Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

Tigang dasa sekawan

Kama sengaja tidak mau membuka WhatsApp masuk dari Ansara siang ini yang memberitahukan soal pernikahannya. Tidak ada angin, tidak ada hujan, berita itu terlalu menyerangnya tiba-tiba setelah beberapa minggu terakhir Kama sudah tidak bertemu gadis itu.

Seluruh anggota Traghana sudah tahu, bahkan seluruh karyawan sepertinya sudah tahu soal rencana pernikahan atasannya. Dulu, sebelum Kama benar-benar bekerja ambil kontrak dengan Traghana nama Ansara, Denok, Ariel, dan Martha memang selalu menjadi nama prioritas dalam tim penjagaan.

Tapi tiba-tiba saja penjagaan para perempuan keluarga Amidjaja itu berkurang, dan salah satunya adalah nama Ansara. Dan begitu setelah dia mendapatkan tugas untuk melindungi gadis itu yang tengah bertugas, Kama tidak tahu kalau sosok Ansara memang semenarik itu dan betulan murni menarik perhatiannya dan Kama tiba-tiba memiliki rasa ingin melindungi.

Ansara memiliki pembawaan yang ceria, apa pun yang dilakukan gadis itu terasa membawa hal yang menyenangkan. Kama tidak pernah memperhatikan seorang gadis sebelumnya, sampai Ansara ada di depan matanya dan terlihat sangat berbeda.

"Dua hari lagi kita terbang ke Solo untuk jaga di sana," kata Agung kepada Kama. "Lo udah di kasih info sama Bang Gana belum?"

Kama hanya diam, tidak menjawab. Agung mendekati Kama dan duduk di sisinya. "Gereja pemberkatannya di Solo. Kenapa nggak di Jakarta aja sih nikahnya?"

Tidak tahu.

Kama tidak memiliki tenaga untuk menanggapi satu kata apa pun.

Hanya saja, ada rasa penyesalan yang sedang Kama rasakan. Harusnya, dia bergerak lebih cepat, setidaknya Ansara harusnya tahu kalau perasaan yang Kama punya untuknya memang benar adanya.

Mungkin, memang seharusnya perasaan ini diri di tiadakan saja.




***




Pemakaman umum Cemoro Kembar, Ansara sudah lama tidak mendatanginya dan setiap satu tahun sekali biasanya Ibuk mengurusi pajak dan meminta orang membersihkan makam Ayahnya setiap tiga bulan sekali.

Sekarang, Ansara ada di makam Ayahnya. Bersama Laksmana, dan Rajasa yang memaksa ikut pagi ini. Tadinya, Ansara hanya ingin pergi sendirian, sudah lama juga Ansara tidak berbicara kepada Ayahnya. Tapi, jika Laksmana dan Opa Rajasa ada di sisinya seperti ini, bagaimana Ansara bisa bicara? Malu rasanya.

"Wah, nama Bapakmu ternyata keren," puji Opa Rajasa pada Ansara sambil menunjuk batu nisan milik Ayahnya. "Selamat pagi Pak Zachari... maaf mengganggu kami datang mau minta restu nih, Pak." ujar Rajasa setengah bercanda.

Ansara terkekeh pelan mendengarnya, terasa lucu di matanya jika melihat Opa Rajasa memilik humor yang menggelitik.

"Beberapa hari ke depan, anak Bapak akan dipersunting oleh cucu saya," kata Rajasa lagi sambil tersenyum merangkul bahu Ansara. "Saya sebagai Opa Laksmana, mewakilkan untuk bicara secara langsung. Tolong doakan calon pengantin kami agar selalu dilindungi oleh Tuhan, dijauhkan dari hal-hal buruk, dan senantiasa menjadi pasangan yang diberkati oleh Tuhan Yesus,"

Laksmana berdiri diam saja tanpa mengeluarkan suaranya di belakang tubuh Rajasa, Ansara menoleh ke belakang ketika melihat Laksmana terlihat sibuk mengawasi gerak Opa agar tidak terjatuh. Kedua matanya yang tertutupi kacamata hitam jelas tidak terlihat oleh Ansara bagaimana ekspresinya saat ini.

"Opa, its okay... jangan duduk di sini, kita nggak akan lama, kan?" kata Ansara kepada Rajasa. "Nanti pinggang Opa sakit lagi,"

Laksmana berdeham setuju. "Opa duluan ke mobil sana," titahnya mengusir Rajasa.

Rajasa menggeleng. "Nggak apa-apa, Opa masih kuat kok."

"Yeeeeh... bandel," gerutu Laksmana.

"Lagian kalau Opa encok juga ada kamu yang gotong," jawab Rajasa dengan senyum culas.

Laksmana geleng-geleng kepala, mengusap puncak kepala Ansara dan melindunginya dari matahari. "Masih mau di sini? Perlu aku tinggal?" tawarnya.

Ansara menatap Laksmana ragu sebelum ia yakin dan mengangguk bahwa ia butuh waktu sendirian untuk bicara dengan Ayahnya.

Laksmana tersenyum tipis dan mengusap pipinya. "Okay, aku duluan dengan Opa ke mobil ya?"

"Iya,"

Rajasa menghela napas pasrah, lalu ikut berjalan dengan Laksmana yang sibuk memeganginya. Padahal, dia sudah menopang dirinya melalui tongkat, tapi tetap saja Laksmana begitu parno.

Setelah mematikan Laksmana dan Rajasa jauh dari pandangannya, Ansara mulai berlutut depan pusara sang Ayah. Menaburkan bunga di atas makam nya. Senyuman Ansara surut begitu dia mengingat sosok Ayahnya yang selalu menyambutnya ketika pulang sekolah, menjemputnya, menungguinya selama beberapa jam hanya demi menjaga Ansara agar bisa pulang dengannya.

"Ayah..." panggil Ansara menyerupai bisikan. "... aku bakalan jadi istri," ujar Ansara kepada Ayahnya. "Nggak ada yang antar aku buat ke altar nanti, tapi... kalau Ayah mau datang nanti, dan lihat aku menikah, boleh kok Ayah."

Mengusap sudut matanya yang basah, Ansara menarik napasnya berusaha mengontrol diri. "Ayah, aku nggak pernah mau bilang ini, tapi hidup tanpa Ayah itu betulan sulit. Nggak ada lagi orang yang siap menerima keluh kesah aku, yang sabar dengar omelan aku, dan nggak ada orang yang benar-benar melindungi aku."

Lalu Ansara mengingat bagaimana ketika sulitnya ia mencari kerja. Interview dari satu perusahaan ke perusahaan lain, bahkan dikerjai oleh beberapa HRD perusahaan yang mengambil kesempatan untuk memeras hanya demi melancarkan masuknya bekerja, belum lagi bentakan orang-orang yang selalu Ansara terima.

Dunia begitu kejam ketika Ansara menyadari bahwa menjadi dewasa tanpa seorang Ayah begitu pahit. Tidak ada yang menyemangati, tidak ada yang membelanya, tidak ada manusia yang bisa mengerti bahwa seberat apa pun hari yang Ansara jalani, Ansara tetap butuh seorang Ayah yang bisa memberikan energi positif.

"Aku kangen banget sama Ayah," Ansara tidak bisa membendung tangisannya kali ini. "Aku berharap, di kehidupan selanjutnya Ayah panjang umur, bisa melihat aku lulus kuliah, bisa melihat aku bekerja, bisa balas budi sama Ayah, dan Ayah ada di hari pernikahanku..."

"..."

"Ayah," panggilnya lagi. "Aku nggak berharap Mas Laksmana sama seperti Ayah, tapi aku hanya ingin semoga... Mas Laksmana bisa menyayangi aku seperti aku yang akan belajar menyayangi dia sebagai suami aku nantinya." Ansara menarik napasnya dan meraup semua energi positif yang dia miliki. "I love him, Ayah. Tapi, aku akan selalu sayang Ayah, selalu... dan nggak mungkin nggak."

Setelah selesai berbicara, Ansara berdoa dan kemudian beranjak berdiri dari makam Ayahnya. Berjalan kembali menuju parkiran mobil, dilihatnya Laksmana tengah menunggu di luar mobil sambil menyandarkan tubuhnya.

Entah kenapa, Ansara ingin memeluk Laksmana. Keinginan itu menjadi menggebu ketika tahu laki-laki itu berdiri tegak ketika melihat kedatangannya, Ansara berlari kencang menuju Laksmana dan berhamburan memeluk Laksmana dengan erat, membenamkan wajahnya di dada lelaki itu.

Laksmana terlihat terkejut menerima pelukannya, beberapa detik lelaki itu masih berusaha mencerna apa yang tengah terjadi. Tapi kemudian, Ansara dipeluk balik dan punggungnya dilingkupi oleh kehangatan ketika lengan besar itu memeluknya balik.

"You okay?" tanyanya berbisik di telinga Ansara.

Ansara mengangguk, lalu kemudian Laksmana mengecupi kepalanya dan terkekeh berat. "Good job, kita pulang sekarang?"

Ansara mengangguk lagi, melepaskan pelukannya pada Laksmana dan mengusap wajahnya yang basah

Laksmana menurunkan kacamata hitamnya, tersenyum tipis melihat wajah basah Ansara dan mengusapnya dengan jari-jarinya yang besar. "Aku akan bicara dengan Aditya siang ini, kamu mau ikut bicara juga?"

Ansara terkekeh pelan. "Iya lah! Gimana pun juga dia bosku!"

"Oke, kalau gitu sekarang masuk mobil. Berhenti nangis, dan kita selesaikan urusan pekerjaan kamu dan soal cuti kamu."

Ansara mengerutkan keningnya dengan bingung. "Kenapa..."

"Aku tahu kamu pasti khawatir soal pekerjaan kamu," balas Laksmana. "Kalau kamu udah nggak sanggup kerja di sana, kamu bisa kerja di tempatku. Sesuai tawaranku saat dirumah kamu,"

Ansara berpikir keras, apakah harus dia resign dari kantor yang sudah membesarkan namanya? Sepertinya sih tidak.



***


Johan Yudha Pangestu, baru pulang kampung setelah berbulan-bulan mengembara. Of course bukan pengembara asal-asalan, sebagai financial risk person, pasti kehidupannya nomaden alias berpindah-pindah. Ansara cuman nggak nyangka saja, bentukan cowok slengean itu sudah berubah menjelma menjadi seorang pria karier yang memiliki tanggung jawab yang hebat.

Tapi tebakan Ansara kini mengarah pada... masak iya sih, lelaki setampan, setinggi, dan se-punya otak seperti Johan jomblo? Masak iya?

"Gue baru pulang, udah ada kabar kawin aja. Nggak sopan, melangkahi yang lebih tua," ejek Johan kepada Ansara dengan mimik wajah sok tersakiti.

Ansara mendengus sebal, menusuk buah stroberi yang ada di depannya setelah keputusan Eyang Poer yang bilang kalau Ansara harus dipingit dan akhirnya Ansara dipindahkan ke rumah Bude Danti.

"Gue nikah karena udah ada jodohnya aja," balas Ansara.

Johan berdecak menggelengkan kepala tak percaya. "Nggak ada yang begitu, dimana-mana jodoh itu pasti diusahakan!"

"Ya lo sendiri kenapa nggak usaha terus? Sibuk kerja sih," cibir Ansara.

Johan tersenyum miring. "Kerja ya kerja, jodoh ya jodoh. Beda cerita!"

"Nggak usah kebanyakan ngeles deh! Cewek lo siapa sekarang?" tanya Ansara basa basi. "Masak iya ke nikahan gue mau sendirian? Bawa gandengan dong..."

"Gue gandeng tangan lo ke altar ya!" ancam Johan kepada Ansara. "Ingat, kita berdua ini anak yatim."

"Iya tapi kan lo nggak perlu gue antar ke altar juga nanti kalau nikah. Masa iya mau ditemani?" ledek Ansara tak ada habisnya.

"Haduh! Sulit ngomong sama bocah!"

"Eh!" todong Ansara tak sabaran. "Lo belum jawab ya, cewek lo siapa sekarang, Mas?"

Johan menggelengkan kepalanya dengan wajah dramatis, merasa amat tersinggung dengan pertanyaan Ansara. "Gue tuh udah bisa cium prolog yang lo mulai ya, Sara... jadi, jangan bikin biang kerok, gue tahu lo informan Ibu Besar alias Ibu Danti Herawati."

Ansara tidak bisa menahan tawanya sekarang, memang aktingnya kelihatan sangat buruk. "Bude Danti tuh ngeluh tahu," ujar Ansara mulai berbagi informasi. "... dia bilang, kapan ya Johan mau ngenalin pacarnya ke Bude? Bawa main pacarnya ke rumah, gitu..."

"Sebelum tiga satu, gue bakal kasih Ibuk mantu, Sar. Bilang aja sama Ibu Danti, jangan mikir terlalu keras!"

"Itu emak lo!" maki Ansara melemparkan stroberi yang ada di mangkuk. "Lo nggak usah tawar menawar sama orang jurnalis kek gue!"

Johan terbahak kencang setelah mendengarnya. "Gue sedang melakukan buy break!" katanya dengan percaya diri. "Gini-gini gue lagi mengimplementasikan menaikkan level dari resistensi yang lo lakukan bersama Ibu Danti. Dan gue bilang, sebelum usia tiga satu. Santai laaaahhh..."

"Memang ya, bahagia itu sederhana," geleng Ansara tak percaya dengan apa yang dia tangkap. "Bujangan jaman sekarang memang kelihatannya lebih tidak menjamin."

"Jadi... menurut lo calon suami lo menjamin gitu? Sok mau sombong ya?"

"Nggak," jawab Ansara dengan gelengan tidak setuju kalau bagian dirinya membela Laksmana. "Gue cuman merasa kalau bujangan sekarang tuh kurang sat set aja, kayak lo sendiri Mas... kerjaan ada, duit punya, gaji oke, kantor gedung SCBD, anak korporat, kerja terbang sana sini, tunjangan banyak, masih nggak mau menikmati kisah cinta yang manis-manis gitu?" tanya Ansara yang masih penasaran. "Lo normal kan, Mas?" tanyanya curiga.

Johan tersedak dengan air liurnya sendiri, lalu menatap Ansara dengan horor. "Gue normal!" katanya membela dirinya sendiri yang sudah tercoreng dengan prasangka sepupunya yang gila ini. "Gue seratus persen suka cewek ya!"

"Ya terus? Kenapa sampai sekarang masih belum ke cium aja tuh cewek?"

"Astaga..." Johan menggeleng tak percaya. "Gue lagi melakukan seleksi tahu."

"Seleksi apaan? Kata Bude Danti lo menargetkan yang terlalu tinggi dan mahal. Jelas sulit lah!"

Johan berdeham, tubuhnya condong ke depan ketika dia akan berbagi informasi lagi. "Gue lagi melakukan first move sama satu cewek, tapi lo harus diam dulu, jangan kasih tahu Ibuk gue soal ini."

Ansara mengerjapkan matanya cepat seolah mendapatkan rezeki durian runtuh ketika mendapatkan kabar berita yang secara tidak langsung akhirnya Johan menyerah. "Gue akan kasih tahu namanya aja, biar lo nggak penasaran lagi, nanti lo cari tahu sendiri."

"What..." Ansara betulan tidak bisa berkata-kata. "... lo pacarin siapa?"

"Belum jadi pacar," balas Johan lalu memperlihatkan foto yang ada pada ponselnya. "Lo pasti tahu siapa ini..." katanya kepada Ansara.

Oke, Johan memberikannya sebuah foto, di sana adalah sosok perempuan kalau tidak salah dia memang artis, baru beberapa tahun ini namanya muncul di perfilman Indonesia karena dia adalah salah satu jebolan ajang tarik suara, Indonesia Pop, kalau tidak salah namanya... Ivonne?

"Ivonne? Penyanyi itu?" tanya Ansara tidak percaya dengan selera cewek Johan. "Dia kelihatan bodoh di tv anjir, itu cewek kayak lemot gitu, kalau diajak ngomong sama siapa pun kek mikirnya lamaaaa banget."

Johan mengangguk setuju, lalu menarik ponselnya kembali. "Dia memang bego, makanya gue mau cut off dia."

"Lah?" sahut Ansara tidak paham. "Tadi katanya lagi melakukan first move?"

"Iya, first move buat cut off cewek bego ini. Nggak sanggup gue sama cewek bego, dan kebetulan dia memang sudah jadi stalker gue selama berbulan-bulan. Gue nggak bohong!" tekan Johan.

Ansara menggigit jari-jarinya sendiri merasa tidak percaya dengan apa yang Johan katakan. "Tapi kan Mas, begitu-begitu dia cantik,"

"Cewek cantik memang dilahirkan untuk bodoh, lo tahu itu?"

"Jadi... menurut lo gue bodoh?"

"Memang lo merasa cantik?" ledek Johan dengan seringai jahil. "Kayaknya, calon suami lo matanya picek juga karena mau menikah sama lo!"

Tiba-tiba saja Ansara tidak bisa menahan emosinya. "MAS JOHAN BANGSAT!" makinya tak tahan-tahan lalu memukul tubuh Johan dengan spatula yang ada di dapur. "GUE SUMPAHIN LO DAPAT CEWEK JELEK, BEGO, OON DAN LEMOT BIAR TIAP HARI LO EMOSI TERUS BAWAANNYA! DASAR MANUSIA SOK PERFECT! NGGAK USAH ANTAR GUE DI ALTAR NANTI!"

Johan tertawa kerasa melihat Ansara akhirnya emosi dan keluar dari fake character yang sejak tadi Ansara jaga.

Memangnya, siapa bilang Ansara berubah? Sepupunya ini hanya sedang kamuflase di depan calon suaminya, dan calon keluarga suaminya. Sisanya, Johan akan paham bagaimana alur sikap Ansara yang sebenarnya.

Dan itu, kacau.

Orang-orang harus tahu jika Ansara sudah gila, akan seperti apa jadinya.

***

a/n:

halo teman-teman semua 🤭

i'm back.

first of all, saya mau minta maaf karena selama berbulan-bulan ini saya menghilang tanpa kabar.

kedua, saya ingin mengucapkan terima kasih untuk kalian yang masih setia menunggu cerita yang sangat menyebalkan ini dan perlu waktu setidaknya lebih dari enam bulan untuk menyelesaikannya.

ketiga, saya ingin jujur bahwa cerita ini tidak akan secepat yang saya kira sejak awal.

keempat, saya akan berusaha untuk menyelesaikannya untuk kalian, jangan khawatir🥰

segitu aja dulu, nanti cuap-cuapnya ya🫶🏻

Selasa, 3 September 2024.

p.s: tadinya mau update waktu ulang tahun saya tanggal 1 September kemarin, tapi rencananya terlalu padat wkwk.

Salam sayang,
Ayangnya Jaehyun.

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro