5 - Apa yang sebenarnya kita sembunyikan
Vina tak pernah merasa sepanik ini setelah melakukan sesuatu. Bahkan ketika ia berselingkuh dengan Fail tanpa sepengetahuan ibunya, Vina tak pernah cemas ataupun panik akan ketahuan karena ada Bagas yang akan melindungi dan membelanya. Masalahnya, situasi sekarang jelaslah berbeda. Vina sendirian dan ia tidak memiliki seseorang yang dapat membelanya.
Nia sudah pergi dari rumah, hatinya merasa lega luar biasa, tapi kemudian ... kelegaannya tak bertahan lama, tetap saja ia memikirkan apa yang akan terjadi dengan dirinya ketika Bagas tahu bahwa Nia sudah pergi.
Sudah tak terhitung berapa kali ia bolak-balik dari kamarnya ke kamar Bagas, niat hati ingin masuk ke dalam, apalah dayanya yang hanya berakhir dengan menatap pintu kamar itu dari luar. Keberaniannya semakin terkikis seiring dengan langkah kakinya yang terus mendekat.
Bagas tidak pernah marah, sehingga Vina tidak tahu bagaimana cara meredakannya ketika pria itu marah, bahkan saat Bagas bersikap tak acuh padanya saja Vina kewalahan dengan rasa sakit hatinya. Ia terbiasa hidup dengan kasih sayang Bagas, dan ketika ia kehilangan itu ... hancur sudah hidupnya, seperti itu.
Pintu kamar Bagas tiba-tiba saja terbuka, sosok yang begitu Vina rindukan muncul di sana sementara Vina tak bisa menyembunyikan keterkejutannya. Matanya masih melebar, bibirnya terbuka agak lama, hendak mengatakan sesuatu tetapi kemudian ia urungkan kembali, Vina menutup kembali bibirnya, ia belum sanggup mengatakan apa yang terjadi kepada Bagas.
"Kamu ngapain di sini?"
Jika saja ia sedang tidak dalam situasi panik, Vina mungkin akan merasa bahagia ketika menyadari bahwa Bagas bertanya lebih dulu kepadanya, tetapi ...sial sekali, perasaan bahagia itu lenyap, malah kegugupan yang melingkupi dirinya sekarang.
"Vina, kamu ngapain di sini?" ulang Bagas sekali lagi.
"Aku—"
Aku ngusir Nia, dan aku nggak peduli kamu mau marah apa nggak. Yang jelas aku rasa, dia nggak pantes tinggal di sini. aku istri kamu, dan kamu nggak perlu mempekerjakan seseorang untuk mengurus kamu, aku bisa melakukan itu!
"Vina? Kalau kamu nggak mau jawab pertanyaan aku, bisa kamu minggir? Aku mau lewat."
"Gas, aku—"
"Nia ..."
Sekarang, ketika mendengar Bagas memanggil dan mencari-cari Nia, kepanikan dalam diri Vina meningkat secara drastis, ia benar-benar tidak tahu harus melakukan apa. Berdiam diri hingga Bagas menyadari Nia pergi? Lalu apa? Vina akan jujur bahwa ia meminta Nia pergi dan berakhir dengan kebencian yang semakin tinggi dari suaminya? Ya Tuhan, itu adalah hal buruk yang sejak tadi dihindarinya, adalah kemungkinan besar yang akan terjadi—yang selalu ditepisnya.
Vina menoleh, Bagas sudah menjauh darinya dengan kursi roda sementara jantungnya berdebar dengan kencang. Ia menelan ludah, memejamkan mata sementara tangannya memegang dada, bibirnya bergumam, seolah meyakinkan diri bahwa ia bisa mengatakan semuanya, dan ketika Bagas semakin menjauh darinya dengan masih menyebut nama Nia, Vina berjalan dengan cepat, menghadang pria itu hingga Bagas mengerutkan keningnya.
"Kenapa?"
"Nia pergi, aku ngusir dia dari sini," ucap Vina seraya memejamkan matanya. Ia menenangkan dirinya kembali, hingga saat ia membuka mata, Bagas menatapnya dengan kerutan di kening.
"Kenapa?"
"Karena aku juga bisa rawat kamu Gas."
Bagas mendengus, "Oh ya? bukan karena kamu terancam sama kehadiran dia?"
Vina menelan ludah, tentu saja ... hal itu yang setiap harinya membuat Vina frustasi.
"Aku istri kamu, dan aku berhak buat jagain kamu Gas."
Sialnya, apa yang ia katakan pada Nia dan Bagas sangatlah bertolak belakang.
"Berhak aja, Vina?"
"Aku istri kamu, sudah sepantasnya aku yang jagain kamu Gas, bukan orang lain."
"Aku mempekerjakan Nia supaya kamu nggak merasa terbebani karena harus urus aku, kamu bisa ngajar lagi di sekolah dan nggak usah pedulikan aku."
Seandainya Bagas tahu, seperti apa pria itu mengorek lukanya saat ini. Hal yang paling menyedihkan di dunia ini adalah ketika seseorang tak pernah ingin kau pedulikan sementara kau tengah mempedulikannya setengah mati, itulah yang Vina rasakan.
Alih-alih menjawab ucapan Bagas, Vina mengalihkan pembicaraannya, "Kamu mau makan apa Gas? Biar aku masakin."
Pria itu menatapnya sekali lagi, begitu dingin seolah-olah tatapannya menghasilkan sebuah bilahan es yang mampu mengoyak kesakitan di hati Vina, "Aku terlalu banyak membela kamu di masa lalu, jadi kamu nggak pernah bisa mengetahui bagaimana cara untuk nggak berkelit dari setiap tuduhan-tuduhan yang terlempar ke kamu Vina. Aku tanya kamu baik-baik, tapi kamu selalu mengalihkan pembicaraan dan nggak pernah jawab pertanyaan aku."
Bagas berbalik, sementara Vina ... rasa takut karena Bagas marah akan dirinya yang membuat Nia pergi terkalahkan oleh rasa takut ketika Bagas meninggalkannya pergi tanpa mendengar penjelasan apapun darinya. Maka, sebelum semua terlambat, Vina berjalan dan berjongkok di depan kursi roda Bagas. Ia kembali menghadang jalan suaminya menuju kamar.
"Kamu bener, aku emang terancam sama Nia," jelasnya. Bibirnya bergetar, tapi ia paksakan untuk tersenyum, tak peduli seperti apa senyuman yang Bagas lihat darinya.
"Aku tahu Gas, aku tahu kalau aku berdosa, sebagai seorang anak, aku durhaka sama mami aku sendiri, dan sebagai seorang istri, aku juga durhaka sama kamu, tapi aku memang pengen menebus semua kesalahan aku, dan gimana caranya aku bisa perbaiki hubungan kita kalau ada Nia di sini? gerak aku terbatas, dan aku selalu merasa kecil setiap lihat kalian."
"..."
"Aku istri kamu, tapi aku bahkan nggak bisa ngelakuin apa-apa buat kamu, semuanya Nia yang kerjain, rasanya sakit banget, Gas."
"..."
"Nia bilang, kamu dulu begitu juga. Pasti sakit, saat-saat dimana aku selalu membawa-bawa Fail dalam hidup kita."
"Kamu udah terlambat."
"Tapi kamu kasih aku kesempatan, Bagas."
Suaminya tersenyum miring, "Aku cuman kasihan aja sama kamu, Vina. Kamu menyedihkan waktu mohon-mohon untuk rujuk sama aku, dan aku pikir ... nggak masalah, aku bisa kasih kamu status, sama seperti sebelumnya."
Setelah mengucapkan kata-kata itu, Bagas pergi tanpa bisa ia cegah, sementara Vina terduduk, air matanya jatuh, setetes demi setetes hingga menjadi gerombolan kesakitan yang berwujud nyata membasahi matanya.
Bagas, mengasihaninya?
****
Di dalam kamarnya, Bagas menatap kosong ke arah jendela. Tangannya terkepal sementara bibirnya tersungging menampilkan sebuah senyuman penuh kepedihan.
Sejak awal Bagas memang mencintai Vina, bahkan hingga detik ini perasaan itu kian membelenggunya. Mengasihani? Jangan gila! Jelas dia berbohong mengatakan semua itu kepada Vina.
Sesungguhnya, ia lah yang merasa Vina mengasihaninya. Bagaimana tidak, Bagas ... seorang pria dengan karirnya yang cemerlang, seorang pria yang selalu terlihat sempurna bagi Vina—walaupun mungkin Vina tak pernah melihatnya, tapi semua tak sama lagi ketika ia harus berakhir di kursi roda karena sebuah kecelakaan.
Vina berubah sejak ia kecelakaan, wanita itu mengaku bahwa ia tidak mau kehilangan Bagas, dan apakah itu benar?
Bagas sendiri tidak tahu, kepercayaan dirinya hilang. Rasa cinta bagi Vina masih ada, sangat jelas terasa, ia bahkan menyesali semua perlakuannya kepada Vina yang terlihat seperti seorang pria pendendam yang hanya bisa mengungkit-ungkit kesalahan istrinya yang ia berikan kesempatan untuk memperbaikinya.
Bagas hanya takut, Vina benar-benar mengasihaninya yang tak berdaya, dan ketakutan utamanya adalah satu ... perasaan yang Vina rasakan sementara, sedang suatu saat ... wanita itu akan kembali menyebut nama Fail dalam hidup mereka dan kembali kepadanya sementara Bagas, ia mungkin benar-benar tidak berdaya saat waktunya tiba.
TBC
Aku bener-bener sibuuuuk ga ketulungan akhir2 ini. aneh, perasaan awal kerja santai aja, kenapa sekarang malah begini wkwkkwkwk
Capek hati seringnya, masyaallah ... masih ngerjain yang satu, udah disuruh ngeprint lah, fotokopi lah, transfer lah, belum urusin pajak, belum lagi bales email, nagih, masyaallah ... harus punya seribu tangan ini mah :(
Rasanya tuh ya, kayak pengen mengadu sama seseorang gitu, tapi gatau sama siapa :( jadinya teh sama kalian aja aku mengadunya AHAHAHAHAHA
AKU MENGADUUUUU ... PADAMU YANG SUDIIIII~
Terus aku lagi suka baca lagi, yes! Akhirnya, setelah sekian lama hiatus baca wattpad dan novel akhirnya aku dapet pencapaian, bisa baca novel tanpa harus gonta ganti karena ga dapet feel wkwkwkwk
Akhirnya atulah aku kambek, tinggal kamunya aja atuh yang kambek ke aku, mau kapan? HAHAHAHAHA
Bingung mau ngomong apa wkwk
Aku sengaja gak nyeritain sisi Bagas dari awal, dan sekarang baru aku ceritain. Hahaha
Sedih juga emang jadi Bagas, ya Allah ... padahal dia baik. Aku masih bingung, kenapa aku seneng banget siksa cowok baik-baik kayak Bagas, Arkan, Reza, dan siapa lagi yang lain yang baik-baik di cerita aku. yang lebih brengsek kayak Dira (ninggalin Dara) dan Reno (Bilang gamau punya anak abis naena) lebih menang banyak wkwkwwkk
MUNGKIN AKU MEMANG PUNYA DENDAM TERSENDIRI SAMA COWOK BAIK-BAIK. HAHAHAHAHAHAHA
Karena cowok baik adalah spesies yang sangat berbahaya. Masih mending cowok ganteng, ngeluopainnya gampang, liat aja yang lebih ganteng. Lah cowok baik ... yang sudah menyentuh hati, boro-boro bisa dilupain. Hahahahaha
Ibarat lagu dangdut aja, 'Kau yang nyalakan ... engkau pula yang padamkan ... DULU HATIKU BEKUUUUUUU... DULU HATIKU BEKUUUUUUU.'
Dia mah enak aja gitu ya menjalani hidup seperti biasa, sementara aku ... mau bersikap biasa-biasa juga tetep aja, semua udah nggak sama, ada bekasnya jelas banget HAHAHAHAHAHA NGOMONG OPO TOH INI WKWKWKWKWK
Oke segini aja, nanti kebablasan wkwkwk
Dah ... aku sayang kalian :*
Bandung, 31 maret 2017
11.22 , ditengah capeknya hati.
Kupukupukecil
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro