Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

Tigang dasa kalih

Prilly Widjaya terkejut melihat beberapa dokumen yang berisikan nama-nama Sienggih Amidjaja di dalamnya. Sejauh ini, Prilly tidak menyangka kalau Sienggih Amidjaja akan bermain kotor seperti ini.

Mega proyek ini adalah sebuah usulan proyek yang di dalamnya bekerjasama dengan para pemerintah, menteri yang terlibat dan tentu saja beberapa badan usaha milik negara yang menjadi satu kesatuan saat membangun proyek.

Padahal, yang Prilly tahu juga keluarga Amidjaja tidak mungkin bisa main sekotor ini, untuk apa juga keluarga Amidjaja bermain kotor?

Suara tawa Papinya yang baru saja datang dari sebuah perjamuan membuat Prilly buru-buru menutup kembali beberapa dokumen yang ada di atas meja kerja sang Papi. Tadinya, Prilly hanya ingin mengambil cap perusahaan yang ada di meja kerja Papinya, tapi begitu melihat ada beberapa nama dalam daftar hitam yang Papinya masukkan, Prilly syok bukan main.

"Pak Resham bisa melihat secara langsung, saya tidak pernah mengecewakan klien saya sendiri—lho? Prill kamu di sini?" sapa Adidjaya

Pak Resham, klien Papinya itu lantas pamit undur diri ketika melihat Papinya telah memberikan tanda tangan basah diatas materai. Setelah memastikan tamu Papinya pergi, baru Prilly akan bertanya.

"Kamu kok tumben siang gini ke kantor Papi? Biasanya lagi nongkrong di Mata Indonesia?"

Prilly menggelengkan kepalanya, kedua tangannya sudah berkeringat dingin. "Pi, aku mau tanya sesuatu boleh?"

"Apa?"

"Kenapa nama Om Sienggih ada dalam daftar hitam? Papi... mau menjebak beliau?" tanya Prilly setengah hati.

Sebetulnya Prilly takut menanyakan hal tersebut, tapi rasa penasaran dan rasa takutnya bercampur menjadi satu.

Adidjaya menghentikan kegiatannya yang tengah membuka kancing lengan kemejanya. "Kamu sudah lihat?"

Prilly mengangguk kaku. "Iya,"

"Papi sengaja melakukannya," jawab Adidjaya tanpa basa basi.

Prilly membulatkan kedua matanya. "Pi! Apa maksud Papi?!"

"Dia sudah menolak kamu sebagai menantunya!" balas Adidjaya dengan cepat. "Papi kira, pertemanan kami berdua cukup kuat dan Papi kira keluarga Amidjaja akan melamar kamu untuk Laksmana. Tapi dia..."

"Tapi apa harus melakukan cara yang kotor seperti ini?! Kalau ketahuan bagaimana Papi?!" tanya Prilly cemas.

Adidjaya menggelengkan kepalanya. "Kamu cukup diam saja, ini urusan Papi dengan dia. Salah dia sendiri yang terlalu sombong dan lebih memilih karyawan rendahan itu!"

"Papi jangan lupa kalau Ansara juga ikut menolong aku!"

"Menolong?!" Adidjaya berdecih mendengarnya. "Apa yang disebut menolong? Dia sendiri ikut menjadi korban!"

Prilly menggelengkan kepalanya putus asa, tahu karena sifat Papinya yang tidak pernah bisa diberitahu. "Dengar, Prilly." tegas Adidjaya mendekati anaknya. "Kamu mencintai Laksmana, bukan?"

Prilly mengangkat wajahnya menatap sang Papi. "Iya,"

"Kamu menyukainya, bukan? Papi janji, setelah kalian berhasil bersama, Papi akan membereskan daftar hitam itu," liriknya pada sebuah dokumen. "Daftar hitam ini hanya untuk menjebak Sienggih, keluarga Amidjaja boleh saja hebat dengan namanya, tapi mereka harus tahu kalau nama mereka tidak akan selalu besar. Ada nama keluarga kita yang bisa lebih besar dari keluarga mereka, Prilly!"

Prilly menatap Papinya dengan ragu, apakah yang Papinya janjikan ini tidak akan terjadi masalah apa pun di masa depan nanti? "Pi, aku takut..."

"Nggak perlu takut," Adidjaya mengusap puncak kepalanya. "Nama keluarga kita akan cocok disandingkan dengan keluarga Amidjaja. Kamu, adalah anak Papi, dan mereka harus tahu kualitas keluarga kita," tekannya meyakinkan Prilly. "Memangnya, apa yang bisa dibanggakan dari seorang pembawa berita junior itu? Dia hanya orang biasa."

"Aku menyukai Laksmana dengan caraku sendiri, Papi—"

"No," tolak Adidjaya dengan tegas. "Bagaimana pun, Papi harus memastikan kamu masuk ke dalam keluarga Amidjaja, Prilly. Papi lebih tahu bagaimana rasanya dipisahkan dari orang yang kita cintai, dan Papi nggak mau sampai semua itu terjadi sama kamu."

Prilly tahu perasaan ini salah, dan bagaimana cara Papinya yang itu andil pun sudah salah. Tapi, membayangkan Laksmana menjauh, sementara Prilly belum pernah melakukan apa-apa memang membuatnya kian penasaran.

Ada resiko yang harus Prilly tanggung dari perasaannya, dan menjamin keluarga Amidjaja untuk tetap kembali bersih namanya setelah Papinya melancarkan rencana kotor ini, Prilly harus menjadi garda terdepan yang membantu keluarga itu.

"Aku akan cari tahu dimana keluarga Amidjaja sekarang berada," kata Prilly menekadkan hati. "Aku akan menemui Laksmana lebih dulu, Pi. Tolong, beritahu aku jika rencana ini akan mulai." pinta Prilly pada Papinya.





***






Ansara baru tahu, kalau anak Denok yang bentukannya cewek ini ternyata ajaib. Usianya baru tiga tahun lebih, tapi mulutnya ceriwis bukan main. Wajahnya mirip sekali dengan Ibunya, ada beberapa hint garis sang Bapak, tapi tetap saja gen ibunya lebih kuat pada wajah anak itu.

Siapa tadi namanya? Rachel? Raqel? Ansara bahkan lupa saking sulitnya nama anak itu.

Datang ke Solo, begitu sampai di rumahnya wajahnya tadi tertekuk di gendongan sang Bapak, tapi ketika sudah beristirahat dan energinya terisi kembali, anak itu mulai lari ke sana kemari memenuhi seluruh rumah Eyangnya dengan suara tawanya.

Semua orang menyukainya, tidak ada yang tidak menyukainya. Hebat.

Dan satu lagi yang membuat Ansara kaget, interaksi antara Laksmana dengan anak berhasil membangunkan perasaan yang tidak biasa pada Ansara.

Sejak kapan lelaki yang tengah ngemong anak kecil itu jadi kelihatan sangat dan super seksi seperti yang tengah Laksmana lakukan sejak tadi?

"Pakyeee, Mama is not fair..." rengeknya kepada Laksmana.

Laksmana meraih lengan anak itu agar mau duduk di sisinya. "Sini duduk dulu sama Pakle baru cerita,"

"Mama is not fair, Pakye..." adunya lagi dengan wajah sedih. "She's going out for dinner with other girls, but not us."

Sebenarnya, Denok mengajak Ansara untuk mencari kain batik di luar sana, tapi anak kecil ini sepertinya salah paham karena sang Mama memintanya untuk diam di rumah.

"You can stay with me here, okay?" pinta Laksmana sambil memijat kedua kaki anak gadis itu. "Kita buat ikan bakar, tadi Pak Dino sudah belikan ikan gurami untuk bakar-bakar malam ini!"

Raquel menggeleng, memajukan bibirnya lantas menaiki kedua paha Laksmana. "Pakye can we go for a walk?" pintanya.

Ansara tersenyum tipis. "Bawa jalan keluar aja, Mas. Biasanya nanti di depan gapura banyak jajanan."

"Sama kamu," pinta Laksmana lagi.

"Aku kan diajak pergi sebentar lagi," tegur Ansara, masa iya janji perginya dengan Denok akan dibatalkan?

"Aku nggak mungkin jalan berdua aja sama Raquel, bisa-bisa kesasar."

"Apa banget sih, Mas?"

Laksmana tertawa, sementara keponakannya masih ribut di atas gendongannya. "C'mon Pakye..." lalu Raquel berbisik ke telinga Laksmana sambil melirik Ansara diam-diam. "Pakye, who is she?"

Laksmana menahan tawanya dan meraih wajah Raquel dengan gemas. "You can ask her, Sayang. Ayok, kenalan dulu sama Tante," titah Laksmana.

Tapi ketika Laksmana mendorongnya, gadis kecil itu memundurkan tubuhnya sehingga menempel kembali pada sang Pakle. "She's so pretty, Pakye... like me," liriknya menengadahkan wajah.

Ansara terkikik lembut lalu meraih kaki Raquel. "I can hear you, Pretty."

"Oh ya?!" tanya balik Raquel dengan syok. "Who are you? Why are you here with my Pakye?" tanyanya sedikit posesif.

"Ow, coba tanya Pakle siapa aku." jawab Ansara menunjuk dirinya sendiri.

Raquel berbalik menatap Laksmana. "Who is she, Pakye?"

"She's my girlfriend, she will be my wife too." jawab Laksmana yang membuat pipi Ansara memanas.

Lalu Raquel menatap Ansara dari atas sampai bawah. "Really?" tanyanya dengan tatapan ragu. "You love her, Pakye?"

Ansara ternganga bocah tiga tahun itu bertanya sesuatu hal yang sangat krusial. "Yes," jawab Laksmana dengan mantap. "I love her so much, you can tell her—that I really want her."

Raquel manggut-manggut lalu turun dari sofa dan berjalan cepat ke arah Ansara. "He said, he love you so much, Tete..."

Ansara meraih kedua tangan mungil Raquel dan menciumnya. "Thank you,"

Tapi, kemudian Raquel terlihat berpikir keras. "Are you... don't love him?"

Hah?

Ansara menatap Laksmana bergantian dengan Raquel. "I—"

"Jawab Tete," goda Laksmana dengan senyumannya. "Don't give her any lies, Tete..."

Ansara berdecak geregetan, sembarangan pikirnya. Memang Ansara pernah berbohong apa? "I... love him too, Raquel."

Sial Ansara malu bukan main ditodong hal beginian oleh bocah kecil. Dan kampretnya Laksmana seperti sengaja tengah menyabotase kepolosan gadis kecil ini. "I love him." jawab Ansara lagi.

Tanpa disangka-sangka, bocah itu pergi berlarian sambil berteriak. "Mamaaaaa! Tete said she love Pakye Lakssss, she love him, Maaaa!"

Ansara panik bukan main, malu lebih tepatnya. Tapi kemudian Rajasa Amidjaja datang melihat kegaduhan yang telah terjadi, pria tua itu tertawa melihat Laksmana dan Ansara yang tengah saling melemparkan lovey-dovey itu.

"Cepetan nikah dan bikin anak kalian berdua!" titahnya dengan tawa yang membahana. "Kasihan, mau dapat pengakuan cinta harus sabotase keponakannya dulu ya?" ledeknya pada Laksmana.

Tapi Laksmana bodo amat, dia lebih menikmati memandangi wajah Ansara yang memerah sebab ulah Raquel tadi.

Thanks to Raquel, setelah ini Laksmana akan memberikannya coklat yang banyak.





***






"Nggak jadi nikah di Bahamas?" tanya Luki setengah meledek ketika Laksmana menyalakan rokok disebelahnya.

Para wanita masih belum pulang dari acara di luar, entah mereka mengadakan rapat bersama para orang WO dimana, tapi Laksmana sudah menyerahkan segalanya kepada Ansara karena berpikir pesta pernikahan itu memang diadakan untuk perempuan.

"Gue mau bawa Ansara ke Bahamas, tadinya mau nikah di sana tapi Eyang Poer nggak setuju."

Luki mengangguk. "Nurut banget lo sama keluarga cewek lo? Apa lebih ke pasrah?"

Laksmana mengisap rokoknya cukup dalam dan mengangguk. "Harusnya lo lebih tahu dari gue, untuk saat-saat begini menginginkan Ansara lebih besar daripada gue harus berdebat untuk hal-hal yang nggak penting,"

"Gue senang lihatnya," balas Luki pelan.

Menurut Luki, Laksmana yang sekarang lebih manusiawi dan lebih sering menghargai orang-orang yang ada di sekitarnya. Kabar baiknya, Ansara adalah pemaaf, dan bagaimana pun perpisahan yang pernah terjadi tidak pernah melibatkan kerusuhan dalam keluarga meskipun secara tidak langsung, Ansara masih satu keluarga dengan Tante Virginia.

"Apa lo merasakan hal yang sama juga kayak gue?" tanya Laksmana sambil membuang abu rokoknya.

"Apanya?" balas Luki sambil menatap Laksmana heran.

"Waktu lo kukuh ingin menikahi Denok padahal waktu itu lo pernah yakin membawa Kezia ke depan Opa?"

Luki mengangguk jujur. "Itu hal paling impulsif yang pernah gue lakukan. Rasanya gila, karena nggak pernah sedetik pun gue berhenti memaki diri gue sendiri. Bisa-bisanya gue telat menyadari kalau ternyata interest gue lebih condong ke Denok, dan surprisingly Denok orangnya di luar nalar gue, hal itu berhasil membangkitkan jiwa gue menjadi tidak wajar. Gimana pun, gue laki-laki, rasanya masih belum bisa menang kalau gue belum mendapatkan apa yang gue inginkan."

"Jeleknya kaum kita itu begitu," timpal Laksmana setuju. "Gue nggak tahu mungkin ini semua hanya berlaku pada keluarga kita aja apa nggak, bisa jadi memang turunan Opa aja yang bikin kita segila ini sama cewek,"

"Lo sama gue itu sama," ujar Luki mematikan rokoknya. "Sama-sama telat jatuh cinta, lagian... selama ini apa pun yang dilakukan Opa buat kita selalu jadi senjata makan tua, itu aki-aki bisa aja bikin kita terjebak sama cewek pilihan dia,"

Laksmana tertawa mendengarnya, untungnya sang Opa sudah beristirahat di kamarnya, kalau sampai mendengar pasti pria tua itu sudah protes mendengarnya.

"Woy! Minta rokok dong jing, asem mulut gue!"

Adjie yang baru saja mandi dan kelihatannya sudah terbebas dari istrinya itu datang-datang mengambil bungkus rokok milik Luki dan mengambilnya satu batang. Wajahnya kelihatan lebih segar dari tadi siang, maka dari itu Luki langsung menggodanya.

"Dasar anak setan! Habis bercocok tanam ya lo?!" sahut Luki menunjuk wajah Adjie. "Pantes keramas!"

"Sirik aja lo! Gue mah menerima apa yang ditawarkan, lagian Ariel lagi sholehah banget tuh dikit-dikit ngasih, ya masa rezeki di tolak?!"

Laksmana berdecih kuat langsung menendang Adjie. "Bangsat!" makinya. "Istri lagi hamil besar masih aja lo!"

"Bukannya harus sering?"

"Sering sih sering, tapi kasihan anak lo di dalam pasti keganggu!" sahut Luki.

"Oh," respon Adjie tidak peduli. "Oh iya, gue ke sini kan mau tanya, berapa duit lo beli pulau Bahamas?" tanyanya langsung pada Laksmana.

Laksmana berdecak memalingkan wajah enggan menjawab. "Woy, Laks! Berapa gue tanya?!"

"Memang kenapa, sih?"

"Gue juga mau beli, atas nama Ariel. Tapi nggak mau yang jauh-jauh, sekitaran pulau Bali atau nggak NTT ada nggak ya?" tanyanya.

Laksmana mendengus kesal. "Mana gue tahu, lo pikir gue jual beli tanah?"

"Ya lo beli dari siapa? Gue butuh contact person-nya gitu lhoooo..."

"Nanti deh, ada di laptop, dia orang Dubai waktu itu memang gue sengaja aja iseng cari pulau, untungnya dapat."

"Banyak duit lo ya? Nanti jangan lupa hadiah anak gue jangan yang murahan," sambar Adjie langsung kepada Laksmana. "Kalau bisa, biar bisa jadi investasi buat masa depan anak gue."

"Itu tugas lo kambing!" ujar Luki melempar satu batang lagi ke arah Adjie. "Lo yang harus investasi betulan buat anak lo!"

"Gue masih tunggu warisan lungsuran dari Papi, lama banget... kayaknya sampai kapan pun dia masih kuat-kuat aja kerja," gerutunya heran.

"Ya bagus lah, sebagai anak kita harusnya bahagia, Djie. Lihat orang tua sehat, bentar lagi lo bisa kasih cucu. Lah, lo? Malah nunggu warisan memang biadab!" maki Laksmana. "Entah dimana lo simpan otak lo itu!"

Adjie tertawa mendengarnya. "Nggak nyangka aja, minggu depan lo udah mau jadi suami orang, Laks."

"Nggak usah ledek gue!"

"Gue mau kasih tips aja... barangkali, nanti lo kesusahan malam pertama—"

"Nggak usah!" balas Laksmana cepat. "Gue nggak sebodoh itu ya, Koentoeadjie!"

Luki sudah tidak bisa menahan tawa sejak tadi, sementara Laksmana kelihatan sekali ogah mendengarkan saran yang Adjie berikan. Kacau ini, jika ada Martha saat ini bergabung dengan mereka, sudah dipastikan Laksmana tidak bisa berkutik.

Adjie masih terus berusaha merayu Laksmana. "Gini lho... dulu, Ariel juga gitu-gitu gue dapat perawan, sini dulu—"

"Nggak!" Laksmana mendorong tubuh Adjie menjauh darinya. "Nggak usah lo spal spill kelakuan dan tingkah lo di ranjang, gue juga punya gaya sendiri anjinggg!"

"Gue mah kasih masukan buat lo—woi! Lo pasti nggak bakalan menyesal setelah mendengarkan saran gue!"

"Ahhh... pergi nggak?! Gue tonjok lo ya Koentoeadjie!"

Luki masih terus tertawa, sementara Laksmana berusaha menutup kedua telinganya karena merasa menjadi bocah ingusan yang tak pandai dalam urusan ranjang. Dan saat itu juga Laksmana betul-betul menghajar Adjie yang terus memberikan tutorial kepadanya, di kira Laksmana masih perjaka apa?!


***

a/n:

Lagi musim-musimnya yang mau kawin diledek abis-abisan wkwkwk. Mampus dah, sampai ada kata altar Laksmana jadi bulan-bulanan aja terus😂

Selasa, 21 Mei 2024.

Salam sayang,
Ayangnya Jaehyun.

p.s: kalo aku bikin TikTok buat au/part yang nggak ada di wp mau tidakkk? 😇

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro