Epilog
"Dalam hidup, untuk meraih sesuatu, kamu harus rela melepaskan yang lain." Fira membaca kutipan dari sebuah novel itu keras-keras, lantas ia membanting buku tersebut dan tengkurap di atas kasur sambil guling-guling ke kanan dan ke kiri. "Gila bagus BANGET bukunya, lo harus baca!" seru cewek itu tak kalah heboh.
Sementara itu aku menggelengkan kepala, memecah fokus sebentar dari lembaran kertas di meja belajar. "Lo mau sampai kapan sih, hidupnya baca novel fiksi remaja terus? Kita udah kelas dua belas, Fir. DUA BELAS!" Aku menanggapi tidak kalah berisik. "Gue aja udah tobat. Lo katanya mau masuk ITB juga bareng gue? Gimana sih, ngomong doang."
Fira terbangun dari aksi guling-gulingnya lalu mencebikkan bibir. Ia mengambil satu-satunya boneka di ranjangku, dan memeluknya dengan pandangan hampa.
Tapi pandangan itu tidak berlangsung lama, karena beberapa detik setelahnya tatapan Fira mendadak berubah begitu saja menjadi berseri-seri.
"Gue kayaknya mau langsung nikah aja deh sama om-om tajir. Masuk ke ITB otak gue nggak ku—"
Aku langsung melempar bantal terdekat ke arah kepalanya sampai ia terjungkal di kasur. Cewek itu mengaduh kesakitan dan mengeluh karena hampir saja kepalanya terbentur dinding kamar, tapi aku tidak peduli. Bicaranya yang sering ngawur kadang-kadang bisa bikin aku geram setengah mati.
"Enak banget lo ngomongnya," ketusku.
"Lah emang iyaa."
"Yang penting kalau om-om itu selingkuh, jangan lari ke gue ya."
"Dih, kok gitu?"
"Gue mau ngejar masa depan yang cemerlang. Nggak ada waktu buat ngurusin ibu-ibu anak satu yang ditinggal suami."
"TERSERAH LO."
"Emang terserah gue."
Begitulah bagaimana kehidupanku berjalan. Fira menjadi sahabatku, kendati kadar kepikunannya itu bisa saja membuat semua orang di dunia meledak. Tapi untungnya aku ini seseorang yang sabar dan penyayang. Bukannya aku menormalisasi otak Fira yang sebelas dua belas seperti lansia ya, tapi hal-hal seperti ini memang jauh lebih bisa dimaafkan daripada ...
... daripada apa, ya?
Sepertinya ada sesuatu yang kulupakan di bagian otak yang lain. Sayangnya aku tidak pernah tahu apa yang sudah kulupakan itu. []
***
a/n: halooo semua! terima kasih sudah menemani Viana sampai sejauh ini!
sebenarnya dari proyek Viana, aku berharap pembacanya bisa menerapkan konsep setting boundaries (mengatur batasan) dalam kehidupan sehari-hari. aku pengen kalian bener-bener tahu apa yang sebetulnya kalian mau, bukannya hidup di atas keinginan orang lain (seperti Viana yg dulu). kemudian, jangan pernah takut juga untuk memutus mata rantai toksik di sekitar, ya! karena kita semua berhak hidup dengan merasa aman dan nyaman. :>
selain itu, apa kesanmu dari proyek To the People I Hate? tulis di komentarrr!!!!
dan btw, sampai jumpa di proyek-proyek selanjutnya! 🌸
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro