8 || Dia Tahu
Apa yang ada di pikiranmu jika aku bilang 'Ibu Peri'?
Mungkin ada yang berpikir sosoknya bersayap seperti peri pada umumnya, atau memakai gaun bagus selayaknya tuan puteri, atau seseorang yang menggunakan tongkat sihir. Pokoknya ada banyak. Ada banyak sekali gambaran mengenai Ibu Peri yang tidak bisa kucantumkan di sini.
Namun sayangnya (sangat disayangkan sekali), peri yang kulihat ini tidak seperti itu.
Kamu tahu 'kan, gagasan soal Ibu Peri itu cuma ada di buku-buku dongeng Barat atau film-film Barat. Di Indonesia kita tidak punya Ibu Peri, tapi lebih daripada itu, kita punya sosok Nenek Gayung atau Sundel Bolong atau Kuntilanak atau Suster Ngesot. Yah, mereka memang sama-sama perempuan, meski secara karakteristik sangat berbeda. Tapi kamu harus tahu maksudku! Di sini, di Indonesia, bentuk Ibu Peri tidak lantas sama seperti di Barat!
Maka, tahu dari mana aku jika ia Ibu Peri?
Aku mematung melihat sosoknya. Sosok berlonceng yang membuatku ketakutan dan nyaris saja kejang-kejang.
Sosok itu kecil, jadi ukurannya mungkin sepanjang jari tangan kita. Tapi jari tengah, karena jari tengah berukuran lebih panjang dari jari tangan lainnya. Aku tidak bermaksud memakai simbol kurang ajar, tapi panjangnya memang seperti jari tengah kita.
Lupakan saja.
"Kamu siapa?" tanyaku pelan sekali, suaraku hampir habis, kurasa.
Sosok itu terbang ke kanan dan kiri, seperti lalat. Ia juga senang berputar-putar seperti anak kecil. Tidak tahu apa alasannya.
"Aku Ibu Peri," katanya menjelaskan dengan arah terbang yang tak pernah seimbang.
Iris bola mataku berusaha mengikuti pergerakannya, lalu aku bertanya lagi, "Ibu Peri? Ibu Peri yang ada di film-film itu?"
Ia memutar bola mata kesal. Meskipun bola matanya kecil sekali, tapi aku bisa melihat ia memutar bola mata dengan kesal dan malas. "Sebenarnya ya, film-film itu yang mengikuti kami. Bukan kami yang merealisasikan otak imajinatif manusia yang kebanyakan berkhayal."
Dahiku mengernyit. "Kamu lumayan galak untuk jadi Ibu Peri."
"Nggak semua peri lemah lembut. Sebagian sudah lelah karena dapat klien yang menyebalkan sebelumnya, dan sebagiannya lagi memang sifat bawaan lahir," jawabnya terdengar ogah-ogahan.
"Kamu pasti sifat bawaan lahir," simpulku.
"Terserah," balasnya.
Aku benar-benar baru tahu ada peri yang temperamental seperti ini. Kita baru kali pertama bertemu dan bisa-bisanya ia bertindak tidak sopan. Tadi ia bilang apa? Klien? Tidak masuk akal. Jadi di dunia ini ada layanan Ibu Peri, begitu? Seperti layanan jasa yang siap siaga membantumu dalam keadaan susah? Lucu sekali.
Aku menggeleng-gelengkan kepala dan menepuk pipi berulang kali. Mungkin ini cuma mimpi. Tapi ketika aku bahkan sudah menepuk pipi dengan keras dan menggelengkan kepala kuat-kuat, sosok itu tidak juga pergi. Ia masih ada di sana, terbang dengan tidak seimbang.
"Jadi kamu dari perusahaan jasa Ibu Peri? Maksudmu, ada banyak sekali Ibu Peri di dunia ini, gitu? Dan masing-masing dari kalian bekerja untuk memenuhi kebutuhan klien?" tanyaku beruntun karena mulai pusing. Eksistensi Ibu Peri lebih sulit dipercaya daripada diskon seratus persen semua produk di toko alat tulis Muji.
"Ya, semacam itu. Dan ya, kami bertugas untuk memenuhi klien. Makanya jangan banyak ngomong dan sebutkan saja apa dua permintaan terbesarmu!" titahnya dengan ketus.
Tapi, aku tidak semudah itu. Aku takkan memberi permintaan terbesarku sebelum aku tahu kredibilitasnya seperti apa sebagai seorang peri. Bagaimana kalau ia jelmaan iblis? Kita tidak pernah tahu.
Persetanlah, sekarang aku jadi pusing sendiri karena kehadiran makhluk kecil yang belum tentu nyata, tapi tampaknya sangat nyata.
Ibu Peri itu, yang mirip tante-tante SCBD bersayap, menarik napas dalam-dalam dan mengembuskannya perlahan. Mungkin berusaha lebih sabar.
Dan benar saja, ia lalu berkata dengan lebih lembut dari sebelumnya, "Viana, Semesta memanggilku untukmu. Semesta tahu siapa orang yang benar-benar butuh bantuan di dunia. Dia yang paling tahu semua penderitaan manusia. Dan, kamu, termasuk seseorang yang butuh bantuan itu."
Aku diam.
"Ini nyata. Aku nyata. Aku akan membantumu sebisaku. Aku akan membantumu keluar dari lubang gelap itu."
Kemudian aku berpikir, bahwa kurasa ia memang nyata.
Satu, aku tidak pernah menyebutkan namaku.
Dua, aku tidak pernah mengatakan hidupku sedang berada di lubang gelap itu.
Tapi dia tahu. []
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro