Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

12. Raksa

Ibarat logam yang berwujud cair pada saat suhu ruangan

.

.

.

Wanita paruh baya itu menoleh. "Kalian udah saling kenal?"

Dengan cepat Vale menjawab, "Em—e ... saya pamit dulu, Bu." Vale tampak panik, ia langsung membawa Kenzo keluar dari rumah itu dengan terburu-buru.

Tak habis pikir. Vale merutuki dirinya sendiri--saat sudah melangkah jauh dari kediaman Genta—bahwa guru Kenzo itu adalah ibu dari cowok tersebut. Entah, mengapa malu rasanya saat menampakkan wajah pada Genta, cowok yang pernah ia bully habis-habisan.

Sontak Vale membulatkan matanya saat sudah sampai di rumah tapi terdapat seorang yang tak dikenal sedang berteriak dan marah-marah tak jelas di halaman rumah.

"Mohon maaf. Bapak, siapa ya?"

Pria yang tampaknya berumur setengah abad itu menoleh, memperlihatkan kumis tebalnya yang menakutkan.

"Aku mencari pemilik rumah ini."

"Dengan saya sendiri. Memangnya ada apa ya, Pak?"

Mendengar hal tersebut, nada bicara pria itu naik beberapa oktaf dan menoleh ke belakang. "Jadi ini kakakmu, Le?"

Vale terlihat bingung, pasalnya di belakang pria itu memang tidak ada siapa-siapa.

"Loh, di mana anak itu!"

Vale mendekat dengan Kenzo yang mengekor di belakangnya yang terlihat sangat ketakutan. "Ada apa ya, Pak?"

"Ini." Pria paruh baya itu menyerahkan sesuatu kepada Vale. "Untung aku tadi sempat menyita kartu pelajarnya."

"Oh, iya. Adit ... ini kartu pelajar punya adik saya. Kenapa bisa ada di, Bapak?"

"Tadi dia ada di sini, di belakangku tapi sekarang dia menghilang."

Mendengar hal itu, kening Vale tampak mengerut. "Ada apa dengan adik saya, Pak?"

"Dia menabrak kandang ayamku sampek hancur."

***

Malam harinya setelah kejadian bapak-bapak yang meminta pertanggungjawaban itu ke rumah, Aditya tak kunjung pulang.

Ini sudah pukul sepuluh malam tapi ponsel Adit masih tidak aktif. Anak itu tidak bisa dihubungi padahal Vale ingin mendengar pernyataan langsung dari adiknya tentang kejadian itu.

Memang tak disangka kejadian itu menjadi buah bibir oleh warga setempat.

Kini Kenzo tampak tertidur pulas di kursi. Vale memang sengaja menunggu kedatangan Adit di ruang tamu saat cewek itu kini seperti setrikaan yang sedang berjalan mondar-mandir, mencoba menghubungi teman-teman lama adiknya. Mengingat Vale tidak mempunyai nomor ponsel teman Adit yang baru.

"Dit lo ke mana, sih!" gerutu Vale kesal saat sudah selesai menelepon di nomor terakhir teman lama Adit yang Vale punya dan jawabannya tetap sama bahwa mereka tidak tahu keberadaan Adit karena sudah lama tidak berhubungan lagi sejak kepindahan Aditya di sekolah barunya.

Untuk pertama kalinya juga pintu rumah yang sudah selarut ini masih terbuka lebar.

Biasanya pintu rumah itu sudah ditutup pukul sembilan malam, mengingat penghuni rumah--yang dikatakan masih di bawah umur dan takut ada orang jahat yang masuk--apalagi di perkampungan ini jam segitu sudah sangat sepi. Itulah pesan yang selalu Wulan katakan kepada anak-anaknya saat wanita tersebut akan pergi merantau.

Vale menyender di bagian pintu yang terbuka lalu menjatuhkan tubuhnya ke bawah. Melingkari kedua kaki yang ditekuk lalu menenggelamkan wajahnya di sana. "Gue harus gimana sekarang?" Terdengar suara isakan yang keluar dari mulut Vale. "Gue gagal jadi kakak yang baik buat adik-adik gue."

Napas Vale tampak tersengal-sengal sambil memukuli kepalanya sendiri. "Mama ... Vale bingung!"

Mendengar Vale mengucapkan kata mama tanpa disengaja, cewek itu langsung menegapkan badannya.

Dengan segera Vale langsung mencari ponsel lalu mencari nama "Mama" yang berada di pencarian kontaknya.

Panggilan tersambung, Vale langsung berkata ke inti pembicaraan tanpa basa-basi terlebih dahulu.

"Ma, Aditya nabrak kandang orang terus pemiliknya minta ganti rugi. Tadi ke rumah marah-marah dan Vale lagi gak ada uang."

"Kenapa-kenapa? Tumben telepon? Untung aja Mama lagi gak ada kerjaan jadi bisa langsung ngangkat telepon kamu. Adit kenapa emangnya, Kak? Salam dulu kek, nanyain kabar Mama gitu."

Wulan terdiam saat tidak ada jawaban dari Vale hingga wanita itu baru menyadari bahwa nada biacara Vale tidak seperti biasanya.

"Kenapa, Kak? Kok nangis?"

"Maaf ya, Ma. Vale gagal jadi kakak yang baik."

"Kenapa bilang gitu, Kak?"

Vale kembali terisak. "Adit belum pulang, Ma. Tadi siang dia nabrak kandang orang sampai rusak parah dan orangnya minta ganti rugi. Vale khawatir sama Adit juga bingung gimana bayar ganti rugi itu sedangkan Mama pasti belum gajian, kan?"

Bukannya marah, Vale malah mendengar suara cekikian dari seberang telepon. "Mama, kok malah ketawa sih? Vale serius."

Kemudian terdengar suara tangis yang tertahan. "Loh. Mama, nangis?"

"Nggak, Sayang. Mama, ikut terharu dan kesal sendiri."

"Maksudnya?"

"Mama terharu karena Vale sekarang udah bisa berpikir kayak tadi dan kesal sendiri saat di masa sulit kalian, Mama gak bisa berada di sisi. Maafin Mama, ya?"

Vale mengusap sisa-sisa air mata yang mengalir di pipinya. "Secepatnya Mama kirim. Sabar dulu ya, Kak. Mama usahakan."

***

Paginya ternyata Vale ketiduran di ruang tamu dan untungnya semalam ia tidak lupa untuk menutup pintu. Ia menoleh dan mendapati Kenzo yang masih tertidur pulas di atas kursi sedangkan dirinya tertidur dalam posisi duduk yang mana kursi sebagai bantalnya.

Ujung bibir Vale terangkat tiba-tiba saja. Hal itu mengingatkan Vale pada sesuatu. Ia ingat betul saat kecil ketika Vale tertidur di ruang tamu pasti bangun-bangun, Vale sudah berada di kamarnya apalagi kalau bukan Hanan—papanya—yang selalu menggendong Vale saat ketiduran di sembarang tempat dan Kenzo tidak akan bisa menikmati masa seperti itu lagi.

Kemudian Vale langsung teringat sesuatu. Ia bangkit dan melihat ke kamar Aditya yang ternyata masih kosong, bertanda bahwa anak itu masih belum kunjung pulang yang pergi entah ke mana. "Lo ke mana sih Dit!"

Hingga pandangan Vale tertuju ke suatu tempat. "Apaan tuh!" Ia mendekat dan mendapati sebuah kertas yang tak lain halnya adalah kertas miliknya yang pernah ia buang beberapa waktu lain dan ternyata itu dipungut oleh Adit, selebaran poster tentang lowongan pekerjaan di kafe. "Aa boleh juga nih daftar. Lumayan kalo dapet, uangnya buat nambah-nambah pemasukan."

Sepulang sekolah sesuai rencana, Vale berniat untuk melamar pekerjaan di kafe tersebut apalagi di poster itu tertulis bahwa sedang mencari pekerja paruh waktu dan itu cocok untuk Vale sekarang yang mengingat ia juga sedang bersekolah.

Setelah mempersiapkan surat lamaran pekerjaan dari rumah kini Vale sudah berada di depan kafe tersebut. Rasanya gugup, panas-dingin semua bercampur aduk menjadi satu. Ia pun memberanikan diri untuk masuk.

"Permisi, apakah lowongan pekerjaan yang ada di poster ini masih tersedia?" tanya Vale sopan kepada karyawan tokoh yang sedang berjaga di tempat kasir.

"Oh iya, Kak. Kebetulan hari ini adalah terakhir pendaftaran."

"Terus ini langsung wawancara atau gimana ya, Kak?"

"Langsung wawancara lalu untuk pengumuman lolos-tidaknya bakalan dihubungi melalui telepon. silakan masuk aja ke ruang itu nanti ada tim yang mewawancari."

"Oalah seperti itu. Baik, Kak. Terima kasih."

"Ya, sama-sama."

Kemudian dengan langkah yang ragu-ragu Vale memasuki ruangan tersebut sesuai instruksi.

***

Jangan lupa meninggalkan jejak

25 April 2022.

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro