
Tigang dasa gangsal
Keluarga Amidjaja sudah berkumpul seluruhnya di kediaman utama Eyang Poer. Gianjar, Ruth, Tjarda dan Penelope yang bahkan baru pulang dari Barcelona. Hari ini, ada malam terakhir dimana keluarga akan merayakan Bachelor party's Laksmana.
Tadinya, mereka semua akan pindah ke salah satu villa milik Penelope, tapi Eyang Poer menahan semua keluarga Amidjaja dan berkata kalau kediamannya lebih baik ditempati daripada tidak sama sekali.
Sepertinya, Eyang Poer sudah lebih bisa menerima dan berbaur dengan ikhlas bersama keluarga Amidjaja lainnya.
Para menantu, Denok dan Ariel juga kelihatan lebih nyaman di kediaman Eyang Poer daripada harus pindah-pindah. Sementara Martha, kedua anak kembarnya dan suaminya baru saja datang beberapa menit yang lalu.
"Lho, Ansara mana?" tanya Martha yang sejak tadi tidak melihat keberadaan calon pengantin wanita itu.
Eyang Poer terkekeh pelan sambil menggerakkan kipas tangannya. "Dipindahkan ke rumah Budhenya, biarkan dulu ya, Mbak... jangan dibiarkan sering bertemu dengan calon suaminya."
Martha menutup mulutnya lantaran tidak bisa menertawakan kakaknya secara langsung. "Saya ada barang yang harus dikasihkan ke Ansara, kira-kira boleh minta alamat rumah Budhe Ansara, Eyang?"
Eyang Poer mengangguk dengan senyuman anggun. "Boleh, Cah Ayu... barang apa ya? Kalau nggak biar Johan yang bawa nanti, katanya Johan lagi di jalan sedang jemput Asnamira di bandara,"
Tentu saja Martha tidak akan menjawab pertanyaan Eyang Poer, yang jelas ketika dia membawanya ke kamar, dia mengikutsertakan Ariel dan Denok untuk tahu barang apa yang telah dia siapkan.
"De! Riel!" panggil Martha pada Denok dan Ariel yang baru saja masuk ke kamarnya.
Satu koper berukuran dua puluh inci Martha letakkan di atas kasur sehingga membuat Ariel dan Denok penasaran.
"Mbak? Apa ini?" tanya Denok.
Martha membukanya dan memperlihatkan beberapa pasang pakaian minim yang ada di dalamnya. Ariel dan Denok ternganga ketika melihatnya, tidak menyangka kalau Martha akan totalitas seperti ini.
"Ini isinya lingerie semua, besok... kita minta Asnamira adik Ansara untuk tukar koper Ansara waktu dia pergi pulang dengan Mas Laks setelah pemberkatan," kata Martha dengan berbinar-binar.
Denok mengambil salah satu lingerie berwarna putih, memperlihatkan bahan lace tipis yang sudah pasti akan memperlihatkan kulit secara terang-terangan, ada banyak tali pita yang membuat orang yang memakainya pasti kewalahan saat memasangnya.
"Anjay, ini lingerie mahal semua," cibir Ariel iri dengki karena tubuhnya yang seperti babon sedang tidak bisa mengenakan pakaian haram yang ada di hadapannya. "Niat banget dah lo Mbak,"
Martha mengangguk percaya diri. "Sengaja aja, gue juga nggak tahu ya selera si Mas Laks yang kayak gimana. Tapi ini semua bajunya menerawang abis sih, nggak lupa juga..." Ujar Martha mengorek isi dalam koper itu dan memperlihatkan lipatan kertas. "Sex toys," katanya mengacungkan kertas yang masih tertutupi beberapa logo nya. "Nanti biar suami istri itu main game, terus nanti pas nganu gayanya sesuai yang ada di poster ini!"
"Haaaa!" histeris Ariel berseru kagum. "Kok gue baru tahu ada yang kayak gini sih, Mbak? Kirim link dong! Gue mau main juga sama si Adjie!"
Sementara Denok hanya meringis kaku dan malu-malu. Martha menyikut lengan Denok dan menaikkan kedua alisnya. "Mau juga nggak? Nanti main sama Mas Luki sana, biar kasih adek lagi buat Raquel!"
"Ih Mbak, apaan sih!" kilah Denok malu.
"Mbak lo keluar duit mahal buat bikin Mas Laks senang sama istrinya," gumam Ariel sedikit tidak setuju. "Kayak bakal dipakai semaunya sama si Ansara aja."
"Gue bakal ancam Ansara!" katanya bersungguh-sungguh. "Awas aja kalau nggak dipakai sama sekali!"
Denok geleng-geleng kepala sementara Ariel tertawa mendengarnya.
***
"Kalian ingat nggak, Mas Laks sama gue pernah jatuh masuk nyebur got di kali waktu kita liburan di Yogyakarta waktu Oma masih ada?" kata Adjie mengingat kelakuan si calon pengantin pria yang sedang dihabisi oleh beberapa masa itu.
Luki tersedak oleh kopi yang sedang dia minum lalu mengangguk ribut mengingat kejadian konyol itu. "Sibuk lo berdua ketakutan lihat kambing! Padahal itu kambing nggak punya salah apa-apa!"
Rajasa tertawa mendengarnya. "Takut kambing kamu, Lek?" tanyanya setangan meledek pada Laksmana.
Laksmana berdecak dan meminum wiski dalam satu sloki yang sudah Luki berikan tadi. "Kaget, bukan takut!"
"Lo tuh takut!" balas Adjie yang tidak terima dengan pembelaan Laksmana. "Kepala gue benjol dua minggu!"
"Badan gue juga codet karena kena batu kali!" jawab Laksmana tak mau kalah.
"Tapi yang paling konyolnya apa coba?!" lanjut Adjie.
Luki menggeleng, Martha pun menggeleng. "Apaan kenapa?"
"Si Laksmana nggak kuat kepengen pipis, dan akhirnya pipis di kali for the first time! Pulang ke rumah Uyut tuh sebenarnya dia bau pesing!" ledeknya lagi.
Martha dan Ariel tertawa, sementara Virginia menepuk bahu kelakuan anaknya. "Kamu tenyata pernah agak-agak juga Laks,"
Laksmana berdecak kesal mendengarnya. "Waktu itu aku terpaksa lah, Ma..."
Ariel tidak kuasa menahan tawanya, saking paling keras suara tawanya semua orang menatap ibu hamil itu dengan wajah terheran-heran.
"Baru kali ini gue diketawain ibu hamil dan nggak bisa melawan," cetus Laksmana sambil menyipitkan kedua matanya menatap adik iparnya sendiri yang tengah menertawakannya.
Bahkan tawa yang tidak seberapa itu, begitu berarti bagi sang Ibu hamil sampai-sampai mengeluarkan air mata. "Maaf, gue nggak kebayang aja... Mas Laks, berdiri di pinggir kali terus buka celana dan pipis tanpa peduli ada orang yang lihat atau nggak,"
Adjie, Luki, Opa Rajasa dan semua orang kali ini benar-benar tertawa. Bahkan Adjie sampai tidak bisa menahan diri sambil menunjuki wajah Laksmana yang terang-terangan pasrah jika malam ini adalah malam dimana semua keluarga menertawakan kelakuannya.
Sebab Laksmana, adalah orang yang paling telaten, disiplin, serta tidak mungkin melakukan hal yang bisa membuat orang ilfeel. Mungkin penyakit ilfeel itu ada di setiap orang, namun untuk ukuran Laksmana yang sangat perfeksionis rasanya amat menakjubkan jika ada satu hal yang dilakukan oleh Laksmana di luar kendalinya sebagai manusia paling rapi.
Di sisi lain, Om Tjarda dan Tante Penelope yang baru saja datang memberikan sambutan hangat serta ucapan selamat atas penantian panjang dari cucu kedua keluarga Amidjaja itu.
Bagi Laksmana, Om Tjarda adalah salah satu anak Opa yang paling santai, kalem, tidak banyak gaya. Berbeda dengan Om Gianjar yang terlalu serius, lurus dan on print—Om Tjarda adalah tetua yang bisa Laksmana percaya bisa masuk ke segala generasi.
"Oom sama Tante kasih kamu hadiah honeymoon Laks," kata Tjarda yang duduk di belakang Laksmana. "Di Barcelona bisa dua minggu, dan jangan lupa... Oom juga udah minta penjaga mansion kita di Italy buat bersihkan semuanya kalau kamu mau ke sana,"
Martha berseru happy. "Widiiii... gue udah lama tuh Mas nggak ke Lake Como, ya ampun pengen banget padahal ke sana,"
"Ini giliran pengantin dulu, Tha." tegur Luki sambil merangkul pinggang Denok agar duduk mendekat ke arahnya. "Lo mah kalau ikut nanti ngerecoki acara bulan madu orang lain,"
Martha menyipitkan kedua matanya, namun ketika Virginia Misbach akhirnya membunyikan suara gelas dengan garpu kecil, hal itu berhasil membuat semua orang beralih fokus kepadanya.
"Hm," katanya dengan tingkah malu-malu, sebenarnya Virginia sendiri tidak tahu kenapa ia melakukan ini di hadapan keluarga, khususnya suaminya yang kini kelihatan malu dan menahan tawa sekuat mungkin. "... I dont belive it," katanya pelan sambil memejamkan mata kalau dia benar-benar akan mempermalukan dirinya sendiri. "... but I have to say it before I got—okay, first of all I wanna say thank you for my husband," kata Virginia sambil menatap Sienggih. "Karena Papa, sudah bisa bersabar sejauh ini untuk anak-anak, siapa sangka... kalau kita berdua akhirnya ada di titik akan menikahi anak."
Sienggih mengangguk setuju, sementara Gianjar dan Ruth tersenyum penuh haru menatap Virginia. "Papa," katanya lagi kali ini kepada Rajasa. "Terima kasih karena Papa sama sekali tidak pernah meragukan pilihanku, apa yang ditakdirkan untuk Laksmana, sepertinya Tuhan memang tidak pernah merubahnya sejak awal,"
Laksmana spontan menggelengkan kepalanya sambil tersenyum miris, seumur hidup dia tidak akan menyangka mendapatkan Ibu yang akan dramatis pada waktu yang sebenarnya tepat untuk saling memberikan ucapan selamat dan kata-kata yang lebih bermakna. Tapi, seorang Ibu Virginia Misbach yang terkenal tegas dan garang ini pada akhirnya memiliki sisi sensitif dan melankolis juga? Tidak disangka...
"The last one," kata Virginia menepuk bahu Laksmana. "... Mama percaya, kamu pasti bisa jadi suami yang baik untuk Ansara. Mama percaya, kamu pasti bisa melindungi Ansara, mencintai dia sesuai versi kamu, dan kalian berdua akan saling mencintai, menjaga sampai tua nanti."
Laksmana mengangkat kepalanya, menyimpan gelas berisikan minuman dan memberanikan diri untuk menatap sang Ibu. "Terima kasih untuk doanya, Ma. I will."
Virginia mengangguk, membalas tatapan sang putra dengan amat bangga, dan kali ini hatinya tidak bisa berbohong kalau dia merasa amat sangat tenang.
Tenang karena dia bisa menjamin bahwa Ansara akan selalu bahagia, dan tenang karena percaya bahwa Laksmana akan bahagia bersama cintanya, Ansara.
***
"Kak,"
Ansara menoleh, melihat Asnamira yang entah sejak kapan sekarang tengah menempeli tubuhnya seperti koala dengan tatapan mengawang entah kemana. Harusnya, gadis ini sedang sibuk-sibuknya meledek Ansara. Kemarin-kemarin, Asnamira adalah manusia nomor satu yang senang meledek kalau pernikahan akan membuat Ansara jadi hak milik suaminya.
"Kak, nanti Mas Laks minta Kakak buat terus stay di kamar lho. Kata teman-temanku yang udah nikah, mereka jadi diam terus di kamar."
Atau mungkin, bahasanya yang lain. "Kak kalau udah jadi istri memang bisa marah-marah? Aku sendiri nggak yakin Kakak bakal marah sama Mas Laks, mungkin Mas Laks yang galak sama Kakak nggak, sih?"
Dan beberapa lagi konspirasi yang ada di dalam kepala Asnamira. Dan yang kali ini, entah apa yang tengah dipikirkan oleh adiknya.
"Kenapa?" jawab Ansara ketus.
"Kak, jangan lupain aku sama Ibuk ya, Kak." pinta Asnamira dengan suara seraknya. "soalnya, aku cuman punya Ibuk sama kakak aja, kalau Kakak nggak pulang terus lupa sama aku—"
Ansara tidak bisa menahan tawanya sejak tadi. "MIIRRRR?"
Asnamira kian menciut, memeluk tubuh Ansara lebih kencang dari sebelumnya. "Serius Kak... aku kepikiran, sebenarnya Kakak mau nikah nggak kemana-mana tapi ya tetep aja..."
"MIR!" teriak Ansara lebih kencang bahkan dengan tawanya benar-benar tidak bisa dikendalikan. "Kalau Ibuk tahu kelakuanmu begini, diledek sama Ibuk pasti kamu!"
Asnamira menggeleng kuat, tak lama kemudia Johan, sepupunya datang. "Ada apa ini?" tanyanya penasaran melihat kedekatan adik dan kakak itu. "Mira kenapa?"
"Melow karena gue mau nikah," jawab Ansara dengan tawanya yang masih belum mereda.
Johan menutup bibirnya dan tertawa meledek Asnamira. "Kakak lo nikah, bukan dibawa kabur!" ledek Johan.
Asnamira menatap Johan dengan sengit. "Mas, kamu tuh orang yang biasa meninggalkan bukan ditinggalkan, jadi nggak tahu gimana rasanya ditinggalkan!"
"Eits," hardik Johan dengan wajah dramatisnya. "Kok langsung buka kartu begitu?"
"Memang iya!" jawab Asnamira bersungut-sungut. "Mas Johan harus tahu gimana rasanya pedih kehilangan, selama ini Mas kan main buang, cut off, tinggalkan begitu aja!"
"Jesus," umpat Johan kesal karena dia tidak bisa melawan bocah. "Asnamira listen," kata Johan yang kini duduk di hadapan Asnamira, sedangkan Ansara bersiap menjadi penonton setia dari perdebatan konyol ini. "... semakin kamu dewasa, kamu bakal semakin berpikir kalau sebenarnya—cinta itu nggak begitu dibutuhkan,"
"Masak?" tanya balik Asnamira meragukan kekonyolan kalimat Johan.
Johan mengangguk percaya diri. "Semakin kamu dewasa juga, tipe ideal kamu akan berubah. Kamu bakal merasakannya sendiri ketika kamu tahu kalau orang yang kamu suka—mungkin, bisa kamu sebut crush kamu nggak sesuai dengan ekspektasi kamu,"
"Oh ya?"
"Iya lah, kamu bakal banyak ilfeel. Itu juga yang Mas rasain, cewek cantik banyak, bisa milih, tapi kalau resek dan ribet mau dinilai secantik apa pun kalau hati udah nggak sreg ya podo ae."
Ansara langsung menggeleng cepat. "Lo jangan cuci otak adik gue dong Mas, yang suka ilfeel-an kan lo, itu namanya penyakit!"
Johan mengerutkan keningnya sambil menatap Ansara. "Jujur sama gue, lo juga pasti pernah ilfeel, kan?"
"Ya pernah," jawab Ansara tanpa mengelak. "Tapi kan bukan berarti bisa cut off segampang itu, ada yang dinamakan—negosiasi hubungan!"
"Gue mah udah bosen negosiasi," jawab Johan tanpa berpikir lama.
Asnamira duduk tegak, bosan mendengarkan perdebatan yang tidak perlu. "Aku nggak butuh pengalaman kalian berdua, yang aku butuhkan sekarang cuman waktu yang tersisa sama Kakak, bentar lagi Kakak bukan lajang lagi," protesnya.
"Ya terus kamu maunya gimana?" kali ini giliran Ansara yang ikutan emosi.
Asnamira tersenyum penuh arti, lalu berbisik di telinga Ansara. Ya bagaimana lagi? Setelah ini mungkin Asnamira akan mengurangi merecoki dirinya, yang tersisa mungkin tidak sepenuhnya waktu yang Ansara miliki untuk bisa menghabiskan waktu dengan adiknya.
Bagaimana pun, Ansara tidak akan melepaskan tanggung jawabnya pada Asnamira, termasuk sesuai permintaan Asnamira tadi yang agak... membebani pikirannya. Mungkin, setelah ini Ansara akan minta bantuan Laksmana.
***
a/n:
apa kabar semua?
hello-hellooo, hari ini aku akan double update tolong dipantau ya 👍🏼
oh ya, permintaan Asnamira ini bakal jadi spoiler untuk cerita berikutnya.
see you soon🤏🏼
Thursday, 10 October 2024.
salam sayang,
ayangnya Jaehyun.
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro