Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

13 || Keruntuhan Kedua

Kami duduk berdua di pinggir lapangan setelah aku menolak tawaran Fira untuk makan siang bersama. Kami itu aku dengan Aldo. Kami duduk dengan canggung dan lebih banyak diamnya. Mungkin bukan canggung ya, tapi lebih ke perasaan tidak nyaman.

Untungnya, kami duduk bersisian, sehingga pandangan kami mengarah ke anak-anak yang bermain basket di bawah guyuran terik matahari.

Bola jatuh, dan memantul. Bola jatuh, dan memantul. Rasanya degup jantungku seirama dengan bola basket yang dimainkan itu. Tidak teratur.

"Kamu ada yang mau diomongin?" tanyaku, buka suara. Mengingat waktu adalah komoditas berharga yang tidak bisa kita dapatkan lagi, lebih baik memulai percakapan ini atau tidak sama sekali.

Aldo mengangguk dengan tatapan mengambang. "Ada."

"Apa?" tanyaku lagi, sambil mempersiapkan hati.

Aldo memainkan satu kakinya seperti orang kecemasan. "Aku ... OSIS, harus survei ke Bandung. Sekolah kita mau bikin event di Bandung, jadi--"

"Oke," potongku, tidak mau mendengar lebih lengkap seluruh rangkaian kebohongannya. "Ada lagi?"

"Udah, itu aja. Kamu sendiri?"

Aku menggelengkan kepala. "Nggak ada."

Aldo manggut-manggut. Membuatku berdecih dalam hati. Ia bisa mengobrol panjang sepanjang gerbong-gerbong KRL dengan Nadin, tapi tak bisa lagi bicara mengalir kepadaku. Jadi kupikir kami sudah berubah haluan. Aldo sudah berubah pandangan. Yang ada di sampingku ini sudah bukan lagi Aldo yang kukenal. Ia sama sekali berbeda. Asing. Sangat asing.

Kurasa, Rayhan ada benarnya.

"Aku boleh nanya sesuatu?" Aku menoleh untuk mengetahui responnya. "Semalam kamu nggak ada kabar, ke mana?"

Aldo balas menoleh kepadaku. Tapi tidak lama, hanya selang sebentar, karena ia langsung mengalihkan pandangannya ke arah anak-anak yang bermain basket lagi. "Hmm, aku nggak ke mana-mana. Aku di rumah. Ngerjain tugas Ekonomi. Tau 'kan, pelajaran Ekonomi susah banget," jawabnya membuat dadaku semakin sempit.

"Tugas Ekonomi, ya?"

"Iya."

Aku tertawa lelah. Menertawakan dan mengasihani diri sendiri karena dimanipulasi sedemikian rupa. Seakan-akan hidupku ini cuma sebuah lelucon di matanya, seolah aku ini memang pantas dibohongi dengan bualan bututnya.

Mendengar tawaku yang mungkin asing di telinga, Aldo baru memerhatikanku betul-betul. "Mukamu pucat. Lagi nggak sehat, ya? Mau aku beliin apa?"

Mau aku beliin apa?

Pertanyaan itu menggema berkali-kali di kepala, membuat pusingku semakin tidak tertahan.

Sekarang aku semakin tidak bisa melihat sekeliling dengan jelas. Pandanganku buyar. Pandanganku berputar. Kepalaku berat sekali rasanya, seolah kepalaku ini seperti ditarik kuat-kuat oleh gravitasi Bumi.

Kemudian ... hitam.

Aku pingsan. []

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro