10 :: H-3.
****
"Karena.... Aku menyukaimu tanpa 'karena'
****
🚐🚐🚐🚐
Mily dan Juwita tidak pernah berfikir jika suatu saat nanti akan keluar dari zona nyaman mereka. Hidup bertahun-tahun dengan keadaan seperti ini benar membuat Mily dan Juwita seperti terus berjalan di tempat, tidak ada yang berubah. Meski begitu, Mily dan Juwita tidak pernah berfikir untuk merubah gaya hidup, sudah terlena dan tidak ingin menambah apapun lagi. Tetapi, karena keputusan kemarin, hal itu sepertinya akan mulai sirna secara perlahan.
Mily dan Juwita tidak merasa keberatan, malah berfikir jika hidup mereka memang perlu di ubah. Harus memilik tekad, tujuan, semangat, dan kemauan mencapai hal yang mereka inginkan.
Tantangan yang di terimanya adalah awal langkah mereka untuk keluar. Dan tentu, semua berasal dari Surya Nugraha.
Maka dari itu, hari ketiga sebelum event di adakan, Mily dan Juwita yang sudah pulang sekolah beberapa menit yang lalu langsung berkumpul kembali di kamar Mily. Membicarakan langkah mereka. Memutuskan apa yang harus mereka lakukan.
"Jadi, Ta. Seperti kata Mbak Google. Menjadi cantik itu mudah, enggak sulit. Asal kita punya tekad, kemauan besar, dan pantang menyerah, mau mirip raisa pun kita pasti bisa."
"Kalau mirip mirip Ayu Ting-Ting, bisa nggak, Mil?"
"Bisa-bisa."
Juwita tersenyum lebar. Gadis itu terduduk di atas kasur Mily. Memperhatikan Mily di depannya yang sedang menerangkan langkah awal mereka sambil terus berjalan bolak-balik.
"Jadi, langkah awal yang harus di lakukan adalah," Mily menjulurkan penggaris panjangnya kepada kertas besar yang sudah di tempel di jendela, dengan tulisan-tulisan yang sudah di siapkan semalam, "rajin membersihkan diri alias nggak malas mandi."
Juwita manggut-manggut menyimak, tetapi langsung memundurkan tubuhnya saat Mily mencondongkan diri. "Tadi pagi lo mandi, kan?"
Juwita mengangguk. "Iya, sedikit."
Mily menghela nafasnya. "Tingkatkan lagi." Sebelum berdiri tegak kembali ia menepuk sekali kepala Juwita.
"Oke, yang kedua rajin keramas." Mily berbalik pada Juwita. "Lo terlahir keramas kapan?"
"Kayaknya, hampir dua minggu yang lalu."
Mily melotot kecil. "Abis ini lo langsung keramas, ya!" Perintahnya yang langsung di angguki Juwita.
"Yang ketiga, cuci muka maksimal dua kali sehari." Mily berbalik lagi. "Lo kalau cuci muka pake apaan?"
"Sabun mandi."
Mily mengangguk. "Oke, kita sama."
"Yang ke empat, memperhatikan wajah di cermin dan mencari hal yang bermasalah."
Setelah Mily berucap, ia langsung berjalan ke cermin dan tidak lupa mengajak Juwita. Kembali memperhatikan wajah mereka secara seksama. Memaling-malingkan, mencari hal yang perlu di perbaiki.
"Kayaknya, wajah kita itu semuanya bermasalah, deh, Mil." Juwita menyeletuk. "Udah pesek, dekil, kusam, jenong, jelek, pake hidup lagi."
Mily mengangguk setuju, hanya diam sampai Juwita berbicara lagi. "Kita ini sebenernya manusia apa, sih, Mil?
"Gue takut rasanya. Masih mending kalau kita nggak menang, tapi kalau kita malah mempermalukan diri sendiri gimana?"
"Kita mundur aja, yuk, Mil."
Ucapan Juwita barusan membuat Mily langsung menoleh, menatap gadis itu. "Juwita, kita udah terlanjur melangkah masuk. Kita udah cukup jadi manusia jelek, jangan di tambah jadi manusia pengecut lagi. Ingat, Ta, perjuangan dan kerja keras tidak akan mengkhianati hasil. Tidak ada yang mustahil di dunia ini, selama lo mau berusaha," jelas Mily dengan wajah bersungguh-sungguh, hingga Juwita yang mendengarkan ikut terpana sebentar, lalu mengangguk setuju.
Mily tersenyum lebar, "ayo, lanjut lagi." ajaknya kembali berjalan pada kertas besar yang masih tertempel di jendela.
"Jadi, yang kelima, tips terakhir untuk hari ini." Mily menunjuk tulisan itu. "Setelah melihat masalah dari wajah, langkah selanjutnya adalah membuat masker alami sesuai dengan kebutuhan."
***
Kemarin saat Mily dan Juwita pergi ke pasar, mereka berdua sudah membeli dan mempersiapkan bahan-bahannya. Maka dari itu setelah selesai rapat di kamar Mily, mereka berdua langsung ke dapur untuk membuat masker sesuai dengan petunjuk blog yang Mily baca.
Hari ini Mily dan Juwita memilih untuk membuat masker tomat saja. Selain tomat memiliki banyak khasiat untuk masalah wajah, tetapi mudah di buat juga dan murah harganya. Setelah Mily membaca ulang petunjuk itu, ia memerintahkan Juwita untuk mencucinya terlebih dahulu sebelum di potong-potong lalu kemudian di blander hingga setengah halus.
Mily hanya diam berdiri sambil memberikan Juwita pengarahan. Membiarkan gadis itu mengambil alih dalam pembuatannya. Ketika melihat Juwita yang sudah selesai membuat, Mily tersenyum lebar lalu mengambil mangkok kecil yang berisi masker mereka hari ini.
"Ayo." Ajak Mily. Kembali berjalan menuju kamarnya lagi.
Sesampainya di kamar, Mily dan Juwita langsung duduk di depan cermin kecil milik Juwita yang tadi sengaja di bawa. Mulai mencelupkan kuas khusus yang sudah di beli juga lalu kemudian mengoleskan secara mereta ke muka mereka.
Mily dan Juwita saling tersenyum, merasa senang dapat memakai hal semacam ini. Mereka berdua sangat berharap semoga hasilnya bagus dan dapat merubah mereka.
Setelah merata di seluruh wajah, Mily dan Juwita menghadap ke arah kipas angin yang berputar kencang. Memejamkan mata menikmati terpaan sejuk yang sangat menenangkan. Awalnya semua berjalan lancar, mereka biasa-biasa saja sambil menunggu masker mengering. Tetapi belum lima menit mereka memakai masker, Mily dan Juwita mulai menggerakkan wajah mereka merasa tidak nyaman.
"Mil, kok rasanya enggak enak, ya?"
"Emang gitu, Ta. Katanya kalau percobaan pertama tuh begini."
"Serius?"
"Iya. Lo tahan aja. Entar kalau udah mulai mengering bakal enak kok."
"Tapi, Mil. Lama-kelamaan jadi gatal rasanya."
"Gue bilang emang gitu awalnya."
Juwita tidak berbicara lagi. Tetap menutup matanya rapat-rapat, menunggu maskernya segera mengering. Tetapi semakin lama-lama, muka mereka berdua semakin menjadi rasanya. Membuat Mily yang ikut menahan kian tidak bisa diam.
"Ta, kok lama-lama kerasa perih, ya?"
"Iya, Panas-panas gitu rasanya."
"Lo nggak cuci bersih, ya, tadi?"
"Bersih, kok, bersih."
"Terus ini kenapa?!" Mily tidak tahan lagi. Detik-detik yang di lewati kian menyiksa. Wajahnya terasa tidak nyaman, gatal, perih, panas, dan seperti terbakar.
Juwita membuka matanya, melihat Mily yang mulai murka. "Gue nggak tau, tadi gue bener-bener kok bikin nya."
Mily menghela napasnya. "Coba lo ingat-ingat, Ta, tadi lo gimana? Nyampurin apa aja?"
Juwita terdiam. Seingatnya tadi ia tidak melakukan apa-apa selain mengambil asal tomat-tomat itu lalu memasukkan ke dalam mangkok. Mencucinya bersih secara bersamaan. Lalu men-blander sesuai arahan Mily.
"Ta. Udah ingat belum?" Mily semakin tidak tahan.
Juwita yang tadi menunduk mencoba mengingat kembali mengangkat kepalanya menatap Mily yang tidak bisa diam di tempat. Mata gadis itu sudah berkaca-kaca, menahan sensasi terbakar yang ia rasakan di wajahnya. Juwita mendekat sedikit, memperhatikan wajah Mily yang seperti ada yang aneh. Melihat baik-baik, perasaan Juwita sudah tidak enak. Menjulurkan tangan mengambil benda yang mencurigakan di wajah gadis itu. Juwita meneguk ludahnya sendiri, merasa seperti ajal akan segera tiba.
"Kayaknya, gara-gara ini, deh, Mil." Juwita menunjukkan benda itu ke Mily yang langsung membuat gadis itu membulatkan matanya seketika. Hidungnya kembang kempis. Juwita bisa melihat tanduk Mily perlahan mencuat keluar dari tempat persembunyiannya.
Benda itu adalah, batang kecil cabai yang masih utuh.
Mendapati Mily yang sudah bersiap-siap menyemburkan kemurkaannya, Juwita dengan cepat menutup kuping sebelum mendadak menjadi tuli.
"JUWITAAAA BAHARIII!!!!"
🚐🚐🚐
Setelah kejadian kemarin yang membuat Mily menjadi sakit tenggorokan, Juwita benar-benar tidak pernah menampakkan diri. Gadis itu seperti hilang di telan bumi. Bahkan duluan berangkat sekolah. Karena itu semua, Mily akhirnya berangkat sendiri ke sekolah tanpa kehadiran Juwita.
Mily sedikit bingung dengan Juwita. Kenapa gadis itu tidak pernah muncul? Padahal kemarin ia hanya meneriaki nama gadis itu, tetapi Juwita malah lari terbirit-birit pulang kerumahnya dan setelah Mily membuka mata gadis itu sudah lenyap. Mily tidak memarahi Juwita habis-habisan. Lagian, mana tega juga Mily seperti itu. Ia tidak marah dan kesal dengan Juwita, hanya merasa sangat menyesal kenapa ia harus memberikan Juwita tanggung jawab membuat masker kemarin.
Mengingat kejadian kemarin, Mily mendadak ingin tertawa. Entah kenapa cobaan hidup seorang Mily harus begini.
Mily tidak ingin ambil pusing lagi, ia melebarkan langkahnya agar cepat sampai di jalan raya menunggu angkot. Tetapi belum sampai di tepi jalan raya, Mily mendadak menghentikan langkah, memperbaiki masker penutup wajahnya yang masih memerah malah sedikit meninggalkan bekas kebodohan kemarin. Mata gadis itu sedikit membulat, merasa bingung harus bagaimana. Pulang atau terus berjalan? tapi kalau Mily melanjutkan langkah lalu bertemu Surya, sudah pasti lelaki itu langsung ilfil melihat wajahnya yang makin jelek dan sudah pasti juga ia akan menerima penolakan dari Surya sebelum waktunya Mily menyatakan cinta.
"Mily!"
Panggilan dari seberang sana membuat Mily refleks mengumpat. Belum memutuskan harus bagaimana tetapi Surya sudah menyadari keberadaannya.
Mily masih mempertahankan posisinya, menghadap kebelakang. Ketika panggilan Surya terus menerus terdengar, gadis itu tanpa sadar berjalan pulang kembali dengan langkah cepat tetapi harus gagal lagi karena pergerakan Surya dua kali lebih cepat darinya sampai lelaki itu berhasil menangkap tangan Mily, menghentikan gadis itu.
Hampir saja Mily berdoa agar nyawanya di cabut sekarang.
"Lo kenapa? kok malah balik pulang? mau bolos, ya?" tanya Surya, masih memegang tangan dingin gadis itu yang perlahan terasa berkeringat.
Mily tidak menjawab, sudah terlanjur berubah menjadi batu. Kesadarannya melebur dan digantikan ketidakberdayaan. Mulutnya terkunci. Hampir tidak pernah berkedip saking berpengaruhnya sentuhan lelaki itu.
"Mil?" Surya memanggil lagi. Merasakan ada yang salah dengan Mily. Di tambah melihat masker penutup wajah gadis itu, membuat Surya tidak tahan untuk tidak menarik tangan Mily agar menghadap ke arahnya.
Mily tersentak kaget degan serangan tiba-tiba Surya yang menariknya tanpa persetujuan. Mily semakin mati kutu, hanya matanya yang membulat kaget. Melihat wajah Mily yang setengah tertutup, Surya mengernyit dahinya. Menjulurkan tangan hati-hati mencoba meraih masker itu.
"Lo sakit?"
Mily menggeleng kaku.
"Terus ini kenapa?" Surya terus bertanya tanpa melepaskan genggamnya.
Mily meneguk ludah. Tidak bisa bergerak. Tatapan bulatnya hanya lurus menyaksikan Surya yang semakin meraih maskernya sampai menariknya kebawah hingga wajah merah Mily terpampang nyata. Wajah lelaki itu cukup terkejut. Mily pasrah. Meski semalam sudah melakukan apapun untuk menghilangkan kemerahan di wajahnya, tetapi tidak bisa dan akhirnya Surya melihat.
"Muka lo kenapa?" Surya terus bertanya meski Mily tidak menjawab. Melihat wajah gadis itu yang memerah tidak biasa, Surya semakin penasaran. Mencoba mendekatkan diri agar bisa melihat dengan jelas. Belum cukup, Surya tanpa sadar terus mendekatkan wajahnya, memperhatikannya baik-baik. Lalu kemudian menjulurkan tangan lagi mencangkup wajah Mily sepenuhnya.
Jangan tanyakan bagaimana keadaan Mily dan jantungnya, terasa sudah siap meledak sewaktu-waktu ia mengizinkan.
Surya terus bertahan di posisinya, sementara Mily sudah hampir mati menahan nafas. Melihat wajah Surya sedekat ini seperti membuat Mily mati secara perlahan. Tetapi, meski begitu, Mily tidak protes pada diri sendiri dan bahkan malah baru mau menikmati tetapi Surya mendadak menarik wajahnya menjauh. Kemudian menarik tangan Mily untuk berjalan mendekati Mini market yang ada di sebelah mereka.
"Lo tunggu disini bentar."
Samar-samar Mily masih bisa sadar dan mendengarkan perkataan Surya sebelum lelaki itu berlalu di hadapannya.
Mily terdiam, mencoba menguasai diri, mencoba sadar tetapi gagal lagi karena Surya sudah datang dengan obat alergi di tangannya.
"Lo alergi apa? udang? kepiting? atau apa?"
Surya tidak pernah berhenti bertanya, dan lagi-lagi Mily tidak menjawab. Malah semakin membatu ketika Surya membuka salep itu dan menjulurkan tangan lagi, mengoleskannya ke wajah Mily.
Mil, tahan.... Jangan sampai pingsan.
Di sela-sela Surya mengoleskan salep itu, ia masih sempat melemparkan senyum geli. Entah kenapa melihat raut wajah Mily yang belakangan ini sering di lihat olehnya, membuat Surya tidak tahan untuk tidak tersenyum. Sangat menggelitik.
"Udah." Surya menutup kembali salep itu. Memandangi sebentar Mily yang tidak berubah ekspresi. Sebelum kemudian melirik jam tangannya dan seketika berdiri. "Udah mau bel, nih. Lo ke sekolah bareng siapa? sendiri? Juwita mana?" Mily masih terus diam, sampai Surya menepuk kepalanya untuk sadar.
"U—dah per—gi dulu-an."
Surya mengangguk. "Yaudah, lo bareng gue." Katanya lagi. Mengajak Mily dengan tatapan tetapi gadis itu tidak mengerti. Surya gemas, langsung menarik tangan gadis itu saja untuk berdiri dan mengajaknya menyebrang, mendekati mobilnya yang berada disana.
Karena ini semua, Mily menjadi sadar, kalau semua hal pasti ada hikmahnya. Contohnya, setelah menderita dengan kecerobohan kemarin, Mily mendapatkan sesuatu yang berhasil membuatnya ingin menghentikan waktu.
Tapi.... Mily tetap menyayangkan Juwita tidak ada disini.
*****
ASLI GILA GUE TELAT LAGI WOI): TAU GA JARINGAN MINTA DI PACARIN BENERAN😭 MAAP AKU TIDAK MENEPATI JANJI😭 HAHAHA.
Jadi part ini gimana?
Kepribadian Surya akan mulai terlihat💏💏💏💏
Sayang Surya tidak?💏💏💏
Kalau sayang follow ig nya dong.
Kalau mau liat bego nya Mj follow ig nya dong.
Gue mau curhat ni. Semalam gue mimpi ketemu Surya HAHAHAHA. ASLI WOI PARAH GUE KENAPA MALAH MIMPIIN DIA. DIA CUTE BGT ASLI. AH GUE G MAU JELASIN NNTI LO PD NGIRI): dia bucin):
Okelah g mau bacot. Nnti gue ceritain klo kalian mau si
Sofyan gmana ni? Siapa yg mau nyari visualnya? Kalo ada dm saya saja di as.aff_
OKE SEE U DI HARI SABTU GUE G AKAN TELAT WOI YAALLAH KNP GUE TELAT MULU HAHA.
See u💏
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro