1 || Pagi yang Tidak Baik
Pagi ini harusnya menyenangkan karena motorku tidak terlalu rewel ketika ingin dibawa berangkat sekolah. Biasanya ia harus digeber-geber sampai memberisikkan tetangga sekitar, atau suka mogok di jalan jika aku membawanya terlalu pelan. Yah, tidak semua orang memiliki pengalaman yang sama tentang ini, tapi kiranya motorku begitu.
Dan, aku amat sangat bersyukur sekali relasi antara aku dengan motor Mio berbadan penuh corak itu baik. Maksudnya, ia lagi tidak mudah ngambek alias sedang mau diajak bekerja sama. Sujud syukur!
Tapi kayaknya Semesta tidak pernah ingin melihat pagiku dihiasi dengan cengiran di bibir. Buktinya, ketika aku sampai di area parkir sekolah, aku langsung menangkap pemandangan yang tidak mengenakkan mata!
Itu cowokku bersama si tengil yang cari perhatian! Bisa-bisanya!
Mana nempel-nempel lagi!
"Dasar, masih pagi juga!" Aku segera menggeber motor yang bunyinya seperti auman singa kejepit dan buru-buru mencari spot parkir yang kosong. "Bisa nggak sih, sehari aja tenang dikit hidupnya?!" dumelku sambil turun dari motor dan melepas helm dengan emosi.
Aku berjalan cepat dan langkahku menghentak tanah. Orang-orang yang tadinya menghalangi jalan langsung menghindar karena tidak mau berurusan dengan cewek singa di SMA Harapan Nusantara. Aku terkenal dengan julukan itu. Beberapa orang bahkan bersiul meledek melihatku pagi-pagi sudah emosi. Tapi siapa peduli ketika kamu melihat pacarmu sedang membicarakan sesuatu yang seru dengan cewek tengil ITU?
Dari kejauhan saja, aku sudah mendengar cekikikan yang dibuat-buat halus olehnya. Dasar! Bisa-bisanya ia memiliki dua opsi bunyi tawa untuk laki-laki dan perempuan!
"Sengaja banget!" cibirku sambil berbisik, mendengar bunyi tawanya yang sok-sokan jadi lemah lembut.
Pacarku itu, Aldo, akhirnya menangkap keberadaanku yang tengah berjalan ke arahnya. Ekspresi cowok itu langsung berubah, senyumnya langsung lenyap seketika. Tubuhnya bahkan menjadi tegang, seolah-olah sedang melihat setan yang terbang mendekat.
Rasanya antara marah dan puas ketika melihat respons tubuhnya. "HA! Ketahuan bikin salah, 'kan!" batinku dalam diri.
Melihat raut wajah Aldo yang mendadak jadi berubah, cewek tengil itu segera mengikuti arah pandang Aldo dan mendapatiku sedang berjalan menuju mereka. Dan dengan kurang ajarnya, ia berkata, "Eh, gue tinggal dulu ya, Do. Lanjut di WhatsApp aja nanti. Oke?"
Cowokku mengangguk tanpa sadar, sebab matanya masih menatap lurus ke arahku. Jadi begitu aku sampai tepat di depan mereka, cewek tengil itu langsung pergi sambil memberikan senyum manis terakhirnya kepada Aldo, dan mengubahnya menjadi senyum masam begitu melihat kedua bola mataku. Benar-benar!
"Bahas apa tadi?" tanyaku sambil menyilangkan tangan di depan dada, ketika ia sudah benar-benar pergi.
Dan Aldo langsung mengembuskan napas berat karena tahu masalah ini akan panjang. []
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro