16
Terdengar suara 'gedebuk' ketika Sasuke baru saja membuka matanya, perlahan mengumpulkan kesadaran yang terasa berceceran. Sejenak tertegun, dan akhirnya ia berhasil menahan sakit di lutut kanannya. Oh Tuhan! Ternyata suara mengenaskan tadi adalah suara lutut Sasuke yang terjatuh di lantai, menyadarkan ia dari kegiatan rutinnya, tertidur di kantor.
"Aku harap Sakura tidak mengutukmu menjadi penderita penyakit sejenis... Ataxia. Kau terjatuh secara tiba-tiba seperti itu disaat sedang bekerja. Kau kehilangan keseimbanganmu?" Naruto berucap tanpa menolehkan pandangannya sedikitpun, ia masih sibuk menatap layar komputernya tanpa memberikan kesan prihatin sama sekali pada Sasuke yang kini berusaha bangkit dengan wajah meringis yang tertahan.
"Mungkin... aku tidak sengaja tertidur, seperti biasanya." Seperti biasanya, setelah Sasuke kehilangan Sakura beberapa minggu yang lalu, ia mengalami kesulitan tidur di malam hari, alhasil waktu tidurnya diganti ketika ia sedang bekerja.
"Seperti biasanya? Kau mengatakannya seolah kau memang terbiasa melakukannya. Seumur hidupku, aku belum pernah melihatmu tertidur ketika kerja." Naruto kini menatap Sasuke. Sedikit heran. "Kau terjatuh mungkin karena kau tak mengacuhkan telepon Sakura dari tadi. Mungkin saja di seberang sana Sakura sedang mengutukmu."
Sasuke bangkit dengan cepat. "APA?!" Menarik jas lab Naruto, menggagalkan niat Naruto yang hendak mengalihkan kembali pandangannya pada layar komputer.
"Kau tak mengacuhkan telepon dari kekasihmu! Kau tidak mendengar ponselmu sudah bergetar sejak tujuh menit yang lalu, ya?! Dia meneleponmu terus-menerus!" Naruto menjelaskan dengan nada jengkel.
Sasuke merasakan tubuhnya mengejang, kakinya dengan lemas melangkah mundur lalu kembali duduk di kursi kerjanya. "Katakan padaku, sekarang tanggal berapa?!"
"Uchiha Sasuke-sama, tanggal gajian masih sangat lama."
"Katakan!" Sasuke membentak, tentu saja membuat Naruto sedikit berjengit.
"Ada apa denganmu?" desis Naruto, menatap heran ke arah Sasuke yang dari tadi meledak-ledak. Mungkin karena tidak ingin berdebat lebih panjang, dengan cepat tangan kanannya meraih kalender lipat di depannya. "Hari ini tanggal 10 Oktober,"
Sasuke mematung mendengar kata-kata Naruto yang memberitahunya tanggal hari ini. "Ada apa denganmu hari ini, Mr. Genius?" cibir Naruto.
"Apa?" Sasuke masih belum bisa memercayai apa yang di dengarnya barusan.
"Haruskah aku mengulanginya?!" Naruto semakin terlihat kesal.
Sasuke masih bertahan dengan wajah kebingungan dan terheran-heran. Ia mengingat tulisan pada pusara Sakura. Haruno Sakura,-19 Oktober. Itu artinya Sakura meninggal tanggal 19 Oktober, dan saat ini adalah 10 Oktober. Apakah... apakah Sasuke berhasil memundurkan waktu sesuai dengan perintah Hoshi-sama?
"Tampar aku!" perintahnya pada Naruto. meligat Naruto hanya menatapnya dengan kening yang semakin berkerut dalam, Sasuke sedikit membentak, "Tampar aku!" ulangnya.
"Aku akan menamparmu jika kau terus-terusan mengabaikan telepon dari kekasihmu itu! Kau tidak mendengar betapa mengganggunya suara getaran ponselmu yang beradu dengan meja kerja? Aku tahu kau bosan, aku tahu kau sedang-"
Kalimat Naruto terhenti ketika Sasuke tiba-tiba meraih lengan Naruto dan memukulkan pada pelipis kananya sendiri. Sempat terdengar Sasuke memekik kesakitan, lalu setelah itu Sasuke terkekeh sendiri. "Ternyata rasanya sakit." Gumam Sasuke. Sakit? Tentu saja, ia tidak tanggung-tanggung memukulkan lengan Naruto pada pelipisnya sendiri sampai terdengar bunyi mengenaskan yang kencang."
Kau--" Naruto menatap Sasuke dengan kaget dan tentu saja wajahnya telihat khawatir. bagaimana tidak? laki-laki itu memukul dirinya sendiri, setelah merasa sakit ia lalu terkekeh. Mungkin saja ini mampu membuat Naruto merinding karena ia menyangka rekan kerjanya itu... gila.
"Aku baik-baik saja," jawab Sasuke, ia tersenyum, cukup lebar untuk ukuran Sasuke yang memang jarang tersenyu, menggantikan kekehan yang terdengar sebelumnya. Tangan kanannya bergegas meraih ponsel yang kembali bergetar setelag tadi sempat berhenti. Dengan sabar telunjuknya menggeser layar ponsel membuka sambungan telepon.
"Sasuke-kun?"
Sasuke tertegun. Oh Tuhan... suara itu... suara gadis itu... suaranya seperti sebuah kekuatan yang menghantam dan masuk ke dalam tubuhnya, menyusuri ruang-ruang kosong di dalam organ tubuhnya, membuat terisi dengan sesuatu yang selama ini memang ia butuhkan. Suara itu seperti penyembuh yang merambat, menghapus semua luka yang tercipta di sela-sela tubuhnya yang kesakitan. Suara itu seperti penyangga tubuhnya yang mulai rapuh. Suara itu...
"Sasuke-kun? kau bisa mendengar suaraku?"
"Cherry...," Sasuke berusaha membuka mulutnya, berusaha meloloskan suara yang nyaris tertelan kembali oleh perasaan haru yang mencekat tenggorokannya. Berusaha memanggil dengan panggilan kesukaannya.
"Aku mengganggu waktu kerjamu, ya?"
"Sakura...," Ulang Sasuke. Kali ini suaranya terdengar lirih. Matanya terpejam, merasakan kembali dengungan suara Sakura di telinganya. Ia bisa mendengar suara itu lagi, Sasuke bisa mendengar suara Sakura lagi setelah beberapa hari ke belakang ia hampir gila karena kehilangannya.
"Ya, aku masih disini," Sahut Sakura, terdengar nada kebingungan dalam suaranya. "Kau baik-baik saja, kan?" tanyanya.
"Cherry, aku mencintaimu. Demi Tuhan, aku sangat mencintaimu." Sasuke memberanikan diri untuk menyatakan bahwa saat ini, itu adalah kebenaran. Mencintai Sakura adalah sebuah kebenaran yang sempat ia ragukan dulu.
"Sasuke-kun?"
"Kau pulang malam?"
"I-iya. Bagaimana kau bisa tahu?"
"Aku akan menjemputmu." Sasuke memaksakan dirinya untuk tenang, meskipun lehernya masih terasa terckik. "Aku mencintaimu. Sungguh aku mencintaimu."
"Sasuke-kun?" suara Sakura terdengar bergetar di samping teliga Sasuke.
"Sakura!" Sasuke membentak, ia yakin Sakura di seberang sana akan kaget mendengarnya karena ia mampu melihat Naruto yang berada di sampingnya tersentak, lalu mengelus dadanya. "JANGAN MENANGIS! Aku mohon padamu, JANGAN MENANGIS!" bentaknya lagi.
"Sasuke-kun?"
"Aku mohon padamu, Cherry. Demi Tuhan, apapun yang terjadi padamu, jangan menangis!"
"I-iya."
"Nanti malam aku akan menjemputmu. Aku... aku mencintaimu."
Sambungan telepon itu terputus, tangan kanan Sasuke yang masih bergetar menaruh ponselnya di atas meja kerja. Lalu tanpa bisa ditahan, ia terisak dengan sendirinya. Perasaan apa ini? Entahlah, yang ia tahu saat ini ia ingin menangis, meraung, mengerang, mengeluarkan semuanya.
"Sasuke?" Naruto meraih pundak Sasuke yang mulai turun, Sasuke duduk merosot di lantai. Terdengar erangan mengenaskan dan tangisannya yang meraung-raung kencang. "Berhenti, Teme! Sebenarnya ada apa denganmu?" Naruto berbisik dan mengguncang pundak Sasuke, mulai panik dengan tingkah sahabatnya itu, terlebih lagi saat ini para pekerja lain menghentikan aktivitas kerjanya, menyempatkan waktu hanya untuk menengok ke arah suara raungan itu terdengar. "Aku mohon, berhenti bertingkah aneh seperti ini! Kau tidak tahu betapa memalukannya dirimu, ha?!" bisiknya dengan nada penuh ancaman. Menggoyang-goyangkan bahu Sasuke lebih kencang, namun sepertinya Sasuke tak menghiraukan semuanya, ia tetap masih mengerang dan meraung, bahkan saat ini terdengar lebih kencang dari sebelumnya.
*
"Cherry, aku mencintaimu. Demi Tuhan, aku sangat mencintaimu." Sakura mendengar ungkapan itu, ungkapan yang selama hampir setahun kebelakang ini hanya mampu ia impikan untuk didengar kembali. Sakura menggenggam erat ponsel yang masih menempel di telinganya. Tangannya mulai berkeringat-basah, ia tidak mau bertindak bodoh dengan menjatuhkan ponselnya, ia masih ingin mendengar ungkapan itu.
"Sasuke-kun?"
"Kau pulang malam?"
"I-iya. Bagaimana kau bisa tahu?"
"Aku akan menjemputmu," ujar Sasuke. "Aku mencintaimu. Sungguh, aku mencintaimu."
"Sasuke-kun?" suara Sakura terdengar bergetar di samping telinga Sasuke.
"Sakura!" terdengar bentakan Sasuke yang membuat Sakura sedikit menjauhkan ponselnya dari telingannya. "JANGAN MENANGIS! Aku mohon padamu, JANGAN MENANGIS!"
"Sasuke-kun?" pekik Sakura, haru dan bingung melingkupi suaranya.
"Aku mohon padamu, Cherry. Demi Tuhan, apapun yang terjadi padamu jangan menangis!"
"I-iya." Jawabnya bingung.
"Nanti malam aku akan menjemputmu. Aku... aku mencintaimu."
Sambungan telepon terputus. Meninggalkan Sakura yang masih tertegun. Aku mencintaimu, suara Sasuke tadi masih mendengung di dalam telinganya seolah tidak mau keluar. Jika memungkinkan Sakura ingin memutar kalimat itu untuk kedua kalinya, tiga, emoat, bahkan berkali-kali sampai dirinya bosan. Sakura meringsut, menarik mundur tubuhnya untuk duduk di atas kursi.
"Sasuke-kun..." desisnya. Mulai terasa panas bola matanya terselubungi air yang kini bermain-main menggodanya.
Jangan menangis! Aku mohon padamu, jangan menangis! Sakura memegangi dadanya, menarik napas dalam-dalam, lalu mengeluarkan perlahan, menarik napas lagi, mengeluarkannya lagi. Seolah ia adalah gadis yang tengah mengalami kambuhnya penyakit asma akut, Sakura melakukan tindakan bodoh itu berkali-kali untuk mencegah air matanya keluar.
"Sakura?" tiba-tiba suara itu membuat Sakura terperangah. Sakura menengadahkan wajanya, menatap seseorang yang kini sedang berdiri di hadapannya dengan wajah khawatir. "Ada apa denganmu?" tanyanya. Lalu tanpa suara Sakura hanya menggeleng. "Uchiha Sasuke? Apa Uchiha Sasuke yang membuatmu seperti ini?"
Pertanyaan itu hanya mendapat anggukan, tanpa penjelasan. "Temari, aku tidak percaya... semuanya akan kembali seperti ini. Aku... aku sampai ingin menampar pipiku sendiri."Sakura berkata dengan suara putus-putus, kesulitan, seolah napasnya sesak ketika berusaha untuk mengeluarkan suara.
Temari mendesah. "Oh, Sakura... aku ada disini." Temari menarik pundak Sakura ke dalam pelukannya. "Selalu ada aku untukmu," lanjutnya. "Jangan memikirkan Uchiha Sasuke yang kurang ajar itu lagi, uhm?"
Sakura ingin berbicara. Ingin menjelaskan tentang apa yang ia alami, tentang apa yang ia rasakan. Namun jika ia melakukannya, sepenuhnya ia yakin, detik selanjutnya ia akan menemukan dirinya menangis dan meraung kencang. Kembali mengingat peringatan Sasuke tadi, Sakura menahan dirinya. Berusaha untuk tidak melakukan hal yang mampu membuatnya menangis.
*
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro