Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

Tigang dasa enem

"Saya, Laksmana Dewanto Amidjaja mengambil kamu Ansara Aghni Werdrayana sebagai istri saya, untuk saling memiliki, saling menjaga, dari sekarang sampai selama-lamanya. Pada waktu senang maupun susah, pada waktu sehat maupun sakit, untuk saling mengasihi dan menghargai, sampai maut memisahkan, sesuai dengan hukum Allah yang kudus, dan inilah janji setiaku yang tulus."

"Saya, Ansara Aghni Werdrayana mengambil kamu, Laksmana Dewanto Amidjaja sebagai suami saya, untuk saling memiliki, saling menjaga, dari sekarang sampai selama-lamanya. Pada waktu senang, maupun susah, pada waktu sehat maupun sakit, untuk saling mengasihi dan menghargai, sampai maut memisahkan, sesuai dengan hukum Allah uang kudus, dan inilah janji setiaku yang tulus."

Pemberkatan penuh khidmat dan kesederhanaan yang memberikan keindahan pada segalanya itu lah yang berhasil membuat Rajasa Amidjaja menghela napasnya dengan lega. Rasanya, beban yang ada di pundaknya selama bertahun-tahun ini telah pergi menghilang diangkat oleh seseorang.

Jika dirunutkan ceritanya, Rajasa adalah orang yang paling berterima kasih kepada menantunya sendiri Virginia Amidjaja yang bisa memegang teguh amanah yang mendiang istrinya inginkan.

Dulu sekali, sebelum Rajasa bertemu dengan Ansara, keponakan Virginia yang terlihat seperti gadis biasa saja, mendiang istrinya sangat tidak suka pada perempuan yang sering Laksmana bawa ke rumah saat dulu.

Perempuan itu bernama Sisilia, yang sampai saat ini keberadaannya mungkin masih tidak disukai oleh mendiang istrinya sampai sekarang jika dia masih hidup. Laksmana memang tidak segamblang Luki dalam hal berkencan, berbanding terbalik juga dengan Adjie yang slengean dan bisa memilih gadis mana pun yang ingin dia pacari.

Tapi Laksmana berbeda.

Seringkali, Laksmana selalu ingin menjadi penyelamat untuk hal yang bahkan tidak dia lakukan. Seperti contoh yang sudah banyak diketahui, Laksmana siap menyelamatkan harga diri Denok yang pernah diinjak-injak oleh Luki, sepupunya sendiri demi menyelamatkan perasaan seorang gadis yang tidak juga menaruh perasaan kepadanya.

Sama umumnya seperti saat Laksmana dengan Sisilia.

Perempuan itu salah satu korban, entahlah karena Rajasa juga tidak terlalu peduli saat itu. Tapi ketika Laksmana dengan gamblang mengatakan ingin menikahi Sisilia dan siap menjadi ayah tiri untuk anak Sisilia dengan lelaki lain, mendiang istrinya tentu saja berang.

Bukan main, menjaga fitrah nama keluarga memang sudah dilakukan sejak dulu. Turun temurun. Arimbi Chondrokirono rela pergi hidup jauh dari keluarganya dan mengikuti keluarga suaminya hanya karena cinta. Untuk nama belakang suaminya yang telah ia terima, jelas Arimbi akan menjaganya seumur hidup.

Sampai satu alasan penyebab dimana kesehatan Arimbi ikut menurun.

"Aku ndak bisa nerima perempuan seperti itu untuk dijadikan menantu dikeluargaku, Pa. Jangan berani-beraninya kamu memberi restu sama cucumu itu."

Kalimat yang Arimbi katakan di malam mana ia dinyatakan sebagai pengidap kanker paru, hari dimana juga Rajasa menekadkan diri sendiri untuk tetap menjaga seluruh keinginan istrinya. Termasuk, memberikan jodoh yang terbaik untuk keempat cucunya.

"Biar kita pusing menjadi orang tua, sebab itu memang tanggung jawab kita Pa. Kita ndak bisa menutup mata dan buta diri ketika melihat keturunanku hancur begitu, aku ndak bisa tenang."

Rajasa mengiyakan permintaannya, bagaimana pun kerasnya Rajasa menjadi manusia paling ikut campur dalam urusan percintaan cucunya, maka Rajasa tidak akan pernah lelah untuk terus merajut mimpi yang mendiang istrinya inginkan.

"Sekarang Opa lega?"

Luki yang ada di sisinya membuat Rajasa sadar kalau di depannya, Laksmana dan Ansara sudah disahkan menjadi suami istri dan keduanya tengah saling berciuman diantara riuhnya seluruh keluarga di gereja.

Rajasa menoleh, senyum kisutnya tidak pernah lepas dan mengangguk yakin kepada Luki. "Lega,"

"Kalau begitu, Oma juga pasti lega. Aku lagi membayangkan Oma tersenyum anggun sambil bilang; 'nah itu dia cucuku.' Kalimat kebanggaan Oma."

Rajasa terkekeh pelan begitu bahagia mengingat beberapa patah kata yang sering istrinya ucapkan. "Oma kamu itu sayang sekali sama kalian, sampai-sampai yang dipikirin sebelum meninggal juga kamu sama Laksmana,"

Luki mengangkat alisnya sebelah, menarik lengan putrinya yang hendak kabur ke altar dan menggendongnya kembali. "Oh ya? Kenapa Adjie dan Martha nggak dipikirin sama Oma? Sayang, duduk dulu sebentar, Pakle Laksmana belum selesai, Sayang." pinta Luki kepada Raquel.

Rajasa mengambil tangan Raquel dan mencium punggung tangan cucunya. "Mau minta gendong Paklemu ya? Sana..." titahnya membiarkan Raquel berlari menuju altar.

Raquel mengangguk semangat. "Boyeh, Opa? I want hug Pakle Laks and give congratulations for my new Aunty!" katanya dengan semangat.

Rajasa mengangguk mengizinkan. "Boleh, sana lari."

Bocah tiga tahun itu berlari dengan penuh semangat, mengabaikan gaunnya yang terinjak dan hampir saja jatuh jika Laksmana tidak menangkapnya dengan cepat.

Semua orang tertawa melihat tingkah menggemaskan Raquel, dan melihat bagaimana Laksmana mengangkatnya dengan sangat tinggi membuat gadis kecil itu tertawa nyaring bahagia sampai membuat semua orang terkagum-kagum.

"Pakleeeee... happy wedding!" teriak Raquel pada Laksmana.

Laksmana mencium pipi merah Raquel dan tersenyum amat bahagia dengan Ansara yang ada di sisinya. "Thankyou pretty, kiss your Tante dong?" pintanya menyodorkan tubuh Raquel pada Ansara.

Ansara yang sangat cantik hari ini, dibalut dengan kebaya putih yang sangat elegan, serta veil yang sudah terbuka membuat Raquel dimudahkan saat mencium pipi Ansara. "Happy wedding, Tete! My Mama said, welcome to our family!"

Rajasa tersenyum, Luki juga ikut tersenyum sambil mengambil foto Raquel yang ada di gendongan Laksmana.

"Setelah ini, Opa ingin bicara dengan kamu dan Laksmana." pinta Rajasa dengan serius.

Luki mengangkat bahunya acuh lalu mengangguk sekilas. Acara pernikahan ini tentu belum selesai. Tidak mungkin juga pengantin diberikan kemudahan untuk bisa menyelesaikan acara terpenting di keluarga Amidjaja ini.




***




"Mama nggak bisa tenang! Mama nggak bisa tenang!"

Sienggih Amidjaja sudah kram perut sejak tiga menit yang lalu menertawakan istrinya si manusia paling gengsi sedunia yang selalu mengatakan kalau air matanya sudah kering itu tengah menangis dengan pasrah sambil sesenggukan melihat anak sulungnya menikah.

Bukan apa-apa, tadinya Sienggih tidak mau tertawa kok, sungguh. Keahlian istrinya itu mendarah daging kalau soal menjaga image, tapi Virginia Misbach yang saat ini yang ada di pinggirnya jauh dari kata jaga image.

"Ma! Make up-nya hancur semua itu!" kata Martha memberikan tisu pada sang Mama.

Virginia masih sibuk mengipasi wajahnya sendiri. "Nggak bisa! Ini air matanya nggak mau berhenti!"

"Pffftttt!"

Sienggih tidak bisa menahannya lagi, tawanya kembali keluar dan hal itu berhasil memancing emosi istrinya. "Papa!" teriaknya pada Sienggih.

Sienggih menoleh sambil menutup mulutnya sendiri. "Apa? Papa cuman ketawa kok!"

"Tapi Papa ledek Mama!"

"Nggak ledekin, siapa yang berani ledekin?"

"Papa ketawa terus dari tadi!"

Sienggih geleng-geleng kepala. "Seumur hidup Papa belum pernah lihat Mama nangis, baru lagi sekarang setelah gara-gara Martha!"

Virginia langsung membuang wajahnya ke arah lain, Sienggih kembali tertawa tapi tidak sekencang tadi. "Ya ampun..." ujarnya masih terpukau dengan tingkah laku istrinya. "... Mamamu ini, Tha. Makin tua makin jadi," ledeknya.

Martha terkekeh pelan sambil menggendong Bumi. "Makin cinta nggak, Pa?" ledeknya.

Sienggih tersenyum menyikut lengan istrinya. "Iya lah, Papa kalau nggak cinta sama Mamamu bisa dibunuh hidup-hidup waktu tidur!" sindirnya.

"Pa!" sahut Virginia cepat.

Angkasa hanya bisa terkekeh pelan melihat kelakuan mertuanya, di sisi lain ada Laksmana dan Ansara yang telah berganti pakaian karena acara resepsi memang diniatkan untuk diadakan di Maldives. Katanya, masih jadi rahasia Laksmana untuk memberikan surprise langsung kepada Ansara.

"Ekhem!" Martha berdeham sangat keras sampai membuat bocah lelaki yang ada di gendongannya melirik dengan heran.

"Anak Mama!" sahut Virginia gembira sambil merentangkan kedua tangan.

Jangan salah, yang dipeluk bukan anak kandungnya. Tapi menantunya.

Laksmana tersingkirkan begitu Ansara masuk ke dalam pelukan sang Mama dengan begitu erat, tangisan Mamanya masih belum berhenti sejak tadi. "Nduk, Cah Ayu... makasih ya, sudah mau menjadi menantu Mama betulan... makasih banyak sudah mau kembali bersama dengan anak Mama lagi, makasih banyak karena Ansara nggak pernah benci sama Mama. Makasih karena sudah mau menjadi menantu Mama... makasih... makasih... Mama bahagia sekali!"

Ansara membalas pelukan ibu mertuanya dengan amat eratnya. Tantenya, yang kini berubah status menjadi ibu mertuanya. "Makasih juga ya, Ma... udah mau terima aku jadi menantu Mama, Sara juga bahagia banget!"

Virginia melepaskan pelukannya dan menatap Ansara dengan penuh haru. "Oh ya? Sara bahagia?"

Ansara mengangguk meyakinkan pertanyaan Virginia. "Banget."

"Makasih Tuhan Yesus..." rengeknya dengan tangisan manja sekali lagi.

Virginia melepaskan pelukannya pada Ansara dan membiarkan Ansara berhadapan langsung dengan suaminya. "Om—Papa," katanya merubah panggilan, namun ketika Ansara akan berbicara, Sienggih juga buru-buru memeluknya sampai-sampai membuat Laksmana tercengang.

"Sekarang, kamu anak Papa." kata Sienggih memeluk Ansara dengan hangat. "Kalau sampai ada yang macam-macam sama menantunya Sienggih Amidjaja, biar Papa yang menghadapinya mulai sekarang."

Ansara terharu bukan main.

Mungkin sosok ini yang ia tunggu-tunggu, meskipun secara pribadi Ansara dan Sienggih Amidjaja belum berbicara terus terang secara bersamaan. Ada banyak yang harus keduanya luruskan, terutama beberapa masalah yang bersangkutan dengan keluarga Widjaya tempat Ansara bekerja.

Saat ini, statusnya sebagai karyawan masih ditangguhkan. Itu yang Celina Widjaya jelaskan kepadanya saat Ansara meminta maaf atas absennya ia saat ini. Jika kondisi normal, pasti saat ini juga ia masih bekerja aman, nyaman dan tidak mungkin juga ada pernikahan.

"Ada yang mau kamu bicarakan?" tanya Sienggih yang menyadari diamnya sang menantu sejak tadi.

Ansara menarik napasnya, lalu mengangguk ragu namun melihat ke arah sekitar. "Aku perlu tempat yang lebih privasi, bisa kita bicara di tempat lain?"

Virginia lantas mengangguk, meminta pada Laksmana dan Martha agar memberikan keduanya tempat. Setelah pemberkatan di gereja, keluarga memang memutuskan kembali pulang ke kediaman Eyang Poer dan mengadakan makan bersama dua keluarga.

Laksmana mengusap puncak kepala Ansara sekilas sambil tersenyum tipis meninggalkan Ansara serta Papanya di dalam ruangan.

Setelah semua orang telah pergi, Ansara tersenyum sekilas meminta sang Papa mertua untuk duduk lebih dulu. "Maaf karena aku minta bicara dengan Papa secara mendadak begini,"

Sienggih mengangguk. "Kenapa, Sara? Ada yang ingin kamu ketahui dari Papa?" tanyanya lembut.

Ansara menatapnya tanpa ragu dan mengangguk. "Maaf kalau aku ikut campur Papa, tapi ini... aku rasa memang waktunya aku bertanya soal ini sama Papa, sejak semalam aku nggak dapat kontak Papa dan aku pikir memang lebih baik aku bertanya langsung sama Papa,"

"Soal apa?"

"Nama Papa... ada di dalam daftar hitam mega proyek tahun ini. Papa kerjasama dengan Handoko Harimurti?"

Sienggih terdiam, keningnya berkerut ketika mendengar nama yang Ansara sebutkan tadi. Darimana Ansara bisa mengetahuinya? "Kamu... tahu soal ini dari mana?"

Ansara menarik napasnya dengan berat, sejak tadi ia khawatir, sejak di malam mana Gemi memberitahu soal misi kotor dalam mega proyek akan dibentangkan beritanya lewat Mata Indonesia sebab untuk menutupi kegaduhan masa pemerintahan saat ini yang tengah sibuk usut sana sini perubahan kabinet.

"Aku tahu soal ini dari salah satu temanku, dia juga reporter, Pa. Dan dia sudah mendapatkan berkas untuk mengungkap soal—"

Tiba-tiba saja ruangan terbuka dan memperlihatkan beberapa lelaki masuk menyebutkan nama Papa mertuanya.

"Sienggih Amidjaja? Anda ditangkap atas tuduhan korupsi mega proyek, saat ini Anda berhak kami tangkap untuk proses penyelidikan."

Shit!

Ansara ingin memaki dirinya sendiri.

Bagaimana semua ini bisa terjadi secepat ini? Semalam Gemi sudah wanti-wanti para pihak KPK mungkin bisa saja datang menjemput mertuanya. Dan sekarang terjadi begitu saja? Betapa cepat geraknya, siapa dalang di atas semua masalah ini?

"Papa!"

Virginia Misbach histeris ketika melihat suaminya ditarik dan kedua tangannya diborgol begitu saja. "SUAMI SAYA TIDAK MELAKUKAN HAL SEKOTOR ITU KALIAN SEMUA GILA! BERANI-BERANINYA KALIAN BERMAIN KOTOR DENGAN KELUARGA AMIDJAJA?!" teriaknya melawan para petugas KPK.

Ansara melihat Rajasa Amidjaja yang ikut menahan kepergian sang anak yang akan dibawa. "Kita bicarakan dulu, saya perlu lihat surat tugas kalian." ancamnya pada para petugas KPK.

Salah satu petugas KPK memberikan surat tugasnya kepada Gana, dan Gana langsung membacanya dan menatap Rajasa Amidjaja, Luki Amidjaja dan Laksmana Amidjaja secara bergantian.

"Pak, nama Pak Sienggih betul ada di sini." kata Gana memberitahu Rajasa.

Rajasa menggelengkan kepalanya dengan raut wajah yang begitu serius. Ansara baru melihat wajah serius pria tua itu betulan terlihat sangat menyeramkan saat ini. Pria tua yang biasanya cengengesan, memberikan senyuman dan meyakinkan kalau semuanya baik-baik saja itu tengah terlihat begitu marah dengan semua yang tengah terjadi.

"Gana, panggil Nakula Brata." perintahnya pada Gana untuk menghubungi pengacara keluarga pribadi Amidjaja. Lalu tatapan matanya dengan berani menatap satu persatu para petugas. "Kalian semua bermain dengan orang yang salah, silakan bawa anak saya. Setelah itu, katakan pada Pak Ketua kalau saya minta beliau untuk menemui saya."

Itu bukan permintaan, tapi perintah.

Rajasa Amidjaja baru saja memberikan perintah pada seorang ketua KPK di negeri ini. Baru kali ini Ansara ngeri dengan kekuatan seorang keluarga Amidjaja.

Martha Amidjaja berteriak histeris sibuk membela sang Papa, sementara itu Luki Amidjaja tidak tinggal diam tengah mengusahakan para badan hukum untuk mengatur semua masalah yang tengah terjadi pada sang Paman.

Ansara menatap Laksmana yang terdiam dan tidak melakukan apa-apa, baru saja Ansara akan menghampiri Laksmana dan berusaha menenangkan lelaki itu, tapi lelaki yang berstatus baru saja menjadi suaminya itu pergi meninggalkannya tanpa mengatakan apa pun.

Laksmana seolah tidak ingin berbagi apa pun dengannya, padahal Ansara ingin mengusahakan dan membantu sebisa mungkin.

***

a/n:

dah double update nihhh.

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro