03. Menjadi teman curhat, mengenai diri sendiri
Untuk murid miskin yang masuk ke sekolah dengan jalur beasiswa. Al tidak merasa aneh saat dirinya diperlakukan dengan acuh, tidak disukai dan terkena kata-kata kasar dari teman sekelasnya.
Satu bulan dia bersekolah, Al bisa menghindari semua kelicikan para remaja labil itu dengan sopan. Menjadikan dia sasaran yang sulit untuk dijadikan objek kesenangan oleh para Tuan Muda kaya.
Meski begitu, ia masih heran mengapa Shine juga diperlakukan dengan agak dingin. Keluarga Luceat termasuk keluarga terkenal dan kaya hampir sebanding dengan keluarga Weaver. Itu juga menjadi alasan mengapa mereka bertunangan.
Setelah melakukan observasi teliti, mencari alasan dan berbagai rumor di forum sekolah. Akhirnya Al menemukan jawabannya.
Itu lagi-lagi hasil dari Casey si bajingan sampah.
Karena koneksinya, dia secara gamblang menunjukan ketidaksukaannya pada Shine. Bagi orang-orang yang ingin menjilat keluarga Weaver. Meski mereka tidak ingin membuat Shine menjadi musuh. Orang-orang itu memutuskan untuk mengisolasi si perak. Menjadikan Shine lebih banyak sendirian dan bermain dengan ponselnya.
Parahnya, Shine sepertinya tidak menganggap hal itu aneh. Mungkin fokusnya selalu pada Casey.
Karena kekeraskepalaan Shine, teman-teman sekelasnya selalu berbicara di belakang layar. Menyebutnya tidak tahu malu, bodoh dan menertawakan kesetiaannya untuk mengejar 'Alcase' meski pertunangan itu sudah hancur.
Hari itu, Al yang memutuskan untuk meninjau pelajaran di perpustakaan setelah semalaman meninjau saham. Tidak sengaja menemukan Casey dan teman-teman sampahnya sedang berbicara dengan Shine.
Ia menghentikan langkah, memutuskan menguping pembicaraan.
Samar-samar, dia bisa mendengar Casey berbicara buruk pada Shine. Menyentaknya untuk pergi setelah memperlakukan si perak dengan kata-kata kejamnya.
Melihat Casey dan rombongannya pergi, Al melirik ke arah Shine yang menundukkan kepala seraya mencengkram sesuatu di dadanya.
Rasa bersalah kemudian menjalar, menusuk hati kecilnya dengan rasa sakit.
"Apakah kau baik-baik saja?" Al bertanya ketika ia berdiri di samping Shine yang tersentak seraya memalingkan muka.
"Aku baik-baik saja." Shine yang berusaha untuk tidak menangis, menjawab dengan pelan. Ia menunduk, menyembunyikan matanya yang sudah memerah dengan luapan emosi kesedihan.
Al menghela napas berat, ia dengan lembut mengajak Shine untuk duduk di bangku kosong dan menemaninya dalam diam.
Selama 10 menit, keduanya diam. Hanya semilir angin dan suara daun yang terdengar. Al tahu dia tidak memiliki hak untuk bertanya. Mereka hanya teman sekelas. Namun, ia tidak bisa membiarkan Shine terpuruk seperti ini.
Meskipun status tunangan keduanya sudah rusak. Al masih peduli dan ingin membuat Shine bahagia.
"Maaf sebelumnya. Tapi jika kau ingin bicara. Aku bersedia untuk mendengarkan. Aku janji tidak akan memberitahu siapapun. Kau tahu sendiri aku hanyalah murid miskin. Meskipun aku berkata, siapa yang akan percaya?"
Mendengar tuturan Al, Shine mengangkat kepalanya dengan heran. Selama ini ia hanya berfokus pada 'Alcase' melupakan hal lain yang membuat dia semakin kesepian. Terkadang ada beberapa orang yang menunjukan kebaikan seperti Al saat ini. Namun, mereka hanya ingin memanfaatkan. Bahkan sebagiannya diperintahkan oleh Casey untuk membuatnya lebih menderita.
Biasanya, Shine tidak ingin mempercayai seseorang yang sepertinya memiliki rencana lain. Namun, ketika melihat manik merah di balik kacamata tebal yang menatapnya dengan lembut. Sesaat Shine merasa tatapan itu akrab. Meski ia bingung di mana dia pernah melihatnya.
Jadi, dengan hatinya yang masih kacau Shine mulai bercerita. Mengenai pertunangannya, Casey yang tiba-tiba berubah dan dirinya yang masih percaya jika mantan tunangannya tidak akan melanggar janji.
Al terdiam, ia sudah tahu pengalaman Shine dari rumor. Namun, mendengarnya langsung dari si perak tetap membuatnya sakit.
Ia ingin berkata, bahwa orang itu bukan dia.
Ia ingin berkata, bahwa dia selalu menepati janji.
Ia juga ingin berkata, bahwa sosok Shine selalu penting di hatinya-
Mengepalkan tangannya erat, Al merasa sedih. Setelah ia kehilangan segalanya termasuk orang tua. Dia tidak pernah menitikkan air mata. Namun, mendengar kisah tragis Shine dan cara si perak di perlakukan dengan kejam. Membuatnya ingin menangis.
Seandainya dia tidak ceroboh-
Seandainya dia tidak kehilangan identitas-
Pikiran berkecamuk Al terhenti saat Shine menyentuh pundaknya dengan senyuman lembut. Manik violet itu menatapnya hangat dengan penuh rasa terima kasih.
"Terima kasih sudah mendengarkan. Perasaanku jauh lebih baik."
"Oh? Tidak masalah. Jika kau ingin seorang pendengar aku bisa melakukannya. Seperti yang kau tahu, aku tidak begitu diterima oleh teman-teman sekelas." Al tersenyum lembut. "Bolehkah kita berteman?"
Shine kemudian tertawa manis. "Tentu. Aku rasa kau orang yang baik."
Al mencibir, dia bukan orang baik. Apalagi telah membuat mantan tunangannya menangis berkali-kali.
Sejak itu, keduanya menjadi lebih dekat. Al entah sejak kapan menjadi teman curhat si perak. Ponselnya bahkan selalu penuh dengan pesan Shine yang mengatakan semua jadwal dan hari-harinya tanpa absen.
Melihat pesan itu, hati Al menghangat dengan kesan nostalgia. Karena sebelum identitasnya diambil. Shine juga seperti ini, selalu mengirim pesan tanpa henti, mengomel dan mengeluh jika ada sesuatu yang tidak ia sukai.
Mungkin karena Shine tidak bisa mengirim pesan-pesan itu pada 'Alcase' setelah mendapat teman kepercayaan, semua pesan beralih padanya.
Waktu berlalu dengan cepat, tidak terasa ujian semester telah berakhir.
Siswa miskin Al, mengagetkan semua orang karena mendapat peringkat pertama satu sekolah. Meski dia masih mendapat tatapan jijik. Setidaknya semua guru menyukainya. Jadi, ia masih bisa aman bersekolah.
Sayangnya, Shine hanya mendapat nilai rata-rata hampir masuk peringkat terbawah. Mau bagaimana lagi, Shine selalu memikirkan 'Alcase' dan mengabaikan belajar. Padahal ia tahu jika si perak bisa memiliki nilai yang bagus jika dibimbing dengan baik.
Maka dari itu, ketika Al sedang mengetik sesuatu di asrama. Ia terkejut saat Shine membuka pintu kamarnya dengan ekspresi bersemangat.
"Al, aku ingin les! Aku akan membayarmu!" Kata si perak dengan raut bersemangat.
"???" Al menunjukkan ekspresi tanya, lalu menghela napas. "Kenapa tiba-tiba?"
"Alcase bilang dia akan pergi ke universitas nomor satu. Jadi, nilaiku belum cukup." Shine sedikit menundukkan kepalanya, terlihat malu karena nilainya yang tidak begitu bagus.
Hati Al mendingin seketika. Yah, itu masih mengenai 'Alcase'. Huh.
Lupakan, dia senang karena bisa memiliki waktu lebih bersama Shine.
"Baiklah. Tapi bimbingan ku cukup kejam lho." Al menyeringai sambil memperlihatkan tumpukan buku di mejanya.
"Aku akan berusaha!"
Sejak itu, Shine pun selalu tinggal di asrama Al dengan dalih belajar. Bahkan si perak menolak untuk pulang. Untung saja asrama memiliki dua tempat tidur. Jadi, mereka tidak perlu berbagi ranjang.
TBC
Salam,
Yoru
[1 Feb 2025]
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro