Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

[27] Kau Menyukainya?

Raquela menarik napas dalam-dalam, memandang pintu besar setinggi tiga meter yang terbuat dari baja di hadapannya. Ketika pintu itu dibuka oleh prajurit yang berjaga di depan, Raquela mengikuti langkah ke-sepuluh chef Chovea yang bertugas bersamanya kali ini. Mengantarkan kudapan seperti roti dan buah-buahan, juga minuman segar yang akan dinikmati para pasukan saat waktu istirahat tiba.

Sebuah ruangan luas berukuran serupa aula di Brawnlyn Castle, istana Sceybia, tampak dalam pandangan Raquela. Ratusan anggota Sceybia Les Forcen memenuhi lapangan di tengah-tengah ruang, sibuk saling menyerang dan menangkis partner lawan latihan masing-masing.

Raquela memfokuskan pandang. Ia berjalan hati-hati sambil membawa satu nampan besar berisi air dan roti-roti berbahan gandum dengan kedua tangannya. Gadis itu berusaha keras mengatur konsentrasi untuk bisa menjaga langkah agar tidak terpeleset atau terjatuh tanpa sadar.

Sebelum ke sini, ia sudah diingatkan oleh Serena agar berhati-hati saat berjalan membawa nampan. Kadang, ada anggota pasukan yang suka berlatih senjata hingga melewati pembatas area latihan. Bahkan dua hari lalu, ada chef yang bertugas tidak sengaja tertubruk oleh seorang pasukan. Untungnya chef itu hanya jatuh, tidak sampai cedera karena terkena pedang atau senjata lainnya.

"AKH!" Raquela tidak sempat menghindar ketika sesuatu dari belakang mendorong tubuhnya cukup keras hingga ia terjungkal ke lantai. Nyaring suara piring-piring dan gelas kaca yang berjatuhan mengagetkan semua orang.

Raquela tidak menyadari pandangan seluruh manusia di ruangan tertuju panik ke arahnya. Tidak cukup jatuh yang ia alami, sebuah pedang berujung runcing menggores lengan kanannya hingga seragam putih yang ia kenakan robek. Tarikan napas kaget beberapa orang di dekatnya terdengar.

Raquela tak kalah terkejut dengan kejadian sepersekian detik barusan. Ia meringis perih saat merasakan denyut nyeri di lengan. Tusukan pedang itu memang tidak terlalu dalam, tapi cukup mengucurkan darah yang kini menetes membasahi lantai.

"Aish!" Decakan seorang pria yang tiba-tiba berdiri di sebelah Raquela membuat gadis itu menengadah.

"Kenapa kau tidak berhat-"

"Sudah berapa kali kuingatkan jaga langkah kalian?!" Seruan lantang dari arah belakang pria itu menggema memenuhi ruangan, memotong ucapan pria tersebut pada Raquela.

Semua pandangan beralih pada si pemilik suara, termasuk Raquela yang berusaha keras menahan pedihnya luka di bagian lengan. Fokusnya teralih sejenak saat seorang chef mendatanginya, memapah Raquela untuk berdiri dengan hati-hati. Sementara dua chef yang lain bergegas mengangkat pecahan kaca yang berserakan di lantai.

"Sudah kuperingatkan jangan sampai melewati garis batas latihan!" Hardikan itu menghenyakkan Raquela saat sadar siapa sosok yang kini berjalan cepat menuju ke arahnya.

Calvino.

Dan tepat di belakang Calvino, Nacio berdiri. Untuk sedetik, Raquela terpaku pada tatapan kaget bersarat cemas dari Nacio. Tapi, secepat kilat tatapan itu berganti raut datar yang mengerikan.

Raquela menggigit bibir kuat-kuat dan menunduk. Tak hanya di lengan, perih yang lain mendadak menerjang hati. Bahkan ketika Raquela telah mengulang waktu, pandangan yang sama kembali ia dapatkan dari orang yang pernah sangat dirinya cinta.

"Maaf, Jenderal! Tapi gadis ini duluan yang menyenggol saya." Perkataan pria yang tadi menubruk Raquela menyentak gadis itu. Raquela tidak terima. Ia sudah berhati-hati berjalan sesuai jalur. Tapi, apa daya. Raquela tidak punya keberanian untuk menyuarakan pembelaan diri. Setidaknya saat ini, saat semua perhatian tertuju padanya yang baru saja menimbulkan kehebohan.

"Tampaknya kau sangat berminat untuk dihukum, Felix."

Tersadar kegentingan seperti apa yang telah benar-benar tercipta berkat dirinya, Raquela kalang kabut kala semua orang terhenyak ketika Calvino mencengkeram leher bawahan di hadapannya.

Raquela ingin bicara sesuatu untuk menghentikan Calvino, tapi sebelum suaranya berhasil keluar, pemimpin Les Titans itu lebih dulu melepaskan cengkaman tangannya dan mendorong kuat bahu Felix hingga ia mundur beberapa langkah dengan napas tersengal.

"Datang ke ruanganku setelah latihan." desis Calvino, memberi tatapan menikam pada Felix yang kelihatan syok sebelum beralih memapah Raquela.

"Ayo ke ruang pengobatan, Raa.." ajak Calvino, berbisik di telinga sang teman. Raquela sudah bersiap membuka mulut ingin menolak, tapi Calvino lebih cepat menyelipkan satu tangan di bawah lutut Raquela dan tangan yang lain melingkari pinggang gadis itu. Calvino mengangkat tubuh Raquela yang hanya mampu mengerjap-ngerjap  bingung.

Kejutan apa lagi iniii? Raquela malu sekali karena pandangan semua orang tampak seolah menghakiminya!

Uggh!

*

"Bagaimana keadaannya?"

Nacio menajamkan pandangan, punggungnya masih bersandar pada dinding kastil dengan tangan yang bersedekap di dada.

Aneh.

Hanya satu kata itu yang terbersit di kepala Nacio ketika melihat gerakan Calvino yang terlampau cepat menemui Dokter Elisa, asisten dokter utama kerajaan yang memimpin tim medis dalam Camp Blaze tahun ini. Perempuan tiga puluh tahunan itu baru saja menutup pintu ruang perawatan.

Sejak di ruang latihan setengah jam yang lalu, kakak tirinya itu sudah kentara cemas dan sangat mengkhawatirkan Raquela. Tidak pernah Nacio melihat Calvino segegabah tadi. Bahkan sampai mencekik leher salah seorang bawahannya di Les Titans.

"Syukurlah sayatannya tidak terlalu dalam." Elisa menjawab setelah menghela napas sejenak, memancing Nacio untuk fokus mendengarkan penjelasannya juga. Sejujurnya, Nacio pun cukup cemas.

"Darahnya sudah dihentikan, lukanya juga sudah dijahit dan diperban. Tinggal menunggu sekitar tujuh hari dulu untuk membuka perban. Setelah ini, saya sarankan sebaiknya Nona Raquela beristirahat. Minimal tiga hari ia tidak melakukan aktivitas berat yang sering menggunakan tangan."

Tepat setelah Elisa menjelaskan, Laura yang tadi ikut membantu Elisa menangani Raquela keluar dari dalam ruang perawatan. Sedikit terkejut mendapati Nacio dan Calvino masih menunggu di luar.

Terutama Nacio. Laura pikir, bukankah seharusnya pria itu cukup mengirimkan Hector saja untuk melihat kondisi Raquela?

Menekan sedikit rasa tidak senang yang menyergap, Laura menoleh pada Elisa. "Saya sudah meletakkan pereda nyerinya di atas meja, dok."

Elisa menanggapi dengan anggukan dan ucapan terima kasih. Setelah meminta izin untuk mengistirahatkan Raquela selama beberapa hari pada Nacio yang merupakan pemberi keputusan mutlak dalam kegiatan kali ini, Elisa berpamitan untuk kembali ke ruang kerjanya setelah mendapat persetujuan.

"Terima kasih, Laura." ucapan Calvino mengalihkan tatapan laura yang sejenak tertuju pada Nacio. Gadis itu menyunggingkan seulas senyum.

"Tidak perlu berterima kasih, Pangeran Calvino. Raquela sahabat saya. Saya pasti akan mengobatinya dengan cara terbaik yang saya bisa."

Tidak lebih dari semenit, Laura pun menyusul Elisa setelah berpamitan pada kedua pangeran Sceybia di hadapannya.

"Kau menyukainya?"

Satu tangan Calvino tertahan di atas gagang pintu yang baru saja hendak ia buka. Pertanyaan Nacio barusan membuat tubuhnya mematung.

Saat berhasil menguasai diri, Calvino berbalik badan dan menatap tajam Nacio. Tidak mengerti maksud kalimat barusan.

Adiknya itu tidak bergerak sedikit pun dari posisi semula. Mungkin tidak berminat menjenguk Raquela seperti apa yang ingin Calvino lakukan sekarang.

"Maksudku.. Raquela." Nacio berjalan mendekat. Bibirnya menyunggingkan senyum sinis. Lanjutan kalimatnya barusan membuat jantung Calvino seolah tersengat.

"Jangan berani menyentuhnya seujung kuku pun."

Sudut kanan bibir Nacio kembali naik.

Tegas. Penuh peringatan. Calvino selalu bereaksi demikian ketika ia merasa terancam. Nacio sudah hapal sekali reaksi tersebut.

Apa pelayan itu.. benar-benar sesuatu yang bisa memunculkan ketakutan dalan diri kakaknya? Entahlah. Yang jelas, hubungan Calvino dan Raquela sungguh memantik rasa penasarannya.

"Aku bukan orang lemah yang menyakiti fisik perempuan. Kukira, sebagai kakak kau paling tahu tentangku."

Sindiran dari Nacio yang kini telah berdiri semeter di hadapannya, mengukir senyum sinis Calvino.

"Baguslah. Sebaiknya kau bisa memegang kata-katamu, karena jika tidak.." Tatapan membunuh Calvino berbanding terbalik dengan suara datarnya yang mengandung ketegasan.

".. seharusnya ayah berpikir dua kali untuk mengangkatmu sebagai pemimpin Sceybia Les Forcen, Nacio.. adikku yang sempurna dan selalu dicintai banyak orang hanya karena anak seorang ratu."

Nacio mengepalkan kedua tangan di sisi tubuh. Ingin sekali menghancurkan apa saja sekarang saat Calvino mengabaikannya dengan bergegas masuk ke ruang perawatan.

Calvino benar-benar membuat murkanya menyeruak dalam sekejap!

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro