Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

Jam Malam

Memiliki dua jagoan yang sama-sama keras kepala seperti dirinya dulu itu membuat Shouto pusing tujuh keliling dan delapan tanjakan. Ya begitulah pikirnya. Banyak sekali momen-momen tak terelakan dari gangguan kedua anaknya yang gemas ini.

Seperti sekarang, entah bagaimana, seharusnya dia yang mengerjakan laporan untuk hari ini harus berdiam di kursi kerjanya bersama dua anak itu yang duduk dikedua pahanya, menggelayut manja karena tak bisa tidur, sementara sang istri yang kelelahan sepertinya tidak sadar kalau kedua buntalan manis menghilang dari kamar mereka malam ini.

"Papa, Shouyo mendadak ingin sereal bintang." Ujaran dengan nada mendayu dan kantuk yang berpadu mengusik minatnya pada keyboard laptop di meja kerja.

Alis matanya terangkat, sontak kacamata bundar yang khusus ia gunakan jika bekerja didepan laptop berakhir melorot dari hidung bangirnya. Terkejut dengan permintaan sang anak bungsu, sementara Shougo, anak lainnya kini mendusal dengan nyaman di ceruk lehernya. "Shougo mau permen apel." Sambutnya dengan nada berbinar menanggapi perkataan sang kembaran.

"Tapi ini jam setengah sebelas malam, bagaimana mungkin Papa bisa mengijinkan kalian mendapatkan itu semua? Bukankah seharusnya ini hanya lima menit, kalian harus tidur kembali, oke?"

Shouto mengajak mereka mengingat perjanjian awal mereka bertiga sebelum diijinkan mencampuri jadwal malamnya kali ini. Lagipula Shouto harus cari kemana permen apel jam segini, pun permen itu hanya bisa ditemui di acara festival-festival saja, menantang maut juga kalau permintaan tadi diiyakan.

"Shouyo lapar, Mama belum rebus brokoli lagi, ingin sereal jadinya."

"Nyambungnya dimana? Dari brokoli jadi sereal?"

"Disambungin Shouyo."

Duh. Sambatnya dalam hati. Shouto geleng-geleng kepala menolak permintaan secara halus, disambut bibir mungil Shouyo yang mengerucut.

"Dan Shougo, permen tidak bagus untuk gigi, apalagi sudah malam, dan juga, lebih penting, permen apel hanya ada jika ada festival, sangat sulit ditemui, oke? Jadi tidak boleh ya?" Shougo menarik sebelah kacatama yang ia pakai, tanda protes.

"Aduh jangan ditarik dong Shougo, Papa jadi tak bisa fokus mengetik."

"Tapi Shougo belum makan permen dari tadi pagi, jatah permen Shougo jatuh saat main di lapangan." Tak tega saat melihat binar yang redup di mata kedua anaknya sebenarnya, tapi mau bagaimana lagi kan? Dia tak mau membahayakan sistem pencernaan kedua anaknya, dan juga tak kalah penting, dia tak mau dibanting sang istri. No, menakutkan.

"Besok saja ya? Papa janji belikan yang lain deh, Shouyo juga berhenti menggigiti pulpen, Papa tahu Shouyo berniat mencoret-coret surat Papa lagi kan?" Tegurnya, sambil menarik kerah belakang piyama anak berambut putih yang menyengir saat aksi kejahatannya akan berlangsung.

"Papa buruk sangka, ini Shouyo sedang mengetes kalau pulpen ini masih bisa digunakan atau tidak kok." Kilahnya, mulai lagi, kini anak itu mulai aktif bicara kalau malam hari, berbanding terbalik dengan Shougo yang akan kalem kala malam hari, kecuali soal makanan sih, anak itu hiper aktifnya akan mulai lagi.

"Hm, iya deh, bilangnya begitu, besok surat Papa sudah digambari brokoli, terimakasih infonya Shouyo."

"Hehe, maaf, abisnya mau sereal."

"Dibilang gak nyambung juga Shouyo."

"Disambungin dong." Ocehan lain menanggapi ucapannya, rasanya kedua anak ini tambah menggelayut pada kedua lengannya yang masih bergerak mengetik e-mail di laptop.

"Shougo juga mau sereal kan?"

Terdengar dengkuran halus, sontak kedua lelaki Todoroki yang masih saling adu argumen menengok pada entitas mungil yang menempel pada pundak kanan sang ayah, memejam dengan imut, sesekali akan melesak makin nyaman dalam pelukan sepihaknya pada pundak lebar sang ayah.

"Selamat malam Shougo, semoga mimpi indah."
Ucapnya kemudian dengan dibarengi kecup sayang pada pucuk kepala sang anak. Kini dia menatap anak satunya yang belum juga terlihat akan menyusul tidur sang kembaran.

"Jadi?"

"Shouyo belum mengantuk?" Kedip imut diulang, dia hanya mengangguk menanggapi kalau mungkin sang anak akan diperbolehkan menemaninya menyelesaikan pekerjaan malam ini.

"Baiklah, tapi Papa akan memindahkan Shougo dulu ke sofa, baru kita lanjutkan obrolan malam ini."

"Obrolan itu bukannya yang barang setengah harga ya Papa? Tapi Shouyo tak tahu kalau ada yang berjualan malam begini?"

Shouto hampir menyembur kopinya kalau saja tak ingat ada dua buntalan manis dipangkuan, dengan keadaan satu masuk alam mimpi dan satunya masuk alam ketidak pahaman.

Susah memang kalau mempunyai anak pintar dan tanggap, tingkahnya ada-ada saja, bahkan di waktu kapan pun itu.

"Itu obral Shouyo, berbeda dengan obrol, kalau obrol itu berbincang-bincang, mengerti?"

Shouyo terdiam, lalu mengangguk.

"Tidak."

Oke, Shouto ingin menggigit pipi mochi itu.

Beralih dia memindahkan bocah manis yang tidur dipelukannya untuk dibaringkan di sofa dalam ruang kerjanya yang besar. Bersamaan dengan selimut yang dia tutupkan ke tubuh mungil yang tertidur itu, selimut itu memang ada di ruangannya karena dirinya yang biasa tidur diruang kerja.

Sementara Shouyo duduk nyaman di meja kerjanya, sambil memainkan jam pasir, dibolak-balikan hingga isinya sama banyak, walau lagi-lagi berkurang di salah satu tabungnya karena gaya gravitasi.

Kembali lagi, Shouto mendapati anak bungsunya menatapnya dengan raut gelisah.

"Kenapa Shouyo?"
"Shouyo rasa ingin bertemu Om Izuku."
"Heh? Jam segini?"

Permintaan macam apalagi sekarang? Pikirnya memutar otak. Sang anak mengangguk.

"Iya, kangen Om Izuku."
"Papa saja jarang dikangenin, kenapa Shouyo kangen Om Izuku?"
"Ya karena Papa kan bisa sering ketemu."

Shouto duduk di kursi kerjanya lagi. Shouyo dengan segera duduk dipangkuannya lagi, membawa jam pasir dan kini diayunkan sampai tak sengaja mengenai dagunya. "Aduh."

"Sorry." Shouyo meniup dagunya yang rasanya tersengat pinggir jam pasir yang berbingkai kayu itu. Dengan refleks dia memeluk sang anak gemas, benar-benar tak bisa ditolak apapun keinginannya.

"Lalu kalau Om Izuku kenapa?"
"Karena hoam...." jam pasir diletakan ke meja lagi. Shouto menunduk, Shouyo tersenyum manis, walau kantuk mulai menyerang anak itu.

"Karena...." masih dilanjutkan, padahal dia akan bertanya pada sang anak agar dibawa ke sofa menyusul Shougo, jadi dia diam menunggu perkataan itu selesai.
"Hm?"
"Karena Om Izuku mirip brokoli, Shouyo hoam ingin makan brokoli...uhm."

Shouto menahan tawa, kini wajah datarnya benar-benar bisa bereskpresi walau tertahan tak mau membangunkan kedua anaknya karena suara kekehannya.

"Momo, kurasa aku tak bisa mencegah mereka menggangguku lain kali, hiburan sekali."

Dia mencium pucuk kepala Shouyo sambil kembali berhati-hati mengetik dokumen, sebelum memboyong Shouyo tidur disofa empuk itu bersama sang kakak yang sudah tidur terlebih dahulu.























Momo bergegas keluar kamar anaknya dengan penampilan acak-acakan, rambut panjangnya tergerai karena rasa paniknya, menemukan kamar kedua anaknya kosong di jam setengah enam pagi, tanpa kehadiran kedua anak kembarnya di kasur empuk itu.

"Kemana mereka, aku ingat sekali menidurkan keduanya? Tunggu! Dimana?! Apa mungkin mereka keluar, apa aku lupa mengunci pintu?"

Langkah kakinya berjalan mengelilingi ruang keluarga dan ruang tengah, sesaat dia akan menuju dapur, didapatinya pintu ruang kerja Shouto yang terbuka sedikit.

Sontak saja dia berpikir untuk meminta bantuan sang suami menemukan kedua anak mereka yang mendadak menghilang.

"Shouto bisa-" ucapannya terhenti melihat kedalam ruangan yang menampilkan suaminya yang memeluk erat kedua anaknya yang tertidur nyaman didalam selimut, diatas sofa empuk itu, masih mendengkur halus, sementara Shouto tertidur dengan posisi duduk di lantai, menjaga agar kedua anaknya tak terjatuh ke lantai yang keras dan dingin.

Momo terdiam diposisinya saat ini, hanya untuk mendekat dan mencium sayang kening kedua anaknya, dan membisikan kata sayang pada sang suami.

"Kau sungguh diluar dugaan Shouto, aku sayang padamu." Diakhiri kecup dipipi.

"Baiklah, kurasa akan kubangunkan ketika sarapan spesial siap."

Momo menyelimuti Shouto dengan selimut lain yang ia bawa dari kamar, lalu bergegas membenahi rambut panjangnya dan memulai kegiatan memasaknya dengan ceria, tentu karena kelakuan ketiga lelaki tersayangnya. Ya, sungguh pagi yang ceria.





















To be continue...

Aloha~ maaf ya baru muncul dan tiba-tiba update dengan jumlah word yang lumayan, astaga gak sadar sudah nulis 1k word, lumayan lama aku berhenti nulis, jadi pas nulis ini dan sadar wordnya banyak, kayak amaze begitu loh.

Oh ya, makasih untuk vote dan komen kalian, ini yang bikin aku semangat nulis lagi hehe, kemarin aku take hiatus agak lama, sorry :(

Oh ya aku bacain semua komen kalian kok, tapi maaf gak bisa balas satu-satu, soalnya aku ga punya cukup waktu untuk lakuin itu, tapi aku baca kok komen kalian, makasih, mood banget ^^)

Salam hangat, diesdiary.

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro