Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

1 - Sakit itu, Aku

 Bagas mengalami kecelakaan yang cukup parah, kakinya belum bisa ia gerakan sehingga ia harus menjalani banyak terapi agar bisa sembuh seperti semula. Satu minggu setelah pemakaman mertuanya, Bagas sudah bisa keluar dari Rumah Sakit. Orangtuanya bersikeras untuk membawanya terapi di luar negeri, tapi Vina bersikukuh ingin merawatnya dan memohon kepada kedua orangtuanya untuk membiarkan Vina yang mengurus Bagas—bagaimana pun juga orangtuanya belum mengetahui perceraian mereka yang kini batal karena akhirnya mereka telah rujuk—hal yang begitu disyukuri oleh Vina, karena Bagas memberikannya kesempatan. Well, selalu ada kesempatan bagi orang-orang yang ingin berubah menjadi lebih baik dari sebelumnya.

Vina sudah selesai membawa seluruh pakaian Bagas ke dalam mobilnya. Ia masuk ke dalam ruangan suaminya dan tersenyum, "Ayo Gas, kita pulang," ucapnya.

Bagas diam, pria itu berubah menjadi begitu dingin, setelah menyetujui rujuk mereka, Bagas tak pernah berbicara banyak lagi dengannya, dan Vina hanya bisa tersenyum, tidak apa-apa ... ia memang bersalah, dan pantas diperlakukan seperti ini.

Vina mendekat pada Bagas, hendak meraih kursi rodanya tetapi Bagas menjauh darinya, ia bisa menggerakkan kursi rodanya sendiri, tidak perlu bantuan dari Vina.

"Tangan aku bisa gerak, nggak usah didorong," ucapnya.

Vina diam. Ia memilih untuk mengikuti Bagas di belakangnya.

"Gas, jadwal terapi kamu mulai empat hari lagi. Kebetulan aku nggak akan ke TK lagi, aku di rumah aja biar bisa nemenin kamu nanti."

"Nggak usah. Aku sudah menyewa perawat, dia yang merawat aku di rumah, dan dia yang akan mengantar aku terapi."

Sesuatu menyerang ulu hati Vina dengan dahsyat hingga senyumannya memudar.

"Aku bisa kok Gas rawat kamu."

Bagas berhenti, ia menoleh, "Merawat diri kamu sendiri saja kamu nggak bisa, Vina. Bagaimana merawat aku? sebelum kamu mau merawat orang lain, pastikan kalau kamu merawat diri kamu sendiri. Coba berkaca, betapa kacaunya kamu sekarang."

Setelah mengucapkannya, Bagas menggerakkan kembali rodanya dan meninggalkan Vina seorang diri di belakang sementara wanita itu meneteskan air matanya. Ia mengusap air matanya dengan kasar kemudian berjalan mengejar Bagas.


****


Di dalam mobil, keheningan benar-benar mendominasi. Vina menjadi serba salah, ia tidak tahu harus melakukan apa, dan membicarakan apa sementara Bagas memejamkan matanya dan mengisyaratkan bahwa ia tak mau berbicara dengan Vina hingga akhirnya Vina memilih untuk menyetir dalam diam saja.

Tetapi dirinya mulai merasa lapar. Sial, setelah sekian lama melupakan jam makannya karena penyesalan dan duka yang ia rasakan, Vina malah merasa lapar di waktu yang tak seharusnya.

Ia menoleh dengan takut pada suaminya, Bagas tidak tertidur, hanya memejamkan mata, dan mata itu terbuka, Vina kedapatan menatapnya dan ia tak bisa berpaling sehingga wanita itu memilih untuk tersenyum, "Makan dulu yuk Gas, di Rumah Sakit kan tadi kamu belum makan."

"Nggak usah, kita pulang aja," sahut Bagas.

Vina hendak mengatakan bahwa dirinya lapar, tapi mendengar jawaban Bagas, Vina memilih untuk melupakan rasa laparnya dan mengendarai kembali mobilnya menuju rumah mereka.

Tadi pagi, Vina sudah membereskan rumahnya, ia mengganti seprai kamar mereka, membersihkannya, menyemprotkan pewangi ruangan agar Bagas merasa nyaman tidur di sana. Gila memang, bahkan sebelumnya Vina tidak pernah peduli itu, pembantunya yang melakukannya, bahkan menyiapkan kopi untuk Bagas di pagi hari juga bukan ia yang melakukannya, melainkan ibunya.

Hari ini, Vina benar-benar ingin menebus semua kesalahannya dan menggunakan kesempatannya baik-baik. Ia sudah berpisah dengan kekasihnya dan ia sudah bertekad untuk memperbaiki semuanya dengan Bagas.

"Bi Ira aku berhentiin Gas, kita kan berdua aja di rumah ini, jadi biar aku aja yang urus rumah dan urus kamu. Kasian juga Bi Ira, nggak ada kerjaan nanti," ucapnya begitu membantu Bagas keluar dari mobil untuk duduk di kursi rodanya.

"Nggak usah urus aku, sudah aku bilang, aku menyewa perawat, dan nanti sore dia sampai."

Vina membungkam mulutnya. Ia menutup pintu mobil lebih dulu dan ketika berbalik, Bagas sudah masuk ke dalam rumahnya, lagi-lagi meninggalkannya.

Baru sampai di rumah saja, Bagas sudah seperti itu kepadanya. Apa yang terjadi nanti? Apa Vina sanggup melaluinya?


***


Vina masuk ke dalam kamar, dan ia tak mendapati Bagas di sana sehingga Vina mencarinya ke kamar tamu dan pria itu sedang berada di sana.

"Gas, ngapain kamu di situ?"

"Aku tidur di sini."

"Loh, kok di sini? di kamar kita aja, Gas."

"Sejak awal, itu kamar kamu Vin, bukan kamar kita."

Vina menelan ludahnya, "Tapi biasanya kita kan memang tidur di sana Gas."

Bagas mendengus, "Kamu nggak pernah tahu betapa tersiksanya aku tidur di sana, Vina. Ada kamu di samping aku, tapi aku nggak bisa sekedar memeluk kamu, padahal aku capek ... pulang kerja, dan padahal aku pikir memeluk kamu akan menghilangkan lelah aku, tapi aku nggak bisa, karena kamu nggak akan membiarkannya, dan karena satu hal, kamu bukan milik aku, sekalipun kamu istri aku."

Serangan itu kembali terasa, linu sekali rasanya. Vina tercekat, ia mencoba untuk tersenyum meskipun terlihat begitu terpaksa, "Sekarang kamu bisa peluk aku kok Gas, kita kan memang suami istri. Tidur di kamar kita aja ya? aku udah beresin kamar kita biar kamu nyaman di sana dan—"

"Keluar."

Y-ya? apa katanya?

"A—apa Gas?"

"Aku mau istirahat, dan aku mau kamu keluar."

Pria itu memalingkan wajahnya, seolah muak untuk melihat Vina barang sekejap saja sementara Vina—matanya berkaca-kaca, ia mencoba menahan air matanya, tetapi sulit sekali rasanya.

"Vina, aku mau istirahat," jelas Bagas lagi.

Baik, cukup untuk hari ini. Vina tidak mau Bagas semakin kesal padanya dan memperburuk semuanya.

"Selamat istirahat, Gas."

Dengan langkah berat, Vina meninggalkan kamar itu, masuk ke dalam kamarnya, dan menangis sejadi-jadinya. Penyiksaannya baru dimulai, pembalasan atas apa yang dilakukannya baru awal, tetapi kenapa rasanya sudah semenyiksa ini?


****


Bagas benar-benar menyewa perawat untuk mengurus dirinya. Sebelum makan malam, perawat itu datang, seorang wanita cantik bernama Nia yang memakai seragam perawat memasuki rumahnya dan membuat Vina begitu ketakutan.

Kenapa harus wanita secantik ini yang akan merawat Bagas? Apa Bagas benar-benar membencinya hingga dia tak membiarkan Vina merawatnya?

"Kamu pulang atau menginap?" tanya Vina.

Nia tersenyum, "Saya sudah diberitahu kalau saya harus menginap bu."

Ah, menginap. Wanita ini akan tidur di kamar tamu, bersebelahan dengan kamar yang Bagas tempati sementara Vina tidur di ruangan yang sangat jauh dari mereka.

"Oh, kamu sudah datang?"

Suara Bagas terdengar, pria itu datang dengan kursi rodanya, ia tersenyum dan mengulurkan tangannya pada Nia, "Saya Bagas," ucapnya memperkenalkan diri.

Senyumnya, nada suaranya, benar-benar berbeda dengan caranya melakukan hal itu kepada Vina akhir-akhir ini.

Vina mencoba untuk tersenyum, "Kita makan dulu aja ya, saya udah masak," tawarnya pada Nia, dan pada Bagas.

"Tapi menu makanan pak Bagas sudah ditentukan bu, dan saya yang akan memasaknya. Saya sudah diberikan arahan oleh ahli gizi."

Apa katanya? Setelah tak mau tidur bersamanya, sekarang Bagas tak mau memakan masakannya?

Vina tersenyum lagi, "Tapi kan kamu baru sampai, dan saya rasa suami saya juga sudah lapar."

"Nggak apa-apa, kamu bisa masak sekarang. Saya akan memakan masakan kamu, dokter bilang memang untuk penyembuhan setelah operasi, makanan saya harus benar-benar dijaga."

Seolah-olah makanan yang dimasak Vina akan membahayakan kondisinya.

Akhirnya Vina menyerah, ia menunjukkan dapurnya pada Nia, dan kembali untuk bertanya kepada Bagas.

"Emang kamu belum lapar, Gas?" tanyanya.

Bagas menatapnya dingin, "Dulu ... aku lapar atau nggak, kamu nggak pernah peduli Vin. Kenapa sekarang harus peduli?"

Semua yang dikatakan Bagas kepadanya akhir-akhir ini adalah penghakiman pria itu kepadanya dan Vina merasa tersiksa, apa yang sedang Bagas lakukan padanya? balas dendam?

Ah, sepertinya Vina lupa. Ia sendiri yang mengatakan bahwa ia rela Bagas melakukan apapun kepadanya asal mereka tidak berpisah, dan sekarang ... semua itu baru dimulai.

"Kamu nggak membiarkan aku membantu kamu dorong kursi roda, kamu juga nggak membiarkan aku merawat kamu padahal aku udah berhenti dari kerjaan aku, kamu nggak mau tidur sama aku, dan sekarang kamu nggak mau makan masakan aku. Segitu bencinya Gas kamu sama aku? rasanya sakit banget."

Bagas tersenyum, "Sakit itu, aku Vina ... yang selalu berjuang untuk kamu, tapi nggak pernah kamu lihat sama sekali."

Pria itu berbalik, membawa kursi rodanya menuju dapur, sementara Vina terdiam dan menangis di tempatnya. Ia meringis, menatap makanan yang pada akhirnya sia-sia ia buat, padahal Vina sudah melalui banyak sekali perjuangan dalam membuatnya.

Vina tidak bisa memasak, ia mulai belajar memasak seminggu yang lalu, tangannya terkena minyak panas, panci panas, dan ia tidak mempedulikannya karena ia ingin memasakkan sesuatu untuk suaminya.

"Vin, masakin aku sesuatu dong. Apa kek gitu, telor ceplok juga aku makan."

"Apa sih Gas, kan bi Ira udah masak. Masakan dia lebih enak, kamu makan aja masakan dia."

"Beda kali Vin, kalau kamu yang masak."

"Beda gimana sih Gas? Udah ya, aku mau pergi dulu, Fail udah nunggu. "

"Yah, jadi nggak akan masakin aku?"

"Aduh Bagas, nggak usah manja. Kan bi Ira udah masak, kamu makan masakan dia aja ya."

"Yah, kok gitu sih Vin. Emang kamu nggak mau masakin buat aku? Nggak takut nyesel gitu nanti? Kalau suatu saat kamu pengen banget masakin aku sementara aku nggak bisa makan masakan kamu."

Hari itu, Vina tidak menjawab apa-apa. ia berlalu pergi karena kekasihnya yang sudah menunggu di dekat rumahnya, dan hari ini. Vina menangisinya, dahulu ... Bagas begitu menginginkan masakannya, dan sekarang ... semua benar-benar telah berubah.



TBC



oke, setelah prolog, sampai juga kita di part 1 :D 

aku sengaja gak ceritain proses rujuknya mereka yah karena lama lagi nanti, memang plot yang aku bikinnya begini :D wkwkwkwk 

CIE JUDULNYA. SAKIT ITU AKU ... UHUY.

IYA, SAKIT ITU AKU ... YANG SUDAH BERHARAP PADAMU TAPI TAK KAMU PEDULIKAN WKWKWKWKWKWK

Memang yah sepahit-pahitnya berharap adalah pada manusia.

Mungkin aku suka php in kalian soal update an kali ya makanya aku juga di PHP IN. *keprok barudaak

Oke segini aja, karena memang ini udah bersarang di laptop aku wkwkwkwk

Dah ...

Besok temu lagi. insya Allah apdetnya setiap hari.

Aku sayang kalian :* 

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro