18. Pertama masuk kerja
Rasanya segar saat guyuran air yang membasahi tubuh. Tidak ada shower atau bathtub seperti yang ada di rumahnya dulu, kini Vale menggunakan kran air sebagai shower dan bak mandi sebagai bathtub untuk meredam dan menenggelamkan diri sepenuhnya, mencoba menghilang dari bumi dan berharap agar tak kembali lagi.
Beberapa menit kemudian suara teriakan mengganggu ketenangan diri Vale.
"Kak, ini udah hampir tiga jam lo di kamar mandi. Lo nggak kesambet, kan, di dalem sana? Gue juga mau mandi kaliii, ini udah sore. Bukannya lo sekarang hari pertama kerja, ya? Emang jam berapa?"
Sontak mendengar hal tersebut langsung membuat wajah Vale menyembul ke permukaan. "Ya ampun gue kelupaan! Bisa-bisanya lo baru ingetin gue, Dit!" Dengan segera Vale bangkit dan menutupi tubuhnya menggunakan handuk.
"Lho, kok jadi Adit yang disalahin, sih!"
Dengan secepat kilat Vale keluar dari kamar mandi dan berlari menuju kamar, sedangkan Aditya yang sudah menyampirkan handuk itu di pundak--melihat kondisi kamar mandi yang penuh dengan busa--lantas berteriak, "Kak, kebiasaan deh!" ucap Aditya mendengus kesal karena kalau begini pasti ia harus mandi sekaligus membersihkan bak mandi bekas hasil rendaman kakaknya.
Di lain sisi Vale yang sudah turun dari angkot tak henti-hentinya mengomel dan merutuki dirinya sendiri. Benar-benar hari yang sial bagi gadis itu.
Bagaimana tidak?
Di sekolah ia difitnah yang tidak-tidak, pulang harus jalan kaki karena tidak ada yang mau menerima angkutan umum yang berlumuri telur karena takut bau dan mengganggu penumpang lain, dan sekarang ia harus telat dua jam di hari pertama kalinya bekerja. Bayangkan, telatnya dua jam. Tidak nanggung-nanggung.
Vale terhenti saat sudah menginjakkan kaki di depan tempatnya bekerja. Ia menghirup napas dalam-dalam, mencoba berpikir positif dan berpura-pura berlatih jika nanti ditanyai oleh atasan. Namun, saat Vale masih asyik bermonolog seakan sedang berbicara dengan atasannya tiba-tiba saja pintu kafe terbuka, menyembulkan wajah seseorang yang ia takuti.
Vale mendongak lalu menggaruk tengkuk yang sebenarnya tidak gatal sambil cengengesan. "Malam, Bos." Dengan sopan dan tanpa rasa bersalahnya Vale berjalan santai memasuki kafe—bukan, lebih tepatnya Vale berpura-pura santai dan menutupi rasa kepanikan itu agar tidak bertambah kacau.
"Suruh siapa masuk?"
Langkah kakinya terhenti saat suara itu terdengar horor di pendengaran. Vale berjalan mundur, ia membatalkan niatnya untuk memasuki kafe tersebut dan kembali ke posisi semula.
"Jam berapa ini?"
"Masih jam delapan, Bos," kata Vale sambil melihat jam yang berada di pergelangan tangannya.
"Seharusnya datang jam berapa?"
"Jam enam. Ma-maaf, Bos. Tadi kelupaan," ujarnya polos.
Mendengar hal tersebut membuat pemilik kafe itu mengacak rambutnya frustrasi.
"Untung saja kamu anak dari Almarhum Hanan, orang yang sangat berpengaruh besar terhadap kafe ini. Kalau tidak ...."
Pria itu tak melanjutkan perkataannya. Hanya menampilkan eksprei gregetan lalu kembali mengatur napas dan mencoba untuk bersikap tenang.
"Bisa-bisanya hari pertama kali kerja kelupaan."
"Iya, ya. Ketrima karena modal kasian aja belagu."
Terdengar suara bisik-bisik dari pegawai lain. Untung saja malam ini pengunjung agak sepi sehingga tidak terlalu memalukan juga dimarahi atasan di depan kafe di hari pertama kalinya bekerja di sini.
"Ya, udah sana buang sampah dulu di luar. Sebagai hukuman kamu harus pulang lebih akhir selama sepekan untuk membersihkan dan memastikan barang-barang yang ada di kafe aman. Besok-besok jangan telat lagi, ngerti?"
"Siap, Bos," kata Vale sambil menunduk kemudian atasannya itu melenggang pergi memasuki mobil dan meninggalkan kafe.
***
Vale menatap ke arah samping bangunan ini, betul saja di sana terlihat sampah yang menggunung. Dengan segera Vale mengibaskan kedua tangan lalu mengangkat plastik sampah berwarna hitam itu ke arah pembuangan sampah yang berada di ujung.
Sambil bersiul, Vale melangkah dengan santai kemudian atensinya beralih saat mendengar suara seseorang yang sedang ketakutan disusul suara teriak dan tawa yang mengejek.
Vale berjalan mengendap. Tidak mungkin, kan itu adalah hantu? Ia semakin waswas, memasang gaya kuda-kuda dengan plastik sampah yang sudah bersiap untuk dipukul--jika itu bukan hantu--kemudian berhasil menemukan titik fokus di balik pembuangan sampah ini--yang ia kira di sanalah keributan itu berada.
Dengan sekali hentakan Vale berjalan ke arah sana. Sebuah pukulan langsung Vale daratkan menggunakan plastik sampah ini, kemudian kelopak matanya terbuka.
"Ngapain kalian?"
"Lo siapa?"
"Kayaknya sih pegawai baru."
"Pegawai baru aja sok-sokan!"
Tak menggubris, Vale melihat Genta yang sudah lemas tak berdaya di tanah. Gadis itu tanpa rasa takut langsung menghampiri. "Gila, gue laporin ke Bos baru tau rasa kalian!"
"Anak baru aja belagu!"
"Genta?" Vale tak menghiraukan perkataan mereka, kini atensi Vale hanya terfokus pada cowok yang pernah membantunya itu—sewaktu dia sedang kecopetan--Genta. Vale hanya ingin membalas budi.
Vale meletakkan plastik sampah itu kemudian melihat ke arah ketiga orang yang ia yakini Genta habis dirundung oleh mereka.
"Kalian habis ngapain Genta?" Vale melirik ke arah pakaian yang digunakan. "Kalian pegawai juga di kafe itu?"
Genta yang sedari tadi merintih kesakitan hanya bisa menarik-narik pakaian Vale dari bawah. "Udah, biarin."
Vale tak menggubris, ia jadi teringat bahwa dulu pernah mengikuti pencak silat sampai sabuk satu hanya karena ingin mengejar seseorang meski tak dapat sehingga Vale mempraktekkan gaya ala silat tersebut kemudian langsung menendang selakangan lawan tanpa aba-aba. Membuat ketiga cowok itu mengaduh kesakitan.
"Stres nih cewek!"
"Cabut aja!"
Salah satu di antara mereka melihat ke arag Genta. "Awas lo! Masalah kita belum selesai."
Kemudian mereka pergi yang sepertinya—kembali ke kafe.
Dengan segera Vale menatap ke arah cowok yang berada di sampingnya. "Lo nggak apa-apa?"
"Makasih."
"Kita impas. Anggap aja sebagai balas budi karena waktu itu lo udah nolongin gue. Ya, meskipun itu ternyata temen lo sendiri, sih!" kata Vale terlihat cuek kemudian langsung pergi meninggalkan Genta yang masih merenung di tempat.
Tak terasa pekerjaan hari ini udah usai. Jam menunjukkan pukul sebelas lebih malam, sedangkan kafe sudah tutup sekitar satu jam yang lalu.
Sebagai hukuman karena terlambat dua jam saat hari pertama kali kerja, sesuai dengan perintah, selama seminggu Vale harus membersihkan tempat ini sebelum pulang.
"Eh kok lo belum pulang?" tanya Vale saat melihat ke ruang pegawai yang menampilkan Genta khas bangun tidurnya.
"Nungguin lo." Kemudian ia bangkit dari tempat duduknya pada sebuah sofa panjang di sana.
"Nungguin gue?" ulang Vale lagi karena sempat tak percaya dengan apa yang baru saja ia dengar.
"Ehm."
"Kenapa?"
"Nggak baik aja cewek pulang malem-malem, sendirian lagi."
Vale mengekor di belakang Genta, kemudian tepat di depan Vale menutup dan mengunci pintunya.
"Dih, sok jagoan. Gini-gini gue yang tadi belain lo sewaktu dirundung sama yang lain. Jangan sok jagoan, gue bukan cewek biasa."
Genta hanya melirik sekilas lalu tersenyum. "Iya, lo itu bukan cewek biasa."
***
Hallo, hari ini aku update 4 bab sekaligus. Sorry karena Minggu kemarin dua hari nggak update, yawww. Tapi sebagai gantinya hari ini double2 update nya tuh 🤩🤩🤩
19 Mei 2022.
Jangan lupa meninggalkan jejak
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro