Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

4 - Yang Terbaik itu...


 "Dari mana kamu?"

Baru saja Vina menutup pintu rumah, ia sudah dihadang oleh pertanyaan dari suaminya. Rupanya Bagas sudah pulang.

"Oh, kamu udah pulang Gas? Gimana terapinya?"

"Kamu belum jawab pertanyaan aku Vina, dari mana kamu?"

Vina tersenyum, "Kangen sama aku ya Gas, makanya kamu khawatir aku kemana aja, makanya dong Gas, jangan galak-galak sama aku," kekehnya.

Bagas mencibir, "Aku tanya dari mana kamu, kenapa kamu malah jawab begitu? kamu ketemu Fail lagi kan?" sambarnya.

Vina mengerjap, ia hendak mengelak mengenai pertemuannya dengan Fail, tapi tadi tanpa sengaja memang dirinya bertemu Fail kan?

"Jadi bener, kamu ketemu Fail?" tanya Bagas.

Berbohong pun percuma, ekspresi Vina sudah menjelaskan semuanya.

"Aku tadi mau nyusulin kamu Gas, dan aku nggak sengaja—"

"Ketemu Fail?"

Vina menundukkan kepalanya, "Aku sama dia udah nggak ada hubungan apa-apa Gas, aku tadi memang nggak sengaja ketemu dia dan—"

"Dan kalian bertemu berjam-jam lamanya Vina!" bentak pria itu. Vina terperanjat, kaget dengan bentakan Bagas untuknya.

"Aku cuman ketemu dia di Rumah Sakit Gas, waktu aku nyusulin kamu, dan—"

"Dan kenapa kamu nggak ada nyusulin aku?"

Benar sekali, posisinya sedang tersudut, mengelak bagaimana pun tetap saja ia terlihat salah, karena Vina tidak muncul di hadapan Bagas, ia malah pergi mengadu pada mantan kekasih suaminya dan menangis dengan menyedihkan di sana.

"Aku sudah duga, nggak mungkin kamu cinta sama aku, dan nggak mungkin kamu lupain Fail begitu aja!"

Vina menggeleng, "Aku memang cinta sa—"

"Kalau kamu minta rujuk sama aku, kenapa kamu harus nangis di depan pria lain? Lihat penampilan kamu! Kamu pulang dalam keadaan sembap begitu. kenapa? kamu nggak tahan sama aku makanya kamu datangi selingkuhan kamu?"

Vina menggeleng lagi, air matanya yang sempat mengering kini muncul lagi.

"Nggak Gas, aku cuman ketemu Fail sebentar, itupun karena nggak sengaja dan—"

"DAN AKU NGGAK MAU DENGAR APAPUN LAGI!!!"

Setelah itu, Bagas berbalik ... membawa kursi rodanya menuju kamar lalu membanting pintunya hingga menimbulkan bunyi debaman yang begitu keras.


****


Vina masih menangis, terduduk di lantai ruang tamu sementara Bagas tak pernah kembali sejak membanting pintu kamarnya. Nia ada di sana, masih diam menatap Vina, gadis itu menyaksikan pertengkaran mereka dan kebingungan hendak berbuat apa, tapi Vina tersenyum kepadanya.

"Seburuk itu, hubungan saya sama suami saya," ucapnya.

Nia mengerjap, "Ya?"

"Selama merawat Bagas, kamu juga pasti tahu ... sebaik apa dia, dan semua orang juga pasti jatuh cinta sama dia, tapi sayangnya ... saya terlalu buta dengan apa yang sudah saya dapatkan. Padahal, saya hanya harus melepaskan untuk mendapatkan sebuah hadiah besar dari Tuhan, tapi saya nggak melakukan itu."

Nia mengerutkan keningnya sementara Vina mengusap air matanya, "Bagas itu temen masa kecil saya, kita udah sahabatan lama banget, dan dia juga tahu saya pacaran sama Fail, tapi tiba-tiba aja orangtuanya datang ke rumah untuk lamar saya, karena kita udah sahabatan lama ... tentu aja mama saya seneng, beliau bahagia banget waktu tahu kalau saya mau nikah sama Bagas. Kamu pikir aja, lihat orangtua seneng ... siapa yang nggak seneng?"

Nia masih diam, mencoba mendengarkan Vina hingga wanita itu melanjutkan ceritanya.

"Saya putus sama Fail, dan coba untuk nikah sama Bagas, tapi rasanya sakit banget ... hubungan kami terasa aneh, dari sahabatan kenapa jadi hidup bersama? Sementara saya nggak kuat, saya malah keingetan Fail terus, dan yang selalu keluar dari mulut saya waktu sama Bagas itu cuman Fail, kamu pikir aja ... suami mana yang tahan istrinya begitu? dan sekurang ajar apa seorang istri berkata seperti itu, saya orangnya Nia ... saya yang sejak awal nggak tahu diri di sini."

Ingatan mengenai perkataan Bagas yang merelakan dirinya bersama Fail, usapan hangat di kepalanya, lalu senyuman manis di bibirnya membuat Vina menangis lagi, "Bagas bilang dia rela melakukan apa aja asalkan saya nggak tersiksa hidup sama dia, bahkan—bahkan dia sampe memperbolehkan saya berhubungan sama Fail. Kita bertiga sering jalan bareng, saya yang istrinya ... tapi Fail yang meluk-meluk saya di hadapan dia. Kurang durhaka gimana saya sama dia, Nia?"

Vina dapat melihat wajah Nia yang tiba-tiba pucat, bisa saja sebentar lagi wajah pucat itu menatapnya penuh kebencian, sama seperti tatapan dingin Bagas untuknya.

"Dua bulan lalu, Bagas kecelakaan ... sama pacarnya, dan ... dan saya—saya takut banget kalau saya nggak bisa liat dia lagi. Saya takut kalau Bagas nggak pernah bangun lagi. Kalau Bagas nggak ada, saya sama siapa? Yang menenangkan saya waktu saya sedih, yang meluk saya waktu saya dalam masalah, yang menyemangati saya waktu saya jatuh, yang—yang perhatiin saya waktu saya membutuhkan dia—siapa?"

"Memangnya ibu nggak dapet itu dari selingkuhan ibu?"

Vina terdiam, ia sendiri baru menyadarinya sekarang, yang ia jalani dengan Fail jauh berbeda dengan apa yang ia jalani bersama Bagas, "Dipikir lagi ... saya cuman ketemu Fail sebentar, tukeran kabar biasa aja, dan cerita yang bagus-bagusnya, sementara Bagas ... semua hal saya ceritain, entah yang bagus atau yang jelek-jeleknya."

"Senang sekali jadi ibu, bahagia punya dua pria?"

"Pada akhirnya saya nggak dapet apa-apa Nia, Sahabat saya ternyata suka sama Fail, sekarang mungkin mereka bisa dekat, dan suami saya ... saya memang berhasil minta rujuk sama Bagas, tapi dia nggak sama lagi."

"Dan apa yang akan ibu lakukan?"

Sekarang Vina kembali menangis lagi, ia menatap Nia penuh permohonan, "Saya tahu ... saya nggak berhak untuk melakukan apa-apa, tapi ... boleh saya jujur sama kamu?"

Nia menganggukkan kepalanya, "Silakan."

"Saya nggak suka dengan kehadiran kamu di rumah ini Nia."

Ingatan mengenai kedekatan Nia bersama Bagas, mengenai kekalahannya, mengenai diamnya ia sepanjang waktu membuat Vina menangis lagi. sungguh, rasanya sakit sekali .. harus menyaksikan perannya tergantikan oleh orang lain yang sama sekali tak berhak melakukannya.

"Saya iri sama kamu, kamu dapet senyuman Bagas, kamu bisa nyiapin makanan buat dia, bantuan kamu dia terima, dan bahkan kalian semakin dekat. Saya pengen memperbaiki hubungan saya sama dia, tapi kalau begini aja ... buat apa saya minta rujuk sama dia? Di sini aja, saya cuman diem, karena saya selalu kalah sama kamu. Saya heran, saya kan istrinya ... dan kamu ... kenapa kamu bisa seenaknya begitu Nia, kamu seolah-olah rebut Bagas dari saya, kamu—"

"Mungkin pak Bagas merasakan apa yang ibu bilang barusan juga, kenapa Fail—selingkuhan ibu, harus menggantikan peran dia sebagai suami ibu dalam hidup kalian."

AHAHA benar sekali, Nia seolah menyadarkan Vina betapa tidak tahu dirinya ia hidup di dunia ini.

"Kenapa ibu nggak bilang sejak awal?" tanya Nia.

Vina menatapnya kebingungan, "Pak Bagas itu suami ibu, sudah seharusnya ibu yang mengurus dia, bukan saya. Saya sendiri heran, kenapa ibu diem aja waktu saya urus semua hal tentang pak Bagas."

"Ka—kamu kan Bagas pekerjakan, jadi sa—"

"Saya memang dipekerjakan oleh pak Bagas, tapi setiap pekerjaan punya batasan, harusnya ibu tahu itu, lagi pula ibu berhak melarang saya melakukan ini itu, karena nyonya rumah ini kan ibu, bukan saya."

Lagi-lagi, Vina seperti tersadarkan oleh ucapan Nia, "Saya cuman mau yang terbaik aja buat Bagas, Nia."

"Dan bukan begitu caranya Bu. Yang terbaik itu adalah ... usaha apa yang kita lakukan untuk membuat semuanya menjadi terbaik. Usaha dari diri kita sendiri, bukan usaha untuk menahan diri dan menyaksikan orang lain yang membuatnya menjadi terbaik."

Vina tertawa, merasa malu karena ucapan Nia.

"Kalau ibu sudah bilang begini, saya bisa apa lagi? tentu saja saya harus pergi."

"Ma—maksud kamu?"

"Tugas saya sudah selesai."

"Ya?"

Nia tersenyum, "Kesalahan ibu memang fatal banget, tapi Allah aja maha pemaaf ... Allah aja masih menyambut hambanya yang penuh dosa saat hambanya datang kepadaNya, kenapa manusia nggak begitu? Pak Bagas mungkin saja memaafkan ibu, hanya saja dia masih ingin memastikan apakah ibu benar-benar berusaha meraih maafnya, atau hanya mempermainkan maafnya."

"Saya cinta sama dia, mempermainkan gimana?"

"Jangan katakan pada saya, tapi buktikan sama pak Bagas," ucapnya.

Nia bangkit dari duduknya, "Saya harus beres-beres sekarang kayaknya bu, hehe. Sebelum diusir, mending saya tahu diri sendiri."

Gadis itu berjalan meninggalkannya, sementara Vina masih diam di tempat. Tangisnya sudah berhenti, ia mengerjapkan mata untuk memikirkan apa yang sudah Nia katakan kepadanya.

Lama ia terdiam, hingga Nia muncul dengan tas besarnya, tersenyum, berpamitan kepadanya kemudian gadis itu pergi, dan Vina kebingungan ... Nia benar-benar pergi dari rumahnya, semudah itu juga gadis itu pergi. serius?  dan ... apa yang akan dilakukannya ketika Bagas tahu perawatnya pergi karena Vina?

Pria itu mungkin akan semakin membencinya, karena sudah mengusir Nia dari rumah ini.

Ya Tuhan, apakah hubungan mereka akan menjadi semakin buruk lagi?



TBC



Bandung hujan ya ... pas banget dipake ngetik ini wkwkwkwk

Maapin baru update, dua hari kemarin aku sibuk urusin pajaak, nah kemarin malah seharian listriknya mati di kantor, batre laptop abis, hp juga, jadi nggak bisa ngetik apa apa huhu

Jadi hari ini deh ngetiknya.

PELAKOR itu apa sih, nih artinya ... Perebut Laki Orang wkwkwkwk

CIEEE APA YANG TERJADI SELANJUTNYA. APAKAH BAGAS MARAH BESAR SAMPE BIKIN VINA KECEBUR KOLAM RENANG? Wkwkwkwwkk

Segitu dulu aja kali ya, daaah ...

Aku sayang kalian :*


Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro