22. Skorsing
Pagi ini Genta menemui Vale di rumah sakit sambil membawa makanan.
Setelah kejadian semalam Genta berhasil membujuk Vale untuk kembali ke rumah sakit, cowok itu ikut menemani Vale untuk menjaga kedua adiknya—yang kebetulan berada di ruangan yang sama—saat Vale menginginkan Kenzo dan Aditya berada dalam satu kamar agar memudahkan dirinya merawat mereka. Untung saja permintaan itu disetujui oleh pihak rumah sakit.
Dan barusan saja Genta pulang untuk berganti pakaian lalu mengambil sarapan dan mengambilkan seragam sekolah milik Vale yang ada di kontrakan.
"Udah, sekarang giliran lo mandi dan bersih-bersih, persiapan ke sekolah terus sarapan bareng gue. Kali ini kebetulan nyokap lagi masak terong galak. Ehm ... lo suka, kan, terong galak?"
"Terong galak?" ulang Vale sambil mengangkat salah satu alisnya ke atas.
Sebab, ia terasa asing dengan jenis makanan seperti itu.
"Iya, terong yang dicampur sama bumbu balado. Enak banget. Gue yakin lo pasti ketagihan."
"Oh iya?"
Genta hanya tersenyum tipis lalu mengangguk. "Udah, udah sana lo cepet mandi!" katanya sambil mendorong punggung Vale dan menyerahkan kantong plastik berisi seragam sekolah. "Entar terong galaknya keburu dingin."
"Siap, Komandan!"
Beberapa menit setelah itu Vale datang dengan mengomel sendiri lantaran habis mandi di kamar mandi umum rumah sakit--karena hanya mampu memesan kamar yang kelas rendah sehingga tidak memfasilitasi kamar mandi dalam—itu pun dibantu dengan BPJS dan membuat Genta langsung menyeret Vale untuk keluar ruangan agar tidak berisik di dalam.
"Dasar, dikira ini rumah sakit milik nenek moyangnya apa!"
"Udah, udah. Emangnya kenapa sih, Ve, ngedumel mulu?"
"Itu, gue mau mandi eh pintunya dibuka. Ya, gue kaget dong."
"Lho kok bisa? Emang nggak lo kunci?"
"Lho emang harus dikunci?"
Mendengar hal itu, Genta langsung geleng-geleng kepala.
"Dulu gue pernah kok di rumah sakit ini pas ngikut bokap jenguk temennya dan pas di kamar mandinya pintu itu otomatis ngunci sendiri."
"Kamar mandi yang mana emangnya?"
"Ya, di kamar VVIP. Di dalem ruangannya."
Dengan mengembuskan napas pasrah, Genta berucap, "Ya, kan ... beda kelas, Ve. Terus orang yang ngintipin lo gimana? Dia minta maaf?"
"Nggak, tapi gue marahin, lah. Gue guyur pake air, eh dia malah nangis."
"Kok nangis, kayak anak kecil aja."
"Emang anak kecil."
"Lah?"
"Yang buka pintu itu emang anak kecil, Genta sayang, kayak seumuran Kenzo--kayaknya. Untung saja gue masih pake baju pas itu."
Entah, dipanggil Vale dengan sebutan itu langsung membuat jantung Genta semakin berdetak.
"Udah deh gue mau makan terong galaknya," kata Vale sambil masuk ke kamar untuk mengambil makanan tersebut.
Setelah itu kembali keluar dan duduk di samping Genta yang berada di tempat duduk yang sudah tersedia di sana.
"Em, iya terong galaknya emang enak. Gue ketagihan, Ta. Dan sekarang ini jadi makanan favorit gue setelah nasi goreng buatan bokap."
***
Sesampainya di sekolah Vale dan Genta berpisah di persimpangan karena memang kelas mereka berbeda.
Genta adalah siswa berprestasi di kelas IPS-1 yang berada di kelas belakang sedangkan Vale adalah siswi pembuat rusuh yang berada di kelas IPA-5, sebuah kelas yang berada di jurusan paling akhir yang kata guru-guru sekitar ramainya sudah sebanding dengan anak IPS.
Sebelum masuk kelas Vale ingin melipir terlebih dahulu di kamar mandi hanya untuk membasuh muka agar menghilangkan rasa kantuk yang terasa menghinggap.
"Eh, lo tau nggak tadi si Genta dateng ke sekolah sama siapa?"
"Emangnya sama siapa?"
Vale yang sedang membasuh wajahnya di wastafel lantas menghentikan aktivitasnya sejenak.
"Sama si pelacur bayaran. Itu si Vale, yang sekarang udah jatuh miskin dan milih ngejual dirinya buat gaya hidup."
"Eh, lo serius?"
"Kasian si Genta-nya nggak sih? Dulu bukannya si Genta tuh pernah di-bully, ya, sama dia?"
"Iya, tuh, bener banget. Sekarang aja deketin pasti ada maunya."
"Ya, karena nggak punya temen. Apalagi Genta pinter, tuh, anak kesayangan para guru di sekolah lagi."
"Percuma kalo pinter tapi mudah dikadalin!"
Kemudian disusul suara tawa yang semakin membuat jiwa Vale panas saat mendengarnya.
Sungguh, Vale tidak keberatan jika memang hanya dirinya saja yang dimaki—karena sekeras apa pun Vale menjelaskan bahwa berita itu tidak benar rasanya percuma--apalagi ditambah masalah kedua adiknya yang tak kunjung usai sehingga sekarang Vale sudah berada di posisi bodo amat selama ia tidak pernah melakukan hal yang dituduhkan.
Namun, hal yang membuat Vale geram adalah saat mendengar bahwa seseorang yang berada di dekatnya juga terkena imbasnya. Vale hanya tidak mau jika Genta mendengar percakapan tersebut akan membuat cowok itu merasa tidak nyaman.
Terdengar suara gebrakan pintu yang terbuka, apalagi kalau itu bukan ulah Vale. Ia langsung menendang pintu kamar mandi—saat dirasa percakapan itu berasal dari sana—lalu menarik penghuninya keluar dari sarang. Sebuah pukulan disusul tamparan yang sangat keras mendarat ada yang di hidung, perut dan pipi mereka.
Tak tinggal diam, kedua siswi itu pun membalas hingga bertengkaran sesama cewek terjadi. Suara teriakan yang melengking disusul adu jambak satu sama lain yang berhasil menarik perhatian membuat ketiganya menjadi pusat perhatian.
Keramaian itu pun menjadi hening saat kedatangan seorang guru yang langsung mengguyur perkelahian itu dengan seember air.
"Kalian, ikut di ruangan Bapak sekarang juga! Dan yang lain segera keluar karena ini adalah kamar mandi cewek!"
Sungguh, perkataan itu langsung membuat suara bisik-bisik tetangga terdengar. "Lha, memangnya dia sendiri kelaminnya apa?"
Sesampainya di ruang BK suasananya benar-benar menyeramkan. Suara ketukan jari tangan pria di meja dengan tatapan tajam mampu membuat siapa pun yang menatapnya memalingkan muka.
"Vale, Bapak memang prihatin terhadap musibah yang sedang menimpa keluargamu. Tapi, ayolah masa kamu seperti ini terus—"
"Tapi, Pak, dia dulu yang—"
"Emang itu fakta, kan? Apalagi lo mukul si Mira sampe hidungnya berdarah."
"Tapi bisa nggak sih mulut kalian nggak usah julid kayak gitu, hah?"
"Apa? Lo bilang kita julid? Terus apa kabar lo yang dulu pernah nge-bully gue abis-abisan? Lo lupa?"
Iya, mayoritas yang membenci Vale adalah orang-orang yang dulu pernah ia rundung.
"Udah, stop! Siapa yang nyuruh kalian ngomong?"
"Tapi, Pak—"
"Udah, Vale. Kamu diam!"
Seketika itu Vale langsung menunduk.
Dulu jika ia berada di posisi sekarang pasti banyak orang yang memaklumi sifatnya, atau Vale tinggal suap agar masalah ini tak diperpanjang.
Berbeda dengan kali ini. Lihatlah sekarang, Vale bagaikan seonggok upil yang tak ternilai harganya.
Ia mengembuskan napas berat, masih menyakini dirinya sendiri bahwa ia memang tidak salah. Iya, cewek itu memang tidak salah, bukan? Ia hanya ingin mempertahankan harga dirinya di hadapan orang lain.
Rasanya aneh saat dulu menjadi primadona yang ditakuti tiba-tiba sekarang berubah, bahkan kini orang melihatnya saja sudah memasang tatapan remeh.
"Vale, agar kamu bisa merenungi perlakuanmu hari ini hingga mengakibatkan temanmu terluka ... dengan berat hati Bapak menskors kamu untuk sementara waktu." Guru itu menatap lawan Vale. "Dan kalian berdua bisa kembali ke tempat. Mira, jangan lupa obati lukamu."
"Baik, Bapak." Kemudian mereka undur diri dan meninggalkan tempat.
"Tapi, Pak. Bentar lagi udah mau semesteran. Ini nggak adil--" Protes Vale tak terima.
"Sedangkan kamu, Vale, bisa langsung pulang .. dan ini." Ia menyerahkan amplop berwarna putih. "Berikan surat peringatan ini kepada mamamu, jika sekali lagi kamu membuat ulah maka akan langsung saya keluarkan dari sekolah!"
***
Wiu wiu wiu wiu gimana partnya hari ini?
Seru nggak?
Jangan lupa meninggalkan jejak.
6 Juni 2022.
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro