[16]
✧ ✧ ✧
Napas keras yang terburu itu menjadi lagu bagi hutan yang sunyi ini. Pemiliknya adalah sosok raksasa berbulu yang kini berjalan dengan keempat kaki, lengkap dengan cakar tajam yang masih terbasuh darah. Matanya yang tajam mengintai dengan teliti seakan buruannya itu sangatlah licik dalam bersembunyi.
Setiap burung juga serangga yang tidak pernah absen mengisi orkestra merdu milik hutan, justru hari ini mengunci mulutnya. Seakan senandungnya sudah lama mencapai akhir dan tidak akan dilanjut dengan encore. Menambah tekanan bagi mereka yang sedang diburu.
Di tengah keheningan yang pekat itu, adalah seorang bocah lelaki yang tubuhnya penuh akan peluh, tidak berhenti bergetar, dan menahan mulut dengan kedua tangan agar tidak berteriak. Tubuhnya yang mungil bersembunyi di antara lebatnya semak belukar, sambil bersender ke batang pohon besar.
Langkah besar yang menghancurkan apa pun dalam langkahnya kini terdengar semakin jelas. Daun hancur, ranting patah, retakan pada tanah, bebatuan yang bergulir, setiap suaranya tertangkap semakin keras, semakin lama waktu berjalan. Napas milik sang bocah seketika ditahan lalu kedua telinga menjadi awas.
Napas buas yang berat itu tertangkap pada telinga kiri. Mungkin satu lompatan dari makhluk buas, maka nyawa seketika itu juga akan menghilang. Namun, sosok buas masih kesulitan mengikuti aroma buruannya yang kini bercampur dengan ragam bau menyengat. Entah beruntung atau permainan takdir, sang bocah berdiam diri dekat tanaman yang tidak disukai makhluk buas. Tidak butuh waktu lama hingga makhluk tersebut hilang dalam pandangan.
Kelegaan mengisi hati lalu menjalar hingga seluruh tubuh. Kedua tangan pun jatuh lemas, bersamaan dengan ketegangan yang baru saja berlalu. Mengingatkan sang bocah pada sebuah kalimat.
"Buat penguasa hutan kehilangan buruannya," bisik sang bocah sangat halus.
Perlahan ia meraih sesuatu dalam saku, sebuah kertas usang yang ia simpan asal. Bocah lelaki yang tidak lebih dari sepuluh tahun itu memperhatikan setiap larik yang tersimpan dalam sebuah kertas lusuh. Kedua mata yang masih bergetar menyapu setiap larik, kanan lalu kiri dengan sangat cepat, hingga sampai pada baris terakhir.
"Buktikan keimananmu dan buka semua jendela menuju kebenaran."
"Satu lagi, lalu jendela kebenaran akan terbuka."
Tubuh yang sedetik lalu bergetar kini perlahan kembali bugar, rona merah kembali mengisi kedua pipi, dan mata menatap tajam pada satu tujuan yang terlihat dari sela-sela pepohonan. Batu Ujian, begitu sebutannya. Satu-satunya tempat yang cocok untuk menguji keimanan.
Sang bocah menarik badan perlahan dari lindungan semak belukar, memunculkan wujudnya yang kurus. Kedua mata hijau itu bersinar menyerupai warna yang mendominasi hutan ini bersama dengan rambut sewarna batang pepohonan, wujudnya merupakan simbol dari kehidupan itu sendiri.
Sebelum langkah pertama ia ambil, sekali lagi sebelum menyesal, ia menoleh. Kanan aman, lalu kiri. Hawa panas yang menyapu rambut lembutnya, membuat bulu halus seketika berdiri. Sebab, bukan pojok hutan gelap yang sedang ia tatap, melainkan mulut terbuka milik makhluk buas.
Kembali mendapat keberuntungan atau seseorang sedang memainkan kisahnya, kecepatan sang bocah melampaui makhluk yang tubuhnya berkali lipat dibanding dirinya. Berlari ke kanan, lalu berputar. Berbelok ke kiri dengan tajam, lalu memanjat pohon landai dengan lincah. Semua itu tidak menghentikan makhluk menyeramkan di belakang punggung untuk berhenti, bahkan jarak mereka semakin dekat.
Memanfaatkan bentuk tubuh, sang bocah berlari ke semak berduri. Meluncur cepat sambil merapatkan kedua tangan. Semakin dalamnya langkah, semakin rapat tanaman ini. Memaksa sang bocah untuk merangkak, sambil sesekali melihat ke belakang. Di mana makhluk besar susah payah meraihnya.
Satu jarak yang terasa seperti ujung dari hidup dan mati akhirnya menggapainya. Lubang kecil seukuran tubuhnya terbuka menuju ruang luas. Tidak memiliki kemewahan untuk menikmati, sang bocah kembali berlari menuju ujung jurang yang menanjak.
Pada ujung pijakan bocah itu sempat ragu. Pikirannya menimbang antara ketinggian mematikan dengan ancaman hewan buas. Namun, hiasan emas berbentuk bulat rumit itu semakin memanas di dadanya. Kembali mengingatkan pada apa yang menjadi tanggung jawab.
Beruntung kebimbangan itu tidak berlangsung lama, sebab makhluk buas kini telah menemukan jalan keluar dari perangkap berduri itu dan mengejar buruan dengan sekuat tenaga.
Satu detik sebelum cakar tajam itu menggapai, tubuh mungil melompat ke dalam jurang gelap yang dalam.
Makhluk buas seketika kehilangan nafsu. Bahkan bagi yang tidak berakal pun paham arti ketinggian itu. Mungkin kebanyakan akan menjadi akhir sebuah kisah. Sayangnya, untuk kali ini seseorang benar-benar sedang memainkan kata demi kisah sang bocah.
Kepakan besar diikuti teriakan memekik kini mengisi luasnya langit. Sebuah elang raksasa meluncur cepat ke dalam jurang dalam. Besarnya tubuh itu juga kecepatannya, menekan semua yang ada di permukaan.
Belum sempat serangga mengeluarkan telurnya, burung raksasa kembali mengudara di langit dengan kecepatan mematikan. Beserta teriakan yang memekakan telinga, ia membawa seorang bocah yang kini penuh dengan senyum puas.
Ia kini hanya menatap pada satu, yaitu langit luas.
Penguasa Kunci Kebenaran, Februari 16
✧ ✧ ✧
Tema cerita: tokoh utama sedang bersembunyi dari kejaran hewan buas.
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro