Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

Chapter 8 Part 2

Ryu tersungkur ke lantai begitu pintu dari koridor disentak terbuka. Wajahnya terjerembab ke lantai marmer yang dingin dan ia merasa benturan itu menyerang nyeri di sekitar wajahnya. Ia menoleh ke belakang dengan alis bertautan ke arah pengawal itu, tapi tak sempat memaki karena setelahnya kedua tangan Ryu dibopong paksa untuk bangkit. Ketika Ryu tersadar dengan pemandangan di depannya, baru lah ia melihat apa yang seharusnya daritadi ia sadari.

"Asuka?" gumam Ryu pelan, bahkan hampir tak berani bersuara. 

Di ruang garasi luas ini, Ryu menatap gadis yang terduduk di tengah ruangan bersama seorang pemuda berpakaian lusuh dan berkeringat. Mata Chelsea di tutup kain dan ia nampak menunduk dengan kedua tangan diikat ke belakang. Napas Ryu tercekat seketika, dari belakang pengawal tadi memaksanya bergerak maju selangkah, tapi Ryu merasa dirinya sudah hancur sebelum ia terkena apapun. 

"Ah, ini dia kartu terakhirku," seru Gilbert dari pojok ruangan yang tak terkena sinar lampu. Garasi ini amat besar dan luas, di tengahnya terdapat banyak sekali mobil yang dibungkus kain abu-abu sementara langit-langit garasi tinggi hingga suara teriakan siapapun bisa menggema jauh. Ini adalah garasi pertama yang Ryu lihat waktu ia datang ke sini sendirian. Ternyata benar, di sinilah tempat segala macam operasi itu bergerak. Tubuh Ryu di dorong dari belakang hingga ia kembali terjerembab tepat di depan Chelsea.

Gadis itu agak tersentak mundur, matanya berusaha melihat, namun ia seperti merasakan apa yang ia sadari juga.

"R--ryu?" katanya memanggil ke arah yang lain. Hati Ryu mencelus perih. Wajah Chelsea penuh keringan dan penutup matanya basah. Napasnya terengah-engah sementara ia bisa melihat bahu gadis itu gemetar hebat. Meskipun ia masih bisa mendengar suara lantang itu, Ryu bisa tahu kalau Chelsea ketakutan. Sedangkan di sebelahnya, Kato dengan mata memicing dingin dan napas pendek-pendek agak membungkuk. Sekujur tubuhnya berusaha menahan sesuatu, kedua tangannya juga diikat ke belakang dan Ryu baru menyadari punggung Kato yang hanya dilapisi kaos tipis hitam sobek-sobek dan berdarah. Begitu Kato tahu apa yang Ryu lihat ia berpaling dan membuang wajah.

"Asuka..."

Chelsea ingin bergerak mendekat tapi langkah Gilbert yang menghentikannya, Ryu terkesiap dan langsung ikut beranjak. 

"Bukankah ini tidak perlu terjadi? Kau hanya ingin aku menyetujui semua perjanjianmu, bukan? Kita sudah hampir selesai!" seru Ryu menghampiri pria bertubuh besar itu. 

Gilbert menyunggingkan senyum penuh kemenangan. "Kau terlalu naif. Nyatanya, percuma juga agensimu menyuruhmu untuk memenuhi misi ini. Kau sepenuhnya gagal."

Ia berjalan melintasi Ryu dan menghampiri Kato yang kemudian ditendang olehnya. Pemuda itu tersungkur, tubuhnya amat lemah dan tak ada pembalasan lain selain ekor matanya yang melirik penuh dendam.

"Apa maksudmu?"

Jas besar yang selalu dikenakan Gilbert dilepasnya, ia menyerahkan dasinya juga pada pengawal dan menerima secarik dokumen dari salah satu pengawal.

"Sekarang ini bukan hanya dua orang ini yang sedang menunggumu untuk berkata jujur, tapi agensi kecilmu itu juga sedang dalam kendaliku. Mudah saja menghancurkannya karena mereka sendiri yang menyuruhmu masuk untuk menuntaskan aku, bukan begitu?"

Sekilas, Ryu jadi teringat kata-kata Kyoto waktu di gedung Clai're sore itu. Ia yakin tak ada satu orang pun, tapi siapa yang tahu masalah ini..? Seketika Ryu tak bisa berpikir, ia berpaling ke arah Gilbert yang masih membaca dokumen di tangannya seperti penjahat paling santai di dunia. 

"Kau bahkan sampai mencari tahu sejauh itu?" Ryu mendecih pelan, "betapa takutnya kau padaku, bukan?" kali ini Ryu mengangkat dagunya, ia bisa melihat Gilbert mulai menatapnya dingin. Dengan menyelipkan cerutu di bibir, Gilbert berjalan mendekat ke arah Kato lalu menebaskan satu pukulan ke punggung pemuda itu hingga Kato terpental jatuh. 

"Kau memang tidak takut padaku, tapi kau takut pada mereka, bukan?"

Kali ini Gilbert yang balas menyeringai. Mulut Ryu terasa pahit ketika ia menemukan dirinya membeku hanya melihat Kato terperosok jatuh tak punya tenaga.

"Otosaka--selesaikan ini--lebih cepat--" Kato berusaha bicara, dengan tangkas Gilbert segera melemparkan satu pukulan lagi hingga Chelsea ikut menoleh ke arahnya.

"Aku tidak butuh suaramu sapi bodoh! Sekali lagi kau bicara--"

"Apa yang kau mau?" potong Ryu pelan. 

Gilbert melepas cengkramannya dari Kato, ia tak menjawab langsung seraya bangkit berdiri. "Aku ingin kau mati."

Kato dan Chelsea sama-sama terperanjat. Keduanya menoleh ke arah Gilbert yang menatap Ryu dingin. Ia melemparkan cerutunya ke tanah dan mulai melangkah mendekat. Ryu tahu ini semua akan tiba saatnya. Tapi rasanya mendengar langsung ucapan itu dari seorang pembunuh berdarah dingin seperti ini terasa lebih mencekam. Ia ingin sekali melihat ke arah Chelsea, tapi ia tahu jika melakukannya, dirinya malah semakin hancur.

"Kau memiliki sikap dan visual yang amat murni. Kau bahkan bisa melampaui target dari artisku sendiri tanpa melakukan apapun. Dan kau tebak apa yang kurasakan? Aku sebagai penguasa negara ini merasa kau tidak sopan."

Ryu baru sadar kalau Gilbert memiliki mata bulat sempurna yang tak nampak menakutkan. Jika bukan karena kumis tipis yang menempel di atas bibir dan kulit mulus tak berkeriput, orang-orang bisa saja mengira Gilbert seumuran dengannya. Ini yang Mika sempat bilang, artis-artis dibiarkan dikuliti demi perawatan wajahnya sendiri. 

"Lalu kenapa? Apa kau hanya akan menggunakan kaki tanganmu saja? Kenapa kau tak pernah muncul sendiri dan mengalahkanku? Kau pikir kekuatanmu mengambil alih kebebasan orang bisa bertahan lama selamanya? Dan pula kau mengharapkan penerus?" Ryu melirik Kato sembari mendengus remeh, "maaf saja, tapi Kato tak senajis dirimu."

Rasanya Ryu bisa mengatakan itu sambil meludahi wajah Gilbert, tapi mulutnya sekarang kering dan otaknya tak bisa memikirkan apapun selain rasa amarah yang pelan-pelan mulai memerciki kulitnya. Ia bisa merasakan ketenangan yang amat besar dari Gilbert, tapi justru ketenangan itulah yang membuat Ryu tak bisa membaca gerak-gerik selanjutnya. Ia selalu waspada entah pada apapun. Di dalam garasi ini hanya ada lima pengawal. Dua di pintu tempat tadi ia masuk, dua lagi di pojok ruangan tempat Gilbert tadi, dan satu di sebelah Gilbert sekarang.

"Apa kau punya kata-kata terakhir, Otosaka Ryu?" suara pelan Gilbert terdengar menusuk. Ia kontan melirik Chelsea yang hendak bangkit tapi pundaknya dicengkram dan dipaksa kembali duduk. Gadis itu menahan air mata dan gemetar, sementara kepalanya terus menggeleng, Ryu seperti bisa melihat dengan jelas bagaimana sorot penuh permintaan itu menembus relung hatinya.

"Kau berjanji akan melepaskan mereka?" sahut Ryu pelan. Terdengar Chelsea berteriak, tapi sekujur tubuhnya dikunci oleh pengawal. Sementara Kato hanya menatapnya tanpa mengatakan apapun, sepertinya inilah pilihan terakhir yang ia punya. Ia tidak tahu kapan ia merasa bodoh, tapi meninggalkan Chelsea dalam keadaan baik-baik saja dan mempercayakannya pada tua bangka ini, apakah tindakan yang benar? 

"Sepertinya tidak juga," sahut Gilbert tersenyum miring. Tepat ia mengatakan itu, Kato berseru di belakangnya. Gilbert menoleh cepat dan ia tak sempat mengatakan apapun karena Kato sudah lebih dulu menerjangnya. Ryu tersentak mundur, Gilbert roboh ke lantai dengan Kato mendudukinya. Ryu kontan langsung melindungi Kato dan menghalau gerakan pengawal yang hendak menghajarnya. Dengan tangan tak diikat, Ryu bisa lebih mudah menyerang. 

Satu pukulan berhasil ia hindari, keempat pengawal bergerak mendekat. Ryu melihat tongkat pemukul yang jatuh dari tangan Gilbert di atas lantai. Ia segera memungutnya dan melompat mundur waktu kedua pengawal menghadangnya. Pengawal itu memajukan berbagai serangan badan yang kuat. Ryu tidak tahu ia memiliki refleks sebagus apa, tapi ketika ia melihat tinjuan di berbagai arah, ia langsung menepis, menghalau ke samping dan balas menghempaskan tongkat pemukul itu ke kepala mereka. Dengan kekuatan penuh, Ryu membenturkan ujung tongkat itu hingga ia bisa merasakan tulang mereka retak. Satu per satu pengawal jatuh pingsan, pukulan dengan seribu emosi itu cukup membuatnya lengah sejenak, tapi ia segera menghampiri Kato.

"Brengsek!" Kato berguling karena Gilbert balas meninjunya dari atas, satu pukulan cukup menyemburkan darah dari mulut Kato. Kato balas menjepit tubuh pria itu dengan kedua kakinya yang kuat, lalu menghantam tubuh pria itu ke samping mobil hingga terdengar suara keras. 

Dengan susah payah Ryu beranjak ke arah Kato dan membantunya melepas ikatan tangan itu. 

"Selamatkan Asuka," bisik Kato begitu Ryu melepaskan ikatannya. Pemuda itu langsung menerjang ke arah Gilbert yang masih berusaha bangkit, dengan tangan terlepas, Kato lebih mudah bergerak dan meninju Gilbert lagi hingga roboh. 

Ryu segera berpaling ke arah Chelsea yang terduduk sambil menangis tanpa suara. Hal yang harusnya ia lakukan sejak awal. Kato masih terdengar meluncurkan pukulannya tapi Ryu harus bergerak cepat. 

"Asuka," panggil Ryu pelan. Ia mengangkat tangan dan melepaskan ikatan mata di kepalanya. Ketika mata sembab yang tertutup poni itu menatapnya, barulah Ryu tahu betapa ia amat merindukannya. Chelsea tak mengatakan apa-apa selain jatuh ke pelukannya dan menangis. Ryu ingin sekali balas memberinya sejuta ketenangan, tapi tidak sekarang. Tidak di depan Kato yang berusaha menghabisi Gilbert.

Dengan cekatan, Ryu membuka ikatan Chelsea dan ia langsung diterjang gadis itu hingga terjatuh. Pundak gadis itu gemetar hebat hingga rasanya ia bisa tahu apa yang ingin Chelsea katakan meski tak bersuara.

"Aku harus membawamu ke tempat yang aman dulu."

"Kato..." ujar Chelsea sambil melepaskan dekapannya dan melirik ke balik bahu Ryu. Ia ikut menoleh ke belakang.

"Aku akan membantunya, sekarang kau pergi."

"Tidak," kata Chelsea tegas. Sorot mata yang tadi putus asa, kini beralih penuh amarah. 

"Kita harus membantunya."

Ryu menyentuhkan tangannya ke pipi kusam gadis itu. Ingin sekali ia menghapus semua ketakutan dan semua penyesalan yang ada tapi rasanya sudah terlalu terlambat. Air mata itu kembali memuncak dan Ryu tak bisa melakukan apapun karena kejadian ini melesat bagai peluru yang diluncurkan tiba-tiba.

"Otosaka! Pergi cepat!" teriak Kato.

Dari depannya, Chelsea berlari menghampiri pemuda itu. Ryu ikut menghampirinya sementara wajah Gilbert sudah babak belur. Tangan Kato yang mengepal sudah cukup berdarah dan sepertinya pria itu sudah tidak bisa lagi mengatakan apapun.

"Kato--kita harus pergi dari sini--"pinta Chelsea.

"Tidak!" seru Kato, "ini tidak akan selesai sampai aku benar-benar membunuhnya."

Chelsea agak tersungkur ke belakang waktu Kato kembali meninju hidung Gilbert yang sudah tak berbentuk. Darah memenuhi seluruh wajahnya dan hanya terdengar Gilbert yang berusaha bernapas di antara pukulan Kato.

"Kau lihat apa yang kau berikan padaku?" Satu pukulan kembali melesat, "inilah yang kau dapatkan!"

"Kato!" Chelsea berusaha menghentikan Kato, tapi pemuda itu seperti tenggelam dalam emosi. 

"Kato--" sekali gerakan lagi, Chelsea menarik pemuda itu menjauh. Ryu ikut membantunya, dan Kato membiarkannya menarik mundur. Gilbert yang terbaring dengan napas pendek-pendek dan wajah hancur itu masih berusaha tertawa. Ia agak terbatuk sementara tangannya meraba sesuatu dari celananya. Tangan kanannya yang tak disadari siapapun.

"Kato--" panggil Gilbert susah payah. Seluruh badan besar Gilbert gemetar hebat dan kepalanya bergerak-gerak seperti salah saraf. Satu-satunya yang terlihat mengerikan adalah cara pria itu menatap dari antara darah di wajahnya.

"Kau akan menyesal--kau pikir--" Gilbert menarik napas susah payah, "--dengan menyelamatkan orang--yang kau cintai--bisa membuatmu--bebas?" ia masih bisa tersenyum dengan deretan giginya yang sudah terkena bercak darah, "sayangnya kau salah--"

Tanpa di sadari siapapun, tangan Gilbert yang daritadi merogoh sakunya tiba-tiba mengeluarkan sesuatu. Hal sama seperti apa yang Ryu lihat di malam terakhir pertemuannya. Cengkraman Gilbert masih kuat dan begitu pria itu bangkit terduduk, tak ada yang bergerak tangkas sebelum ia mengeluarkan pistol dan menembakannya dengan sekali kedip ke arah Chelsea.

Suara pelatuk terdengar memekakkan telinga dan nyaring ke penjuru ruangan. Sebelum sempat Ryu melihat dan menyadari dengan mata kepalanya sendiri, ia merasa napasnya terhenti sejenak.

Asuka...

***

Scrol terus guyss😆

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro