15 || Batasan
Fira menjemputku di ruangan UKS. Aku bilang menjemput karena yah, ia kebetulan datang ketika aku sudah mau beranjak keluar dari tempat ini. Kak Renatta belum sampai di sini, mungkin ia sedang perjalanan ke mari dari kelasnya, atau melipir dulu ke kantin. Jadi aku menyelipkan kertas bertuliskan 'terima kasih' di meja supaya ia bisa membacanya nanti.
"Lo beneran udah nggak apa-apa?" tanya Fira memastikan ketika kami berjalan keluar. "Gue tadi kaget banget lho, pas denger dari Kak Renatta, lo pingsan dan lagi di UKS."
Aku mengibaskan tangan tanda tidak perlu pusing-pusing. "Gue udah aman, santai aja," jawabku menenangkan.
Karena memang tidak ada yang perlu dipusingkan mengenai kondisi kesehatanku saat ini. Aku yakin, aku begini karena terlampau stres dengan semuanya. Karena mentalku sudah tidak lagi stabil jadinya ia pun merambat sampai ke fisik. Kalau seperti ini, apa namanya? Psikosomatis?
Diingat-ingat lagi, Aldo bahkan tidak mengecekku kembali di ruang UKS. Atau minimal, menanyai kabarku di WhatsApp.
Ia tidak melakukan itu sama sekali. Jadi sebenarnya, pacar Aldo itu siapa? Aku atau Nadin?
"Gue mau main ke rumah lo hari ini. Hitung-hitung tebus kesalahan gue kemarin. Mumpung gue nggak ada bimbel juga, nih. Bisa nggak?"
Kepalaku jadi mulai nyeri lagi mendengar gagasan itu keluar dari mulut Fira. Rasanya seperti trauma, aku jadi agak takut mempersilakan orang lain untuk masuk ke dalam hidup kembali, karena kadang-kadang perilaku manusia memang tidak bisa ditebak. Dan ini sulit. Sulit karena aku juga harus berdamai dengan hal itu sekaligus.
Oleh karenanya kepalaku berisik, ekspresi Fira terlihat antusias sekali ingin main ke rumah, tapi kondisiku sendiri sedang tidak mendukung. Aku jadi butuh waktu untuk memutar otak, bagaimana cara menolak gagasannya dengan sopan.
"Hmmm, sori banget nih Fir, nanti gue mau langsung istirahat soalnya badan gue capek banget. Mungkin lain waktu?" ucapku setelah menemukan kalimat tepat, tapi tetap dengan hati-hati karena takut ia tersinggung.
Namun sepertinya Fira benar-benar di luar dugaanku, sebab ia tidak tersinggung sama sekali, karena dilihat dari raut wajahnya ia tampak mengerti.
"Ohhh iya, sori sori lo kan lagi sakit. Yaudah lo sembuhin diri dulu, ya. Kapan-kapan kita main!" Lantas Fira menggamit lenganku dan kami berjalan beriringan menuju kelas.
Hatiku agak menghangat, karena kupikir Fira akan tersinggung dan membenciku sebab sudah menolak permintaannya. Namun ternyata, Fira bukan orang yang seperti itu. Ia sama sekali tidak menjauh karena batasan yang kubuat. Malah lebih daripada itu, Fira menghargai batasannya.
Fira mengerti.
Fira tidak seburuk itu.
Jadi kurasa mulai sekarang, perlahan-lahan aku mesti berusaha untuk memaafkannya dari insiden semalam.
Karena memang Fira layak dimaafkan. []
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro