#4 Have you ever?
"Results do not come
over night."
─Arie
***
#4
***
Yang ini mantan.
Ini sepupu mantan.
"Tuhan, gue pusing." ─ Arie.
***
Arie menjemput Calama di kantornya yang baru saja pulang pukul lima sore, lobi kantor Calama terlihat ramai, dan beberapa mobil dibelakang Arie tampak mengantre menjemput satu persatu pekerja di kantor Calama.
Dia menurunkan sedikit kaca jendela, dan bisa melihat Calama yang berlari kecil menghampirinya. Perempuan itu tetap kelihatan fresh meskipun tadi siang sempat mengeluh perkara meeting yang harus di re-schedule.
Calama melambaikan tangannya, dan membuka pintu mobil dengan sapaannya yang khas, kedua matanya yang sipit hilang menjadi bentuk garis tipis yang begitu manis, hidung mancungnya berkerut dan meninggalkan kesan cutie pie, oh dia ingin mencubitnya sekarang.
"Hai?"
"Hai, let's go, ada banyak mobil dibelakang kita."
Calama mengangguk, dia masuk ke dalam mobil dan menutupnya, Arie sempat terkejut ketika Calama tiba-tiba mencium pipi kirinya. "How was your day?" tanya Calama.
Arie menginjak pedal gasnya kembali dan menjalankan mobilnya keluar dari halaman kantor. "Just usually things, besok aku terbang ke Bintan, ya?" kata Arie meminta izin.
Calama mengangguk. "Alright, kamu nggak keberatan, kan? Kita ke Kidz Station? Ada yang harus aku beli, anaknya Mbak Rhiz ulang tahun hari ini."
"Kamu mau beli hadiah?"
"Ya, setelah kita hangout, kalau kamu mau ikut ya ayok, kalau nggak juga nggak apa-apa, aku takutnya kamu nggak nyaman karena nanti di sana akan ada Dinda."
Oh? Apa itu pencegahan sebelum dia terjun bebas? Tapi kenapa rasanya excited, Arie ingin tahu bagaimana respon Dinda ketika tahu dia kini bersama Calama. Apa perempuan itu akan terkejut? Pasti, sih.
"Kalau aku ikut, kamu mau?" tanya Arie balik.
Calama kelihatan terkejut. "Seriously? Aku bakal sangat senang... Tapi, jangan memaksakan diri, aku tahu nggak mudah bagi kamu─"
"She's nothing for me, Calama." balas Arie mengerti apa yang akan selanjutnya Calama katakan.
Tidak Miranda, tidak Calama, semua memprihatinkan perasaannya saja. Apa dia kelihatan seperti sad boy?
"Mm, okay.. Let's join with me,"
Arie mengangguk sembari tersenyum, tangan kirinya yang memang persneling disentuh oleh Calama dan Calama menggenggam tangannya dengan hangat. Arie menoleh sebentar dan melihat bagaimana wajah Calama yang tengah tersenyum haru kepadanya dengan penuh arti.
"I'm so happy."
"Then, congratulation." balas Arie.
Calama terkekeh pelan. "Because of you, nggak tahu kenapa, you made my day.. Kalau aku buat kesalahan nantinya, please tell me, ya, Rie? Jangan diamkan aku─"
"Aku nggak pernah kasih silent treatment sama orang, Calama." balasnya mengerti.
Memang, selama ini dia tidak pernah bersikap seperti itu. Jika dia lelah, Arie akan mengatakan lelah, jika dia marah, Arie pun akan berterus terang. "Sekarang, apa kamu masih percaya kalau aku nggak akan kasih kamu silent treatment? However you do a confess to me, aku nggak pernah mengabaikan kamu. You really kind, thanks karena sudah ma berkenalan dengan aku, setidaknya kamu nggak memandangku sebagai mantan Dinda."
Ucapannya lantas diberi respons tidak terduga karena Calama kini tertawa sembari mengusap pipinya. "So sweet of you, jadi sayang.."
"What?"
"Kenapa? Kaget, ya?" tanya Calama.
Arie just.. Out of his mind, bagaimana bisa Calama sayang kepadanya? Apa yang sebenarnya telah dia lakukan? "You can think about it again, sayang sama orang is too bold."
"Aku memang bold, apa lagi kalau soal perasaan sama kamu."
Lagi-lagi.. Padahal, dia sudah diberitahu oleh Raphael kalau dia harus bergerak lebih cepat daripada perempuan kali ini.
"Calama,"
"No, just forget it.. Jangan merasa terbebani, aku nggak akan paksa kamu."
Aku nggak akan paksa kamu, tapi pernyataan lo kepada gue membikin gue mikir keras! Arie hanya bisa tersenyum, mungkin dia harus banyak bersabar lagi, Dinda is Dinda. Dan Calama adalah one of the top, kayaknya perempuan seperti Calama nggak susah buat mengutarakan perasaannya secara gamblang.
Zaman emansipasi Kartini ternyata sudah dibuat melenceng ke arah perasaan, Arie menghargai keberanian Calama, tapi kalau dia diserang terus menerus seperti ini, kapan dia bisa memberikan balasan?
***
Setelah membeli kado untuk keponakan Calama, kini mereka berdua berada di kediaman keluarga Calama dimana seluruh orang tengah berkumpul di garden dengan tema dresscode putih. Oh Tuhan, Arie merasa sedikit lega setelah melihat setelannya sendiri kaus putih dan celana jeans hitam, lalu dia melihat pakaian Calama yang bertemakan putih gading hari ini.
Oke, no prob. Arie memutuskan untuk membawa paper bag berisikan kado itu. Pertanyaannya apa dia juga membeli kado? Oh jelas dong.. Masa iya dia tidak membawa hadiah untuk keponakan Calama agar first impression-nya terlihat baik, apa lagi jika hari ini dia akan bertemu dengan Dinda.
"Mbak Rhiz!" teriak Calama memanggil saudara sepupunya.
Calama menggandeng tangannya, menuju teras rumah, anggota keluarga Dinda sudah Arie kenal semuanya. Termasuk Rhiz, satu-satunya sepupu Dinda yang menikah muda dan kini sudah memiliki anak berusia enam tahun. Rhiz kelihatan terkejut melihat Arie yang datang bersama Calama, terlihat dari wajahnya yang kini menegang dan tatapannya tidak bisa lepas dari Arie.
Arie hanya memberikan senyuman tenang seperti biasanya, lantas dia menjulurkan tangan untuk mengajak Rhiz berjabat tangan.
"Hai, Rhiz.. Apa kabar?"
"Puji Tuhan, kabar baik. Lo, sekarang..."
"Ya he's with me." balas Calama cepat.
Arie menggaruk tengkuknya yang tak gatal, ya akhirnya posisi canggung bisa dia rasakan juga. Apa lagi, kini keluarga Dinda tampak ikut melihat tamu yang baru saja datang.
Duh, mampus gue..
"Arie?"
Seseorang, yang sudah dia kenali sejak lama, Ibu Dinda baru saja menyapanya. Hera, mendekati Arie dengan wajah sumringah, Arie merindukan wanita yang biasa memperlakukannya sebagai anaknya sendiri, bahkan Arie tahu kalau Hera pernah menjadi orang yang benar-benar dekat dengannya karena membantu dirinya dengan Dinda.
"Apa kabar? Astaga.. Kamu ini, sudah lama Tante nggak dengar kabar kamu, Rie."
Arie menerima pelukan Hera dengan hangat. "Baik, Te.. Tante apa kabar?"
"Sangat baik. Oh ya, kamu ke sini datang sendirian?"
"He's with me, Tante." kata Calama yang langsung merangkul lengan Arie dengan posesif.
Arie menolehkan wajahnya pada Calama, Hera sedikit terkejut melihat sikap Calama yang begitu dekat dengan Arie, mantan kekasih anaknya. Apa ini mungkin?
"Oh, Calama.." Hera mengulum senyum. "Kapan kalian dekat?"
"Sudah lama, I think.. Two months?" tanya Calama pada Arie, yang dibalas anggukan olehnya.
Hera tampak masih tersenyum, di sisi lain Dinda baru saja datang keluar dari rumah Rhiz sembari menggandeng Ruth keluar dari rumah dengan dress kuning menyala yang sangat cantik.
"Happy birthday, Ruth!" seru Calama.
Calama masih merangkul lengan Arie, lalu dia tersenyum canggung kepada Hera. "Te, aku bawa Arie ke Ruth dulu, ya.. Kita mau kasih kado sama Ruth."
Hera mengangguk canggung, lalu setelahnya Calama menarik Arie. Arie terkejut ketika melihat apa yang akan dia hadapi, she's here.. Batinnya, melihat Dinda yang berdiri di hadapannya, wajah perempuan itu terkejut karena melihat keberadaannya di sini, apa lagi bersama Calama yang tengah merangkul lengannya.
Kenapa Calama ingin menunjukkan hubungannya pada seluruh keluarganya ini?
Langkah kakinya tiba-tiba berat begitu saja, entah kenapa Arie merasa bahwa dia tidak seharusnya berada di sini, wajah Dinda jelas menunjukkan ketidaksukaannya. Apa dia tidak boleh menampakkan wajahnya di hadapan Dinda? Selama ini, Dinda lah yang telah berbohong kepadanya, harusnya dia yang benci pada Dinda, bukan?
"Happy birthday, Ruth Sayang.."
Calama membungkuk di hadapan Ruth dan mencium kening gadis kecil itu. Arie merasa tatapan seluruh keluarga mengarah kepadanya. Dia menjadi trend setter di sini. Oh sial.
"Thanks Aunty, and Uncle Arie?" kata gadis kecil itu mendongakkan kepalanya menatap Arie.
Arie memutuskan kontak matanya dengan Dinda dan dia ikut berlutut di hadapan gadis kecil itu. "Hai, Ruth. You still remember me?"
"Of course, Uncle, how can I forget you? Aunty Dinda sudah berada di sini sejak tadi pagi, Uncle baru datang?" tanyanya dengan polos.
What, Jancokkkkkkk.... Jangan bilang bocah ini masih menganggap gue dengan Dinda?
Tapi untungnya, Rhiz buru-buru menggandeng tangan anaknya. "Ruth, ucapkan apa pada Aunty Calama dan Uncle Arie? Mereka membawa hadiah untuk kamu, Sayang.."
Ruth tersenyum senang dia lantas berlari menuju Arie dan memeluk pinggang Arie. "Thank you, Uncle.. And Aunty Calama, aku sudah enam tahun sekarang!"
"Ya, you're getting bigger, baby.." Calama ikut bersandar di sisi tubuh Arie.
Dinda melihat keduanya dengan canggung, bagaimana bisa pikirnya. Dulu, yang ada di posisi Calama adalah dirinya, dirinya yang pernah berada di sisi Arie.
Arie meraih Ruth ke dalam gendongannya, dan kini Calama, Arie dan Ruth kelihatan seperti pasangan yang bahagia di mata Dinda. Hera melihat perubahan ekspresi pada wajah anaknya, dan dia tahu Dinda tidak bisa bersikap biasa-biasa saja setelah tahu apa yang tengah terjadi di hadapannya.
Dunia Dinda terasa sudah sangat berbeda, ada rasa nyeri yang tidak bisa dia jabarkan. Kenapa lubang dihatinya kian membesar, rasa bersalah membuat dirinya kalut dan rasanya Dinda ingin menjauhkan Arie dari Calama.
Arie menunduk ke arah sisi wajah Calama. "Bisa kamu pegang Ruth sebentar? Aku butuh toilet sekarang."
Calama membulatkan matanya dan tersenyum senang. "Ow ow! Ruth, baby.. Turun dan ikut Aunty okay? Uncle butuh toilet sekarang."
Untungnya, Ruth mau menuruti permintaan Calama, dan Arie bisa menyingkir sejenak dari tatapan orang-orang yang begitu penuh tanda tanya akan kehadirannya di rumah Rhiz, sementara dia dan Dinda sudah kandas.
Dia pasti kelihatan seperti pria brengsek sekarang, karena telah selesai dengan Dinda, lalu memulainya dengan sepupu Dinda, Calama. Mungkin, ini yang Agatha maksud akan kegilaannya. Shit, apa dia bisa lepas dari lingkaran setan ini?
Arie menuntaskan panggilan alamnya dan keluar mencuci tangannya, dia harus segera pergi dari rumah Rhiz ini. Apa pun alasannya.
Ketika dia baru saja akan menarik helaian tissue, seseorang telah melakukannya lebih cepat daripada Arie. Siapa dia? Dinda.
Jantung Arie hampir saja turun menuju ginjal, istri orang lain yang tengah mengambil kedua tangannya dan mengusap telapak tangannya yang basah dengan tissue yang Dinda ambil tadi.
Arie buru-buru menarik kedua tangannya. "What are you doing?!" tekannya dengan tidak suka.
Dinda menghentikan kegiatannya dan menatap Arie dengan penuh kerinduan. "Really? Kenapa harus Calama?"
Arie merasa tertantang sekarang. "Dan kenapa aku tidak boleh memilih Calama?"
"She's my cousin, for fuck's sake!"
"Jaga mulut kamu," balas Arie dengan ketus. "I know, she's your cousin, dan nggak ada masalah buatku untuk jalan dengannya."
"Oh.. Now, you're so persistent for date girl from my family?"
"Memang aku mengencani seluruh keluarga kamu? Jangan konyol, Dinda. I'm just date you, and Calama no other!"
Dinda melipat kedua tangannya dengan wajah sengak. "Kamu memang berencana untuk balas dendam padaku?"
"Tidak, Dinda." balas Arie dengan tegas, rahangnya mengetat, bagaimana bisa perempuan yang pernah dia cintai setengah mati ini menariknya ke dalam sebuah rasa emosi? "Berhenti bertanya padaku, apa pun yang ingin kamu ketahui kamu─"
Suara barang yang baru saja terjatuh membuat Arie dan Dinda ikut terkejut. Arie keluar dari toilet dan melihat seseorang yang baru saja terjatuh karena tersandung dengan lemari handuk yang ada di luar toilet.
"I'm so sorry," seorang perempuan yang berusaha bangkit berdiri dan kelihatan kesakitan.
Arie mengerutkan keningnya ketika mendengar suara dan ringisan yang familiar di telinganya. Maksudnya, dari sekian juta suara yang pernah dia dengar, akhir-akhir ini dia tahu satu suara yang sering menyapa gendang telinganya dengan sopan. Suaranya enak di dengar, nggak lebai dan punya tone yang baik untuk mengusir rasa lelah seharian setelah bergelut dengan pekerjaan.
Dan terkadang, suara itu mampu mengantarnya untuk sampai ke alam mimpi.
Arie terheran-heran. "Why you said sorry to me? Mari saya bantu,"
Arie hendak membantu perempuan itu, tapi Dinda buru-buru menepis tangannya dan meminta Arie untuk tidak membantu perempuan di hadapannya. Seperti yang Arie sudah duga, Dinda memang tidak pernah memperbolehkan Arie menyentuh perempuan lain, apa lagi saat mereka masih bersama, Dinda memang sangat posesif.
Akhirnya, Dinda membantu perempuan itu dan untungnya tidak ada cedera serius.
"Maaf, saya tadi kesandung tadinya mau ke toilet tapi kalian lagi berantem dan─" perempuan itu menutup mulutnya karena panik ucapannya yang baru saja terlontar. "Maaf, saya nggak mendengarkan kalian kok─tapi saya... Anu, tolong.. Itu─"
Arie mengulum senyumnya melihat perempuan itu yang begitu malu. "Stop it, wajar kalau kamu mendengarkan, lagi pula kami berdua bukan pemerintah yang tengah membicarakan rahasia negara."
"Rie!" hardik Dinda tidak suka.
Perempuan itu menunduk. "Izin, saya harus ke depan lagi."
"Wait, kamu siapa?" tanya Dinda mencegah perempuan itu pergi. "Apa kamu tamu Rhiz?"
"Saya MC acara ulang tahun Ruth, Mbak."
"Ah.. Jadi kamu MC-nya.." sahut Dinda. "Siapa nama kamu?"
Perempuan itu tersenyum sekilas dan berkata. "Helmina Judith, panggil saya Helmi."
Arie sontak tersedak ketika mendengar nama perempuan itu. Astaga.. Perempuan ini.. Suaranya yang selalu Arie dengar setiap malam dari podcast-nya.
She's indeed have beautiful voice. And... Beautiful face tho. Arie tersenyum senang, bagaikan fans yang bertemu dengan idol-nya maka dari itu, dia tersenyum seperti orang bodoh. Seakan baru saja memenangkan sebuah lotre, perempuan itu datang begitu saja di hadapannya dan tidak sedetikpun Arie melewatkan pandangannya hanya untuk meneliti siapa dan bagaimana sesungguhnya pembawaan Helmina Judith yang menjadi MC acara ulang tahun Ruth.
Sangat tidak bisa disangka, bukan? Sepertinya Arie harus memberitahu Marcell Oetama setelah ini.
***
a/n:
Yay! First time ketemu nih si Kokoh sama Helmina Judith, elah langsung terpesona... Memang ya, suara tuh ternyata bisa memikat. Fyi, kisah Helmina Judith nih based on true story, ada teman dekatku yang punya suara empuk, enak didengar, nggak bosenin, dan suaranya bikin nagih yang dengar. Serius. Keknya, posisi si Kokoh ini sudah terantuk sama suara Helmina Judith guys:')
Helmina di kehidupan nyata, dapat telepon salah sambung, eh ternyata si Kokoh yang salah sambung itu malah keenakan ngobrol sama si Helmina di dunia nyata. Mereka akhirnya ketemuan, tapi sayangnya.. Karena beda prinsip, Helmina sama si Kokoh di dunia nyata lebih memilih untuk jalan masing-masing gais.
Tapi tenang, karena ini dunia fiksi, saya masih bingung buat menentukan jalan hidup si Kokoh Arie nih. Nggak fiksi nggak hore kan, ya.
Jadi, nikmati aja.. Maaf ya, jalan cerita Kokoh Arie sama Dek Helmina jalannya pelan-pelan, karena saya baru saja menyelesaikan delapan stase:') akhirnya drama beban stase ini selesai, tapi masih ada drama selanjutnya yang harus dikalahkan. Semangatttt aje pokoknya.
Oh ya, buat kalian juga semangat ya! Semoga, orang-orang yang mampir baca cerita Kokoh Arie dimudahkan segala urusannya. Aamiin!
"Good night good people. Thanks untuk doa kalian, akhirnya gue ketemu sama Helmina Judith di chapter ini."
—Kokoh.
23 Juni 2022
22.40 p.m
—Ayangnya Jaehyun.
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro