Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

Tigang dasa wolu

"Udah di undang tapi nggak datang itu gimana konsepnya?"

Kama hanya bisa mengulas senyuman tipis ketika mendengarkan sindiran manis dari bibir nan ceriwis sang Nona—ups—Nyonya. Karena saat ini, gadis yang ia sukai setengah mati betulan sudah menjadi milik orang lain, istri orang lain, lebih tepatnya istri atasannya sendiri.

Sebenarnya Kama tadi tidak mengajukan diri untuk menjemput Ansara, tapi entah kenapa selain Agung, Ilham dan Rudi, malam ini yang harus bertugas adalah dirinya. Padahal, harusnya malam ini Kama piket di ruang Cyber.

"Sejak pagi saya di ruang cyber. Saya nggak bisa kemana-mana, ada beberapa tempat yang harus saya awasi."

Ansara menoleh dengan wajah penuh rasa ingin tahu. "Lagi ada misi?"

Kama mengangguk.

"Misi apa?"

"Mengawasi jalanan sekeliling gereja pemberkatan, mengawasi CCTV setiap ruang di gereja—"

"Gereja yang di Solo? Tempat aku nikah tadi, Mas?" potong Ansara dengan syok.

Kama mengangguk lagi. "Iya, jadi secara nggak langsung saya itu sudah datang di pernikahan kamu, lewat CCTV." jawabnya serius.

Tapi berbeda dengan Ansara yang menganggapnya sebagai gurauan sampai-sampai gadis itu tertawa. "Memang udah paling jago deh soal beginian, ngomong-ngomong... apa kabar, Mas? Kemarin malam katanya Gemi mau minta bantuan Mas, jadi apa nggak?"

Ah... soal cewek gendheng itu...

"Kemarin dia memang ada hubungi saya sih, tapi nggak saya angkat."

"Ih jahat," timpal Ansara dengan gelengan kepala. "Kemarin dia telepon pasti bersangkutan sama kasus Pak Sienggih sekarang tahu! Dia yang kasih tahu saya duluan soal daftar nama hitam!"

Kama langsung menoleh dengan wajah tidak percaya. "Dia ditugaskan untuk misi lagi?!"

"Kayaknya iya," jawab Ansara dengan anggukan. "Makanya jangan sok sibuk gitu lho! Ah, padahal kalau bantuin Gemi pasti dapat jackpot kenaikan pangkat!"

Kama tersenyum tipis. "Sok tahu," balasnya.

"Bukannya sistem Traghana kayak gitu? Kalau setiap menyelesaikan suatu misi pasti naik pangkat?"

Benar, sangat benar. "Kamu tahu darimana?"

"Dari Mas La—dari suamiku," ralat Ansara.

Mendengar kata itu, ada yang robek tapi bukan kertas, dan ada yang patah tapi bukan kayu. "Ah, pasti Pak Laksmana menjelaskan banyak hal sama kamu ya?"

"Nggak juga," jawab Ansara dengan senyuman. "Komunikasi kami masih sama buruknya, tadi beres pemberkatan aku berusaha bicara sama Pak Sienggih tapi nggak keburu karena Pak Sienggih udah ditangkap aja sama petugas KPK, dan Mas Laks tinggalin aku gitu aja di Solo tanpa basa basi, kayaknya dia lupa punya istri."

Sori?

Apakah Ansara sedang curhat kepadanya?

"Apa mungkin karena aku belum terbiasa aja kali, ya?"

Entah, Kama tidak bisa menjawab. Tapi melihat bagaimana hari pernikahan Ansara berantakan karena masalah ini, sudah dipastikan Ansara dan Laksmana belum melakukan kegiatan apa pun selain pemberkatan tadi pagi.

"Belum resepsi?" tanya Kama kali ini.

Ansara menggeleng. "Belum, katanya nggak akan di Jakarta."

"Terus dimana?"

"Belum tahu aku!" ujarnya setengah sebal. "Udah dinikahin kan langsung ditinggal begini!"

Kama terkekeh pelan berusaha untuk tetap menormalkan diri meskipun saat ini ia ingin banyak bertanya dan menenangkan pikiran Ansara yang tengah kalut karena ditinggal suaminya lebih dulu ke Jakarta.

"Lagian, nikah mendadak begitu. Saya baru tahu dua hari sebelum kamu dan Pak Laksmana akan menikah." komentar Kama. "Udah lama nggak masuk kerja? Kata Gemi masih cuti?"

"Iya," jawab Ansara berdecak kesal. "Statusku di kantor masih di off-kan, lagian, semenjak penculikan itu kayak aku jadi manusia nggak ada kerjaan banget. Masa iya, tiap hari di rumah, istirahat, alasannya ini-itu, aku jadi curiga ini kerjaannya si Dewanto." umpatnya pelan.

Memang iya.

Kama ingin menjawab lagi. Hah, lagi-lagi rasa kurang ajar dalam dirinya tumbuh begitu saja. "Ya kalau udah merasa mampu dan nggak ada masalah apa-apa, keberadaan kamu juga sudah aman, lanjut kerja lagi saja."

"Ngomong memang gampang," balas Ansara.

Kama tertawa lagi. "Yah, sepertinya memang perubahan posisi perlu disadari secepatnya."

"Maksudnya?"

"Sekarang itu sudah jadi menantu keluarga Amidjaja, buat apa repot-repot kerja di perusahaan orang lain?"

Wah... apa pemikiran semua lelaki yang memiliki status akan berpikir seperti itu? "Jadi kamu ini tipe lelaki patriarki ya?" tanya Ansara kepada Kama blak-blakan.

Kama menggeleng. "Masuk akal kalau saya punya duit banyak, buat apa juga saya kasih izin istri saya bekerja?"

"Orang-orang memang menyebalkan," terus terang Ansara sedikit tersinggung dengan apa yang Kama katakan meskipun maksudnya mungkin memang ingin mengatakan kalau sekarang Ansara menantu dari seorang keluarga kaya raya. "Selagi aku bisa menghasilkan duit sendiri, buat apa juga diam di rumah."

Kama manggut-manggut, boleh juga kedengarannya. Dan sepertinya juga memang Ansara bukan tipikal perempuan yang bakal manut-manut. "Ya sana bilang sama suami kamu, kok malah sama saya," ledek Kama.

Ansara langsung melotot mendengarnya. "Kan maksudku bukan begitu Mas! Ah, udahlah! Nyebelin banget memang!"

Kama terkekeh pelan, hatinya berdesir kuat sejak tadi andaikan dia lupa diri mungkin dia akan menanggapi Ansara lebih dari apa yang ingin dia lakukan. Tapi Kama buru-buru sadar, tidak seharusnya dia keterlaluan pada Ansara sekarang.



***


Sudah dua jam Prilly menunggu ke kantor KPK atas perintah Papinya. Tadi, Prilly sudah diberikan instruksi untuk mengambil hati Om Sienggih dengan cara memberikan semangat, entah mungkin permainan Papinya akan dimulai saat ini.

Prilly berusaha meyakinkan diri kalau dia bisa mengambil hati Om Sienggih, bagaimana pun masalah ini hanya masalah sepele yang nantinya akan dihilangkan. Tapi, Prilly tidak menyangka kalau jalan seperti ini malah mempermudah pertemuannya dengan Laksmana.

Ruang interogasi kantor KPK untuk Om Sienggih ternyata tidak seketat itu. Saat Prilly datang, Laksmana dan Luki Amidjaja sudah ada di dalam sana menemani Om Sienggih.

Prilly mati kutu melihat penampilan Laksmana yang sudah berubah, pria ini... pria yang Prilly sukai dan sudah menjadi suami dari Ansara. Wait, pernikahan keduanya tidak batal, kan? Prilly dapat laporan tadi pagi kalau mereka memang sudah pemberkatan, itu artinya hanya belum resepsi saja.

"Prilly?" sapa Om Sienggih kepadanya membuat Prilly dan Laksmana saling bertatapan secara langsung.

Prilly menarik napasnya. "Hai, Om. Maaf aku baru bisa datang sekarang," katanya datang mendekat dan mencium punggung tangan Om Sienggih. "Bagaimana bisa ini terjadi, Om? Selama ini kita bekerja dengan sangat bersih, bagaimana bisa nama Om ada di dalam daftar hitam?"

Om Sienggih menyediakan tempat duduk agar Prilly duduk di sisinya. "Kita sedang mencari tahu siapa dalang dibalik semua ini, Om minta maaf Prilly... karena Om, proyek kita akan sedikit terhambat."

Prilly langsung menggeleng cepat. "Don't worry, Om... soal proyek, aku akan atur ini dengan Papi. Semua bakal terkendali, dan..." Prilly melirik pada Laksmana. "... selamat atas pernikahannya, Mas." katanya dengan senyuman. "Mas katanya baru nikah di Solo tadi pagi, kan?"

Laksmana mengangguk. "Terima kasih, tapi ngomong-ngomong dimana Om Adidjaya?" tanyanya pada Prilly.

"Papi lagi di Pekanbaru, besok pagi katanya baru bisa pulang." Prilly sedikit menyapa Luki Amidjaja dan berbalik kembali pada Om Sienggih. "Om, kuasa hukum keluarga kami juga sedang membantu, mereka tengah mencari apa yang terjadi dari data internal sampai bisa-bisa nama Om keluar begitu,"

Laksmana mengerutkan keningnya lalu ikut menyahut. "Data internal?"

Prilly menoleh pada Laksmana yang ada di sisinya. "Iya, Mas. Kami—maksudnya, aku dan Om Sienggih masuk ke dalam tim data internal sebagai garis besar—investor. Cakupan investor memang terlalu luas, akan lebih tidak masuk akal kalau kami—mencuci uang investasi kami sendiri. Ini semua memang jebakan, kepala BUMN pasti akan melihat semua data yang masuk."

"Jadi kamu tahu alur semua perjalanan proyek?" tanya Luki yang sejak tadi mengamati. "Bukannya ini lebih mudah, Om?" tanyanya pada Sienggih. "Prilly sudah kelihatan sangat membantu saat ini, dia kunci saksi pekerjaan Om selama ini."

Laksmana kali ini menatap Prilly. "Iya, aku baru sadar. Kamu dan Papaku bekerja sejak bulan apa?" tanyanya.

Prilly menyampirkan anak-anak rambutnya ke belakang telinga begitu sadar atensi fokus Laksmana saat ini sudah jatuh kepadanya. "Aku dan Om Sienggih kerjasama sejak bulan Desember tahun lalu." Prilly tersenyum amat manis kepada Om Sienggih. "Tenang Om, aku ada di sini sekarang."

Sienggih mengangguk lantas mengambil tangan Prilly untuk ia genggam. "Terima kasih, Nak. Kamu memang selalu bisa diandalkan."

"Aku... nggak juga kok, Om." katanya sambil malu-malu. "Tapi aku janji, akan membantu Om keluar dari semua masalah ini. Sepertinya Om nggak perlu ditahan, aku yakin besok pagi Om bisa pulang ke rumah."

Laksmana mendengus tipis sambil tersenyum. "Tapi foto Papaku memakai rompi KPK sudah tersebar di media dan itu semua kerjaan Mata Indonesia," katanya pada Prilly.

"Oh?" Prilly mengangkat alisnya dengan terkejut. "Aku akan bicara dengan Kak Celina, astaga..." lirihnya prihatin. "Kenapa Om nggak bilang sejak tadi? Aku akan minta semua media menarik pemberitaan atas nama Om. Tenang," katanya berusaha menenangkan suasana. "Kuasa hukum Om bisa klarifikasi sekarang, setidaknya yang bisa kita lakukan saat ini adalah menyangkal pemberitaan ini Om."

Laksmana dan Luki saling bertatapan satu sama lain, tidak menutup mata kalau Prilly sangat brilian untuk saat ini. "Oke, kalau begitu minta Om Nakula buat klarifikasi semuanya di depan awak media," putus Luki. "Cok!" sahutnya tersenyum tipis sambil menatap Prilly dan Laksmana bergantian. "Ada Dewi Fortuna diantara kita, sejak tadi Prilly banyak bantu banget."

Laksmana tersenyum puas dan mengangguk. "Thanks, Prill." Katanya pada Prilly dengan tulus. "Kalau nggak ada kamu di sini, kita nggak tahu harus melakukan apa lagi untuk bicara dengan orang-orang KPK yang menyebalkan ini."

"Sama-sama, Mas." jawab Prilly dengan sumringah. "Aku senang banget bisa bantu Mas dan Om Sienggih, apa lagi... aku sedikit khawatir hari ini kan hari pernikahan Mas, pasti istri Mas juga kena dampaknya karena ditinggal."

Laksmana mengangguk dan tersenyum tipis. "Dia pasti ngerti,"

Sienggih Amidjaja lantas merangkul bahu Prilly dengan hangat. "Yah... andaikan kamu yang jadi menantu Om, pasti semuanya bakal selesai dengan cepat. Kamu memang idaman-nya Om, tapi nggak buat anak Om." ledeknya sambil menunjuk wajah Laksmana.

Laksmana hanya geleng-geleng kepala sambil tersenyum, sementara Luki terkekeh sinis mendengarnya. "Bukan jodoh," kata Laksmana.

Prilly menyahut dengan kejahilannya. "Aku sih pengen jodoh sama Mas, nggak tahu ya sekarang... Mas bisa nggak jadi jodoh aku?" tanyanya dengan sengaja.

"Another life maybe?" jawab Laksmana pada Prilly.

Om Sienggih hanya tertawa menanggapinya, berbeda dengan Laksmana yang terdiam, sementara Luki yang hanya menggelengkan kepalanya saat melihat respon.




***



Ansara terdiam di depan ruangan interogasi itu. Tadi, setelah diarahkan untuk masuk, Ansara menghentikan langkahnya ketika mendengarkan suara tawa sana sini, apa lagi setelah melihat mertuanya sendiri memeluk Prilly Widjaya dengan begitu erat.

Dari yang Ansara simpulkan, masalah mertuanya sudah selesai. Dan Prilly Widjaya adalah orang yang menolong mertuanya itu, Laksmana dan Luki terlihat lebih lega setelah mendengarkan penjelasan Prilly, Ansara sampai tidak berani masuk apa lagi setelah mendengar mertuanya mengharapkan Prilly untuk menjadi jodoh Laksmana.

Ya, Laksmana, lelaki yang baru saja menjadi suaminya tadi pagi.

Ansara lelah, ingin tidur. Hari ini begitu panjang untuk ia lewati sendirian, dan seharusnya benar apa kata Ibuknya kalau dia cukup diam saja di Solo. Rasa lelah bercampur dengan sensitif menjadi satu begitu mendengarkan kalau Laksmana setuju dengan apa yang perempuan itu minta.

Tidak, Ansara tidak boleh berpikiran sejauh itu.

Tidak boleh.

Mungkin dirinya tengah sensi dan kelelahan saja, selebihnya itu hanya perasaannya saja. Semuanya tidak apa-apa.

Ansara memutuskan untuk pulang saja, menghubungi Kama yang kebetulan masih menunggunya di pelataran kantor KPK. Hatinya semrawut, berantakan tapi Ansara tidak akan menunjukkannya kepada siapa pun.

"Sudah?" tanya Kama dengan kening berkerut melihat Ansara yang sudah ada di depannya dan kelihatannya tidak membawa hasil apa-apa. "Pak Laksmana ada di dalam, kan?"

Ansara mengangguk lesu. "Ada," lalu ia melihat layar ponselnya dan melihat jam yang menunjukkan pukul dua pagi. "Aku mau pulang, ke rumahku aja,"

Kama terdiam, membiarkan Ansara masuk ke dalam mobil tanpa mau bertanya. Pasti ada yang tidak beres pikirnya, dan lagi-lagi Kama tidak bisa berbuat apa pun untuk Ansara.

***

a/n:

perasaan ini cerita mau tamat, kok makin ruwet ya wkwkwk.

hari ini double update, tapi mau liat dulu kalian emosi sama Laksmana 🤣

Tuesday, 15 October 2024.

salam sayang,
ayangnya Jaehyun.

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro