Tigang dasa sanga
"Istrimu udah balas?" sindir Virginia menuangkan teh ke dalam cangkirnya. "Rasain! Baru nikah, rumah tangga kamu sudah gonjang-ganjing!" omelnya tanpa hati. "Kamu dan Papa kamu itu sebelas-dua belas, sama-sama kebanyakan gaya nggak pernah mikir panjang."
Laksmana sudah menerima cercaan dan omelan dari Mamanya sejak pagi buta tadi setelah ia pulang dari kantor KPK dan Mamanya yang tanpa rasa bersalah itu memberitahu keberadaan seseorang yang sangat penting untuk Laksmana dengan tanpa dosa kalau apa yang dia beritahukan jadi terdengar sangat tidak penting.
Bisa begitu memang, dan Laksmana yakin seratus persen kalau Ansara sudah marah besar kepadanya. Bisa dilihat dari balasan WhatsApp yang gadis itu balas kepadanya seperti menaruh dendam yang amat kuat.
Laskmana memang bukan cenayang, tapi kalau Ansara sudah membalasnya tanpa sikap manis seperti ini, pasti ada yang salah dan Laksmana harus segera membereskannya.
"Ansara ada di Tebet," kata Laksmana pada sang Mama. "Aku tanya Gana, dan Gana bilang kalau sejak semalam Ansara diantar sama Kama. Mama saja yang ribet, nggak mau kasih tahu keberadaan istriku."
"Baru ingat kamu punya istri?" bentak Virginia dengan kedua mata yang nyalang. "Kamu ninggalin menantu Mama gitu aja di Solo! Nggak pamit, nggak apa, kamu malah sibuk ngekorin Papamu! Udah nggak ada otak memang kamu, Laks!"
Laksmana berdecak memejamkan matanya. "Aku kelewat panik, Ma!" bantahnya tidak setuju. "Aku sadar kalau kemarin aku baru aja menikah, tapi kondisinya lihat Papa digiring dengan cara yang kurang ajar seperti itu gimana bisa aku diam?" tanyanya balik. "Mama dan Martha sama ikut histeris nya!"
Virginia mendengus sebal, memikirkan kalau setelah ini pasti Laksmana tidak akan bisa berhubungan baik dengan Ayunda. Sudah tahu Ayunda itu punya trust issue pada Laksmana, kelakuan anaknya malah membuat besannya semakin tidak percaya saja.
"Kamu udah bikin Tante Ayunda kesinggung, Laks. Itu udah pasti." tekan Virginia tidak main-main. "Harusnya kamu diam aja di Solo, sibuk membenahi acara resepsi yang bakal kamu adakan di Bahamas, kenapa gini sih, Laks?"
Duh, Laksmana tidak akan bohong kalau dia sama paniknya ketika mendengar nama ibu mertuanya disebut. "Aku yang akan jelaskan sendiri sama Ibuk Ayunda, Mama nggak usah tanggung jawab soal apa pun, sekarang urusannya aku yang akan hadapi."
Martha yang baru saja ikut bergabung di ruang tengah itu terkejut melihat wajah Mama dan Kakaknya yang saling nyureng satu sama lain. "Ada apa ini? Kenapa kalian berdua wajahnya kusut begitu?" tanya Martha.
Virginia enggan menjawab, tapi ketika Martha tahu Laksmana masih sibuk menghubungi Ansara, Matha mengerti—pasti kakaknya yang jenius ini baru saja melakukan hal bodoh. Lagi.
"Mas," panggil Martha. "Istri lo mana?"
Ditanya begitu, Laksmana tidak enak diam. Dia langsung bangkit dari duduknya dan meraih kunci mobil pergi begitu saja tanpa mau susah payah menjawab pertanyaan adiknya.
Martha menoleh kepada Virginia dengan kebingungan. "Ma, Mas Laks kenapa?"
Virginia menghembuskan napasnya dengan lelah. "Sejak semalam Ansara ada nyusul ke sini,"
"Lah, terus?"
"Ansara nggak balik lagi ke sini, tadinya mau tengok Papamu tapi katanya nggak ada nongol ke sana, terus sampai sekarang belum balik. Kayaknya Ansara marah sama Masmu,"
"Ihh!" Martha jengkel bukan main setelah mendengarnya. "Memang orang kalau udah bodoh sekali masa mau bodoh terus sih, Ma?" tanyanya mengomeli kelakuan Laksmana Dewanto Amidjaja. "Istrinya ditinggal begitu aja di Solo, bukannya nenangin malah sibuk di sini sendirian!"
Virginia ikut menggeleng dengan herannya.
"Pantes kalau setelah ini dua orang itu ribut, aku nggak akan bantuin. Lihat aja!" ancam Martha tidak main-main.
***
Setelah mengirimkan pesan kepada Ibuk, Ansara baru bisa tidur jam empat subuh karena kedua matanya betulan sudah mengantuk dan tidak bisa lagi di tahan. Tadinya, dia ingin menghubungi Laksmana, tapi lelaki itu juga sedang anteng bersama perempuan kesayangan mertuanya, rasa amarahnya muncul lagi dan akhirnya Ansara tidak bisa tidur dengan nyenyak.
Jam sembilan pagi Ansara baru terbangun, mematikan semua lampu rumahnya karena rumahnya yang sangat sederhana ini tidak memiliki asisten rumah tangga. Jadi, sudah jelas ia harus bangun dan menghemat token listrik.
Ibuknya dan Asnamira belum bisa dipastikan kapan akan pulang dari Solo. Jadi, mungkin untuk sementara waktu Ansara yang akan menjaga rumah.
Sial, nikah dan tidak nikah ternyata tidak ada bedanya. Ia kira, semalam tadi akan menjadi malam pertama dirinya sebagai pengantin tapi buktinya? Shit, sulit.
Kadang apa yang telah kita rencanakan dan kita bayangkan memang tidak akan selalu tercapai. Tapi ini memang betulan jauh dari kata wajar.
Pernikahannya sudah selesai, tapi terancam hancur. Bukan terancam lagi, tapi memang hancur karena hari yang seharusnya menjadi hari penting dan spesial itu malah memberikan kesan trauma. Sampai kapan pun Ansara tidak akan melupakan hari pernikahannya yang sangat buruk ini.
Belum lagi, punya mertua yang kedok wajahnya begitu banyak. Ternyata, begitu-begitu Sienggih Amidjaja punya dua muka, alias fake. Hah, capek hati juga Ansara memikirkannya. Baru kemarin pagi lelaki itu menerimanya sebagai menantu dan bersikap menyayanginya, tapi ketika Prilly Widjaya datang menjadi super hero-nya, lelaki tua itu malah mendambakan Prilly Widjaya yang jadi menantunya.
Edan.
Memang dunia ini sudah edan.
Maksudnya, dunia Ansara. Sepertinya dunia orang lain tidak ada yang se-edan ini. Dikasih cobaan sih boleh, tapi nggak harus berlalu lalang juga cobaannya, ngantri pelan-pelan kan bisa biar dirinya tidak kaget. Kalau sudah begini kan jadinya Ansara ingin mengomeli Tuhan.
"Kalau gue nggak ingat sama janji Tuhan, gue udah pengen cerai aja rasanya!" omelnya ketika bangun dan mendapatkan notifikasi kalau Laksmana kukuh ingin menyusul dirinya.
Tidak menunggu lama, empat puluh menit kemudian Laksmana memang ada di hadapannya. Dan wajah lelaki itu malah kelihatan sumringah tanpa dosa memamerkan senyumannya. Padahal, semalam tadi dia bilang memberikan kesempatan di kehidupan lain pada Prilly Widjaya, kan?
Dasar Dewanto Edan.
"Sini peluk dulu," pinta Laksmana merentangkan kedua tangannya.
Ansara menggeleng dan mundur menatap Laksmana dari atas sampai bawah. "Kamu nggak ke kantor KPK lagi, Mas?"
Laksmana menggeleng. "Nggak, Papa sudah aman. Setelah ini, pihak kuasa hukum Papa dan Opa akan bicara di awak media, dan soal—"
"Aku nggak mau dengar," putus Ansara berbalik masuk menuju kamarnya.
Laksmana mengekorinya dengan cepat, tanpa disadari lelaki itu baru saja masuk ke dalam kamar gadis istrinya sendiri. "Kenapa? Bete ya? Pasti mau marah sama aku, ya? Aku minta maaf, kemarin aku panik dan Mama juga ikut panik, aku nggak bisa biarin—"
"Mas tahu nggak?" tanya Ansara berbalik sambil melipat kedua tangannya. "Sebelum kalian semua tahu, aku udah jauh tahu lebih dulu soal nama Papa yang masuk ke dalam daftar hitam!"
Laksmana tertegun, menatap Ansara dengan kebingungan. "Maksud kamu?"
"Gemi, temanku itu reporter di Mata Indonesia." jelas Ansara dengan nada ketusnya. "Aku sibuk hubungi kalian, dan malam itu Bachelor party-nya kamu, Mas! Nggak ada satu orang pun yang bisa aku hubungi, begitu dapat kesempatan kemarin—kita baru selesai pemberkatan, aku nggak ngira kalau pihak KPK akan secepat itu tangkap Papa!"
"Wait," kata Laksmana menahan Ansara yang terengah-engah menjelaskan begitu cepat kepadanya. "Santai... aku nggak kemana-mana,"
Ansara berdecak kesal, melemparkan guling yang ada di atas ranjangnya dan menatap Laksmana dengan penuh amarah. "Udah lah, udah nggak guna juga aku cerita."
Laksmana mengusap wajahnya dengan gusar, baru akhirnya dia sadar kalau dia dan Ansara sedang berada di dalam satu kamar. "This is your room?"
Ansara membuang napasnya dengan kesal. "Iya," jawabnya singkat.
Laksmana memutarkan seluruh tubuhnya, memperhatikan satu persatu hal yang menempel pada dinding kamar Ansara. Rasanya agak... asing, perasaan tidak enak bercampur penasaran membuat Laksmana terperangkap dalam pikirannya sendiri tidak menyangka kalau ia akan memasuki kamar gadis istrinya.
Kamar Ansara jauh dari kata girly. Ada beberapa poster musik yang Laksmana tidak pahami, beberapa agenda yang Ansara harus isi bulan lalu, kamera yang menggantung, gitar yang tergantung, dan foto saat Ansara wisuda memakai kebaya.
"Ke apartemenku yuk?" ajak Laksmana pada Ansara sambil menjulurkan tangan kanannya. "Kita stay di sana aja, gimana?"
"Nggak," tolak Ansara. "Aku mau di sini aja, Mas."
"Tapi aku nggak ada pakaian di sini,"
Bisa tidak, kalau Ansara menolak ikut suaminya ini?
"Bawa aja, lagian Ibuk sama Asnamira nggak pulang hari ini."
"Kamu mau aku tinggal di sini dulu?" tanya Laksmana meyakinkan.
Ansara menoleh dan menatap kedua mata Laksmana. "Mas nggak mau?"
"Harusnya kamu ikut kemana pun aku pergi, kan?" tanya balik Laksmana.
Ah... sulit! "Aku... belum siap,"
Laksmana mengernyit mendengarnya. "You okay?"
I AM NOT! "Kenapa memang?"
"Kenapa kamu jadi berubah begini?" tanya Laksmana langsung.
Ansara terdiam, lebih banyak berpikir kemungkinan-kemungkinan yang ada di dalam kepalanya. "Mas, merasa nggak sih kalau kita itu harusnya nggak menikah?"
***
Prilly Widjaya tersenyum tiada henti ketika membayangkan berkali-kali ketika Laksmana menanggapi ucapannya kemarin malam. Seharusnya ia tetap mendampingi Om Sienggih selagi keputusan penyidik semakin cepat, Prilly ingin berlama-lama agar kasus ini bisa mendekatkan dirinya dengan Laksmana.
Meskipun cincin kawin sudah terpasang di jari manis Laksmana, tidak sedikitpun membuat Prilly ingin mundur, justru rasa ingin memilikinya semakin tinggi.
Memang terkadang, yang diinginkan tidak akan pernah sejalan. Tapi, apa salahnya dari mencoba dan berusaha? Selama ini, Prilly tidak pernah sembarangan menaruh perasaan apa lagi urusannya dengan lelaki yang sebenarnya Papanya menyetujui Laksmana untuk dirinya.
Keluarga Amidjaja memang sudah terpandang sejak lama, sebenarnya Prilly tidak pernah notice sehebat apa keluarga orang lain, sampai pada akhirnya hatinya merasa terpaut kepada Laksmana.
Angan-angannya kian tinggi, harusnya dalam dua puluh empat jam kemarin Laksmana bisa membatalkan pernikahannya, tapi ternyata tidak. Dan satu-satunya jalan yang Prilly lakukan sekarang adalah menghancurkan rumah tangga Laksmana dengan Ansara.
Mungkin ia akan terdengar jahat, tapi cintanya memang harus dimenangkan kali ini.
***
Asnamira termenung, sejak satu jam tadi ia tidak berhenti memandangi KTP seseorang yang terjatuh di pelataran parkiran gereja tempat dimana kakaknya menikah kemarin. Harusnya, Asnamira buru-buru mengembalikan KTP ini kepada pemiliknya, tapi entah kenapa keinginannya untuk memandangi foto yang terlihat lebih muda dari usianya saat ini dibandingkan dengan dulu jelas Asnamira yakin orang yang ada di KTP ini memang sudah ditakdirkan untuk jadi manusia keren abis.
Asnamira selalu iseng, kakaknya melarang Asnamira untuk berpacaran, apa lagi Ibunya yang sangat sensitif perihal perasaan. Semacam ada ketakutan yang tidak bisa dijelaskan jika Asnamira menyimpan perasaan untuk lelaki. Padahal, hal tersebut sangatlah wajar bagi remaja seusianya.
Orang-orang selalu bilang, jatuh cinta memang sejuta rasanya. Ada yang beruntung, ada yang harus menunggu lama, dan ada lagi yang harus merasakannya dengan sakit yang berkali-kali lipat, sementara Asnamira adalah manusia awam, mungkin lebih tepatnya kurang pengalaman.
Itu kenapa, saat otaknya terus bertanya pada dirinya sendiri, Asnamira tengah mempertanyakan apakah benar ia sedang jatuh cinta atau hanya sekedar rasa penasaran saja?
Ranggana Tirtosudiro
Surabaya, 20 Februari 1994.
Usianya bahkan sudah tiga puluh tahun tapi kenapa lelaki itu kelihatan sangat bugar dan keren?
Asnamira mencoba mencari tahu media sosialnya, tidak ada. Sama sekali. Nihil.
Sebenarnya manusia ini hidup di zaman mana sampai tidak memiliki media sosial?
Apa karena hidupnya sebagai asisten dari keluarga konglomerat akhirnya dia menjadi introver dan menutup diri untuk keamanan pribadi? Tapi masa iya.
Zaman sekarang, asisten pribadi sampai sekretaris presiden pun punya akun media sosial dan wajahnya terpampang dimana-mana. Jadi, apa pembeda dari Ranggana Tirtosudiro ini?
"Nduk, kok belum dikasihkan KTP nya?"
Suara Eyang Poer berhasil mengejutkan Asnamira yang sejak tadi tidak lepas memandangi KTP Ranggana Tirtosudiro itu. "Eyang! Kaget aku!"
"Mbok ya cepetan kembalikan, kasihan orangnya pasti nyari, Nduk." kata Eyang Poer lagi sambil duduk di sisi Asnamira.
Asnamira menghela napas. "Aku mau kasihkan tapi orangnya sudah keburu balik ke Jakarta duluan, nanti di Jakarta aku kembalikan, Eyang."
Eyang Poer menatap cucunya yang masih lugu itu dengan tatapan hangat. "Kamu itu, sekarang sudah besar. Eyang ndak tahu apa yang bikin kamu sampai lihat KTP orang itu serius begitu bengi-bengi begini, Nduk."
"Ah—" Asnamira gelapan, langsung memasukkan KTP Ranggana Tirtosudiro itu ke dalam saku celananya. "Anu... aku cuman penasaran—"
"Penasaran itu ada alasannya, awas malah bablas," kata Eyang Poer menasihatinya.
Asnamira membulatkan kedua matanya dengan dramatis. "Eyang, ojo medeni... takut aku kalau Eyang sudah bicara begitu," rengeknya pelan.
Eyang Poer tertawa pelan melihat bagaimana sikap panik cucunya yang begitu kentara. "Lho, tenan iki, semakin kamu penasaran dan semakin kamu cari tahu pasti kamu bakal banyak menemukan hal yang nggak bisa kamu sangka, Nduk."
Asnamira mengangguk paham. "I know, Eyang..." balasnya dengan wajah sok tenang, meskipun jantungnya tidak karuan sejak tadi. "... sek Eyang sek, aku minta pengertian dari Eyang tolong jangan berpikiran aneh-aneh."
Eyang Poer tertawa lagi sambil menutupi mulutnya sendiri. "Ya kalau aneh-aneh juga ndak apa-apa, wis umurnya kamu berfantasi."
"Hah?" Asnamira tercengang luar biasa, tidak mengerti maksud dari apa yang Eyangnya sampaikan. "Gimana maksudnya Eyang?"
Eyang Poer buru-buru menggelengkan kepalanya. "Ndak, ndak." lalu Eyang Poer berdeham santai dan berdiri dari sofa. "Sek tah, kalau kamu memang rasa punya nyali, nanti keberanian kamu sendiri yang bakal jawab Nduk, sudah Eyang mau tidur ini. Jangan diam lama-lama sambil lihatin KTP orang lain, takutnya kamu ada pikiran mau pinjol."
HAH???
Jadi semenjak tadi Eyang sudah berpikiran buruk kalau Asnamira akan melakukan pinjaman online pakai KTP orang lain? "LHO! EYANG KOK SEMBARANGAN BEGITU, AKU NGGAK SE-KRIMINAL ITU EYANG!"
***
a/n
lalalalalalala~
tak kasih spoiler, baik sekali aku.
nih, dah double update.
salam sayang,
ayangnya Jaehyun.
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro