan sebar ke teman2 yg lain😽

Udah cukup kalian digantung kek jemuran sama doi, tp digantung sama TETL jgn😽

🚐🚐🚐

Andai membuatmu jatuh cinta padaku semudah membuka bungkus permen karet.

🚐🚐🚐

Pembicaraan Mily dan Juwita semalam sangatlah panjang. Saling tidak terima pada keputusan masing-masing. Ketika Mily tidak ingin bergabung pada fans klub itu, tetapi Juwita terus memaksa agar gadis itu masuk sebab kalau tidak sama saja menyia-nyiakan usaha keras mereka yang sudah mati-matian berjuang bersama. Juwita tidak keberatan dengan keputusan sepihak Violin, walau tentu saja Juwita kecewa. Tetapi mengingat betapa inginnya Mily masuk membuat Juwita melapangkan dada dan pasti akan ikut bahagia juga jika Mily berhasil mencapai yang ia inginkan. Meski Juwita terus meyakinkan, tapi Mily keras kepala dan mengatakan jika ia akan memikirkannya besok. Memikirkan untuk tetap pergi ke rumah Violin atau tidak.

Walau semalam Mily dan Juwita begadang hingga pukul dua belas malam, tetapi kedua gadis itu sudah berada di sekolah tepat pada pukul 06.15 pagi.

Mily tidak ingin terlambat hari ini. Makanya ia rela bangun pagi-pagi sekali agar tepat waktu menonton Surya walau pertandingan di mulai jam sembilan pagi. Beberapa teman kelasnya sudah datang, dan tentu memandang terkejut ke arah Mily yang biasanya datang saat bel masuk sudah berada di ujung tanduk, tetapi hari ini malah kepagian.

Mily berusaha agar tidak mengantuk dengan bibir tersenyum lebar, menikmati hawa sejuk pagi hari yang menyenangkan. Gadis itu menggoyang-goyangkan kakinya seperti biasa. Saat ketiga lelaki dari kelas samping memandanginya, Mily hanya tersenyum simpul dan melambaikan tangan. Menerima sambutan baik dari Mily, salah satu dari lelaki bertubuh tinggi itu menghampiri.

"Pagi, Mil," sapanya.

"Pagi—nama lo siapa, ya?" tanya Mily tersenyum senang.

"Gue Adit." Lelaki itu menjulurkan tangan, ingin berkenalan.

"Gue Mily," ucap Mily ikut menjulurkan tangan, ingin menyambut. Tetapi tidak jadi karena tangannya tadi tiba-tiba saja digenggam cepat oleh Surya yang mendadak datang entah dari mana. Lelaki itu seperti menghentikan tangan Mily sebelum bersentuhan dengan Adit. Surya mengeratkan genggamannya sambil menatap Adit tidak suka.

"Lo mau ngapain?" tanya Surya dengan nada dingin.

Adit sedikit menciut karena tatapan Surya yang perlahan menusuk. "Gue mau kenalan sama Mily."

"Kenalan sama Mily nggak perlu berjabat tangan. Cukup ngomong aja, nggak usah bersentuhan."

"Lah, emang kenapa?" Adit mengangkat satu alisnya.

"Karena nggak bisa," jawab Surya singkat. Ia terus menatap Adit tidak suka sampai Adit pun memilih pergi. Tidak ingin berurusan dengan mantan artis itu.

Mily hanya diam dengan kening berkerut bingung. Tidak mengerti pada kelakuan Surya walau ia diam-diam merasa senang atas asupan pagi hari yang sangat baik bagi kesehatan hati dan matanya yang langsung terasa segar. Mily memandangi tangannya yang masih digenggam oleh Surya.

"Jangan pernah kenalan sama orang sembarangan." Surya berkata lagi.

"Kenapa? Kalau nggak kenalan nanti temen aku nggak nambah-nambah dong? Masa main masa Juwita mulu. Nanti nggak luas-luas wawasannya."

"Kan, ada gue disini."

Mily diam lagi, menatap Surya sebentar lalu memalingkan wajahnya malu-malu.

Surya terkekeh melihat itu. Tangannya di angkat untuk menepuk pelan kepala Mily. "Kok, lo datangnya cepet banget. Sampai-sampai nggak naik angkotnya Kang Ipin?"

"Males, ah, sama Kang Ipin. Ngeselin. Nggak mau naik angkot dia lagi untuk sementara ini." Mily memanyunkan bibirnya.

"Yaudah, kalau gitu. Mulai besok lo berangkat sama gue. Mobil gue udah bagus."

Mily tersenyum lebar. Memandangi Surya lagi. Lelaki itu kenapa? Kenapa semakin gencar membuat jantungnya menancap gas pol? "Berarti Juwita ikut juga dong?"

"Masa iya, lo ninggalin dia?" Surya tertawa pelan. "Yaudah, gue ke kelas dulu. Ingat kata gue tadi, ya?"

Mily mengangguk patuh. "Asyiap, Kapten."

"Pinter." Surya tersenyum lebar. Setelah berucap ia pun melangkah pergi meninggalkan Mily yang sudah siap mengepakkan sayapnya lagi untuk terbang.

***

Suasana lapangan kini sudah ramai walau jam pertandingan belum di mulai—masih ada beberapa menit lagi. Mily dan Juwita yang sudah mengambil tempat duduk sejak jam delapan tadi, mulai tidak merasa nyaman di tempat. Matahari semakin meninggi. Meski sangat terpapar oleh hangatnya matahari, tetapi semua murid yang sudah mengambil tempat juga tidak memilih pergi. Tetap pada tempatnya karena jika di tinggalkan sebentar saja, mereka akan kehilangan tempat duduk strategis.

"Matahari, kok, panas, ya, Mil?" tanya Juwita mengibaskan tangannya pada wajah.

"Yailah, panas. Namanya juga matahari. Kalau dia dingin berarti namanya salju!" jawab Mily asal.

"Kalau makin panas gimana, nih, Mil? Nanti gue nggak sanggup."

"Lebay lo. Matahari bumi aja nggak sanggup?" Mily mendelik. "Lagian sekarang anggap aja lo lagi latihan, sebelum nanti terbakar oleh panasnya api neraka."

"Jadi lo ngatain gue bakal masuk neraka gitu?"

"Lah? Emang gue bilang gitu? Elu sendiri yang bilang, ya. Bukan gue." Mily tertawa sendiri karena Juwita tidak bisa menjawab. Gadis itu memilih tidak bicara lagi.

Beberapa menit setelah adu mulut ringan yang terjadi pada Mily dan Juwita, dua tim basket yang akan bertanding pada tahap pertama sudah memamasuki lapangan dan seketika riuh penonton pun pecah. Mily dan Juwita ikut-ikutan bersorak. Meski hanya berteriak tidak jelas, tetapi setidaknya suara mereka bisa di sumbangkan juga untuk memeriahkan pertandingan.

"Parah, sih, Kak Surya kalau pakai baju basket. Gantengnya langsung berlipat ganda." Mily menoleh ke kanan melihat temen kelasnya yang berucap seperti tadi. Ia memasang wajah tidak suka sejenak, lalu kembali fokus.

Jelaslah ganteng. Kan, Kak Surya Otw jadi punya gue. Mily membatin dengan wajah kesal sekaligus songong.

Mily terus berusaha agar tidak terbawa emosi pada omongan yang membuat amarahnya tersulut. Semua kata pujian dan decak kagum sangat mengganggu telinga Mily. Entah kenapa mendengar kata-kata seperti itu membuat badannya terasa panas dan ingin mengamuk.

Membiarkan semua serentetan kata mengagumi terang-terangan, karena jika ia terus memedulikan, maka bisa saja terjadi serangan mendadak yang Mily ciptakan. Gadis itu mengambil napas dalam-dalam, lalu di hembuskan kasar. Setelahnya ia benar-benar kembali fokus pada Surya yang sedang berdiskusi ringan bersama tim kelasnya.

Cukup beberapa menit mereka di berikan waktu untuk berdiskusi dan mengatur strategi, karena setelah itu Surya bersama timnya dan tim kelas lain sudah mengambil posisi, bersiap-siap untuk bertanding. Dan ketika peluit menggema, pertandingan sengit pun di mulai.

Mily dan Juwita tidak lagi ikut bersorak, mereka berdua terlalu fokus memperhatikan dengan perasaan yang degdegan. Di setiap Surya berhasil mendrible dan mengambil posisi untuk melakukan Shooting lalu meloncat, jantung Mily terasa ikut juga terlempar ke atas, terlalu menghayati pertandingan. Lalu Ketika suara riuh penonton pecah kembali, Mily langsung sadar dan melihat bola sudah memantul kebawah setelah berhasil masuk pada ring. Tembakan Surya tepat pada sasaran seperti biasa.

Mily dan Juwita ikut bersorak lagi, lebih heboh, lebih kuat suaranya, dan lebih telat. Setelah semua sorakan mereda, barulah Mily dan Juwita mengeluarkan suaranya, dan itu menghasilkan tatapan aneh dan wajah absurd penonton lain yang sedang memandangi kedua gadis itu yang sama sekali tidak merasa.

Di sela-sela teriakannya, Mily tiba-tiba terganjal sesuatu dan ia langsung menyenggol Juwita. "Ta, kemarin ketek Kak Surya mulus, kan? tapi tadi, kok, udah mulai berbulu?" tanyanya sambil berpikir.

"Mungkin Kak Surya udah nyadar, kalau yang berbulu itu adalah cowok gentleman!"

"Iya juga, ya. Lebih gentleman emang kalau gitu."

Juwita seketika menoleh, memasang wajah tidak mengerti. "Kok, pemikiran lo tiba-tiba berubah? Kemarin lo nggak setuju sama gue? Dan ngeyel kalau mulus itu lebih cakep? Karena rajin nyukur dan memperhatikan diri?"

"Karena gue sekarang baru nyadar, kalau apa yang Kak Surya lakuin itu adalah hal yang terbaik. Dia nggak mungkin salah pilih. Jadi mau mulus atau enggak, Kak Surya tetap gentleman."

"Bucin lo," cibir Juwita.

Mily bodo amat, tidak perduli pada ucapan Juwita lagi dan kembali fokus menonton. Ia tersenyum lebar sambil bersorak lagi ketika Surya berhasil memasukkan bola untuk sekian kalinya.

🚐🚐🚐

Mily bergerak gelisah di tempatnya. Ia tidak bisa diam dengan kaki di goyang-goyangkan grogi sambil mengunyah permen karetnya tidak santai. Matanya memperhatikan ruangan tim basket ini, cukup luas. Dengan tangan menggenggam erat botol minuman itu, Mily menunggu Surya keluar dari ruangan kecil lagi yang ada di ruangan ini. Lelaki itu pergi mengambil handuk kecilnya.

Rencananya tadi Juwita akan bersamanya, tetapi tiba-tiba gadis itu harus pergi menemani Sofyan yang sempat cedera saat pertandingan. Bagaimana tidak? Lelaki itu terlalu banyak tingkah menebar pesona pada penonton hingga tidak sadar jika bola di oper ke arahnya. Karena Sofyan yang tidak tanggap menangkap akhirnya bola pun berganti  mengenai kepalanya. Juwita tentu tidak mau, tetapi Surya memaksa karena tidak ada yang bisa menemani lelaki itu di UKS.

Sibuk berpikir tentang Juwita yang tidak menemani dan berakhir dengan kesendiriannya disini, Mily tiba-tiba saja harus kaget karena Surya sudah muncul bersama handuk kecilnya yang mengusap tubuh berkeringatnya. Mily mematung, memandangi kondisi Surya. Mendadak ia lupa segalanya.

"Mana minumannya?" tagih Surya.

Mily tersadar, cepat-cepat menjulurkan botoh itu. "Ini, Kak."

Surya tersenyum lebar dan mengambil minuman itu. Dengan mata memandangi Mily terus karena ekspresi gadis itu lagi-lagi membuatnya terkekeh geli, Surya pun membuka tutup botol dan meminum.

"Minumnya beda, ya? Nggak seperti kemarin?"

"Iya, Kak. Yang kemarin lagi habis, jadi hari ini kukubima ditikung dulu sama extra jos."

Surya langsung tergelak. Tangannya kembali menepuk-nepuk pelan kepala Mily. Kelakuan gadis itu ada-ada saja. "Lo yang bikin ini?" tanyanya.

Mily mengangguk. "Iya, Kak. Aku yang bikin."

"Pantes. Dulu gue pernah minum ini juga, tapi nggak semanis buatan lo. Pasti manis lo tertular, deh, di minuman ini. Jadi makin manis rasanya." Surya berkata santai, kembali tergelak karena pipi Mily perlahan memerah.

Ini Kak Surya ngegombal?

Mily tidak menjawab, hanya tersenyum malu-malu sambil mencoba berdeham. Ia tidak ada keberanian untuk berbicara, karena jantungnya di dalam sana sudah berteriak-teriak. Sementara Surya terus memandangi Mily yang terduduk. Lelaki itu terkekeh-kekeh sambil meminum minuman itu sampai habis.

"Gue nganti baju dulu kalau gitu," pamit Surya. Mily mendengarkan mengangkat kepalanya dan mengangguk saja.

Sepeninggal Surya, Mily bergerak gelisah lagi di tempatnya. Perasaan dan kondisi tubuhnya tiba-tiba tidak enak. Terasa seperti sesuatu terjadi dan menganjal. Ketika Mily ingin mengambil napas, tetapi sangat susah rasanya. Ia merasa sesak. Mily mencoba tenang, berusaha mencari tahu apa yang terjadi pada dirinya. Ketika Mily semakin gelisah, hampir tidak bisa menarik napas, pintu ruangan tiba-tiba terbuka dan menampilkan Sofyan yang kepalanya di balut plester luka.

"Lo kenapa?" Sofyan langsung menghampiri. "Lo lagi sekarat? Nyawa lo udah di ujung tanduk?"

Mily membiarkan Sofyan yang berbicara sembarangan. Ia terus berusaha bernapas sambil merendahkan pandangan. Ketika melihat bungkusan permen karetnya yang jatuh di bawah, Mily langsung sadar dengan mata melotot.

Jangan bilang gue nggak sengaja lagi nelen permen karet?

Menyadari itu, Mily seketika merancau tidak jelas sambil menarik-narik Sofyan yang tadi bingung kini berganti menjadi panik. Gadis itu menyuruh Sofyan untuk memukul punggung belakang agar permen karet tadi bisa keluar seperti yang biasa Juwita lakukan jika kebiasaannya  yang pelupa jika sedang mengunyah permen karet hingga tidak sadar menelan.

Sofyan yang takut dengan Mily langsung berteriak. "Surya! Tolongin gue, woi!"

Karena teriakan Sofyan menggelegar, Surya dengan cepat keluar dan mendapati Mily yang tersiksa. "Lo apain Mily, Yan?!" Surya ikut berteriak panik.

"Enggak gue apa-apain. Gue datang udah kek gitu." Sofyan membela diri.

"Mil, lo kenapa?" Surya mendekat, menyentuh gadis itu yang susah bernapas.

"Nggak bisa bernapas dia, Ya! Cepet kasih napas buatan! Sebelum terlambat dan arwahnya bakal gentayangan di ruangan kita!" Sofyan berteriak dramatis.

Surya ingin sekali menonjok Sofyan yang berbicara sembarangan. Ia memandangi Mily, gadis itu sudah pucat.

"Gue bilang kasih napas buatan! Dia sesak napas, woi!" Teriak Sofyan lagi.

LO MAU GUE MATI, HAH?! Mily berteriak sendiri pada batinnya untuk Sofyan yang terus mendesak.

Surya tertegun, memandangi Mily lagi lekat-lekat. Gadis itu memang terlihat tidak bisa bernapas. Keringatnya sudah bercucuran dengan wajah tidak biasa. Surya meneguk salivanya. Karena mendengar Sofyan terus berteriak menyuruhnya memberikan Mily napas buatan, membuat Surya tidak bisa berpikir lagi dan mulai mendekatkan diri. Melihat itu, Mily semakin tidak bernapas dan meronta. Karena reaksi Mily seperti itu, Surya justru mempercepat mendekatkan wajahnya. Hampir hal itu terjadi jika saja Juwita tidak segera datang dan langsung memukul belakang Mily dengan kuat.

"LO MAU APAIN SAHABAT GUE, WOI?!"

***

☝️Asupan untuk mata lo pada biar ga ngantuk😽

Hihihihi😹

Btw maap ni kemalaman😿🙀

Oh iya, gue openmem lagi di grup TETL. Tinggal dm gue di ig as.aff_ ya. Cuman ambil 39 mem lagi nih😽😽 ayo ayo. Grupnya udah tutup klo udah cukup😽

Oh iya. Sofyan mengucapkan terimakasih kepada pada penggemar. Maap blm bs bls satu-satu (sekali-kali sok ngartis)😽

Mana ni yg mau bikinin ig buat Sofyan? Tinggal dm gue.

Okee see u hari sabtu😽😽

Salam cinta dari Nyonya. Dhiafakhri AsmahAfaaf 😽😻

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro