Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

[26] Tidak Mungkin Menyukai

"Baiklah, kalau begitu.. Paman balik sekarang." Sesegera Matheo mengalihkan tatapannya ke arah lain, Nacio baru bisa menghela napasnya yang sempat tertahan. Entah mengapa, yang jelas pertanyaan Matheo barusan sangat mengejutkannya. Jangankan bisa merespon cepat, diksi kata dalam benak Nacio saja mendadak lenyap tanpa bekas.

Kini, Matheo terlihat berbicara dengan supir mobil yang Nacio perintahkan untuk membawa pamannya ke dermaga. Mengantarkan lelaki itu pulang ke Mosca menggunakan kapal laut milik Les Saint-Angkatan Laut Sceybia.

Matheo memandang keponakannya lagi. Wajahnya terlihat biasa, seolah apa yang ia tanyakan sebelumnya hanyalah sebuah candaan. "Akan kusampaikan pada ayahmu bahwa kau menjalankan tugas sebagai Panglima Sceybia Les Forcen dengan baik, Nacio."

"Terima kasih, Paman."

"Tidak perlu berterima kasih, Nak." Matheo tertawa singkat, menepuk bahu kanan sang keponakan dan kembali memberinya sebuah tatahapan hangat. "Semua ini berkat kerja kerasmu sendiri. Karenanya aku selalu yakin, kaulah yang akan menjadi pemimpin Sceybia berikutnya."

"Tetap saja aku ingin berterima kasih, karena paman sudah jauh-jauh ke mari untuk memberitahuku dan Calvino mengenai waktu kompetisi itu." jawab Nacio sembari tersenyum.

Matheo mengangguk. "Persiapkan dirimu semaksimal mungkin. Kau punya waktu empat bulan dari sekarang." titahnya yang langsung ditanggapi dengan anggukan cepat Nacio.

"Tenanglah. Aku akan selalu berada di pihakmu." ujar Matheo, memberi semangat untuk sekian kalinya, sebelum mengalihkan pandangan pada Calvino yang sedang tertawa bersama Raquela. Masih berjalan bersisian di tepi pantai.

"Calvino memang tangkas, pemberani, dan pemimpin hebat di angkatannya. Tapi dia tidak sempurna untuk menjadi seorang raja, Nacio. Sebagian darahnya mengalir darah selir, tidak lebih kuat darimu yang merupakan anak seorang ratu."

Nacio menghela napas samar. Itu adalah kalimat yang kerap ia dengar dari sebahagian besar orang yang mendukungnya selama ini. Seolah kenyataan bahwa dirinya merupakan anak sah Raja Lucian dengan istri pertamanya yang berstatus ratu.. adalah alasan utama mengapa Nacio dipercaya untuk menjadi penerus kerajaan. Sesuatu yang sebenarnya membuat Nacio kecewa, tapi ia tak pernah mengutarakannya pada siapa pun. Bahkan pada Tamara, ibunya sendiri yang paling ia jaga perasaannya.

Nacio hanya ingin.. kemampuan miliknyalah yang menjadi alasan mengapa ia dipilih.

"Meski aku masih saja heran dengan Julian." Helaan napas Matheo yang terdengar membuat Nacio mengalihkan pandang pada sang paman lagi.

"Kenapa dia tetap mengharuskan kompetisi untuk menetapkan penggantinya? Padahal aku tau jelas, Nacio.. dia sangat mencintai Ibumu. Seharusnya dia membuat Tamara bahagia dengan menjadikan kau pewaris tahta sesungguhnya."

"Jika ayah menaikkanku sebelah pihak, rakyat tidak akan menyetujui hal itu. Ia akan dianggap tidak adil. Calvino juga punya wewenang dan kekuasaan yang besar di daratan, banyak rakyat yang mulai memilihnya untuk dijadikan penerus kerajaan. Ayahku hanya tidak ingin namanya buruk karena itu." Saat Nacio mengalihkan fokus ke arah lain, ia mengumpat dalam hati ketika tatapannya tanpa sengaja bertemu dengan Raquela.

Nacio bisa melihat jelas gadis itu terkejut, lalu cepat-cepat mengalihkan pandangan pada Calvino yang berdiri di hadapannya lagi dan kini sedang semangat berbicara entah soal apa pada gadis itu.

Nacio mengerutkan kening. Tidak suka. Kesekian kalinya, ia tidak mengerti mengapa pelayan itu selalu bersikap seolah-olah Nacio adalah makhluk jahat yang siap kapan saja membunuhnya.

"Rakyat meminta keadilan, Paman. Dan aku pikir, memang sudah seharusnya begitu." Nacio melanjutkan sambil terus menatap Raquela dengan picingan mata. "Aku tidak mau menang hanya karena garis darah, bukan karena kemampuanku sendiri."

Matheo tertawa pelan. "Kau persis Tamara." Ia menepuk-nepuk bahu Nacio di sebelahnya dengan wajah bangga. "Aku salut padamu yang bisa bijaksana menanggapi hal ini. Tapi, tentu saja aku berharap kau tidak mengorbankan dirimu hanya untuk membuat Calvino terpilih. Meski aku tahu, kau masih menyayanginya sebagai adik. Kalahkan dia untuk membuktikan pada ayahmu bahwa kau pantas menjadi raja, Nacio."

Adik?

Nacio mengulas senyum miris. Ia bahkan lupa kapan terakhir kali dia benar-benar menganggap Calvino sebagai kakaknya.

Nacio tersenyum dan sedikit membungkuk ketika Matheo berpamitan lagi pada akhirnya, tapi sebelum lelaki paruh baya itu memasuki mobilnya, ia menoleh pada Nacio lagi. "Ah, hampir aku lupa mengatakannya.."

Sebelah alis Nacio terangkat.

"Kedatanganku ke sini bukan hanya untuk mengabarkan pesan ayahmu pada kau dan Calvino. Tapi ada hal penting lain yang ingin kukatakan, Nacio.."

"Hal apa, Paman?"

"Sebenarnya.." Matheo terlihat meragu, mencipta kerutan di dahi sang keponakan.

"ini hanya sekedar saran. Mungkin kau juga tidak akan menggunakannya, karena aku tau kemampuan pendidikan dan bela dirimu melebihi Calvino. Tapi kau harus ingat, dari sisi pengetahuan tentang budaya, kakakmu itu punya pengetahuan yang sangat bagus."

Itu benar. Calvino terlampau sering menjuarai berbagai kompetisi yang berkaitan dengan budaya saat ia masih bersekolah dulu. Nacio bahkan masih ingat jelas, Calvino kecil pernah mengutarakan cita-citanya untuk menjadi seorang pelukis. Meski Nacio juga mendapatkan prestasi yang sama di bidang matematika dan pengetahuan internasional. Tetap saja, ilmu tentang seni dan budaya yang Nacio ketahui tidak seahli Calvino.

"Cara untuk mengatasi hal itu hanya ada dua." Suara Matheo menyentak Nacio dari lamunan. Saat ia menatap pamannya kembali, Nacio tertegun kala mendapati raut serius di wajah Matheo.

"Pengetahuanmu harus di atasnya.. atau kau harus membuat Calvino tidak bisa mengerahkan seluruh kemampuannya saat hari kompetisi tiba."

"Maksud Paman?"

"Pegang kelemahan dia." Usai mengucapkan kalimat yang membuat Nacio tertegun, Matheo memalingkan pandangan untuk menatap Calvino dan Raquela lagi.

"Dan bisa jadi gadis itu salah satu dari hal yang Calvino takutkan.." Matheo memang berujar sembari tersenyum, seolah menunjukkan ucapannya hanya candaan, tapi Nacio tahu jelas.. kepalan tangan di sisi tubuh pria tua itu menandakan bukti kuat betapa Matheo sangat berharap Calvino hancur sebelum kompetisi dimulai.

*

"Pasti mereka pacaran."

Raquela mendesah frustrasi setelah Jaycee berujar. Desahannya sengaja ia samarkan karena tidak ingin mengganggu perbincangan panas yang sedang dilakukan ketiga rekannya yang kali ini ikut menjadi perwakilan Covey Dovey dalam Camp Blaze tahun ini bersama Raquela.

"Aku yakin cuma berteman." timpal Kits, tetap teguh pada pemikiran awalnya. Anak magang yang selama ini Raquela sayangi karena selalu bersikap baik padanya itu kini memasang tampang penuh keyakinan, menciptakan kernyitan di dahi Jaycee yang tampak tidak setuju argumennya di bantah. Sementara Serena-yang duduk di sebelah Kits-hanya fokus mendengarkan penuh khidmat sambil terus memasukkan irisan daging ke mulutnya.

Saat ini, mereka sedang makan malam di dapur. Seluruh chef yang berpartisipasi dalam kegiatan Camp Blaze selalu makan malam saat pukul sembilan malam, satu jam setelah menyiapkan makan malam bagi seluruh pasukan Sceybia Les Forcen dan para pekerja yang lain.

Menu daging panggang yang tidak Raquela tahu apa namanya ini, menjadi pilihan para chef Chovea malam ini. Raquela sangat bersyukur, meski ia harus melewati perbincangan menyebalkan, setidaknya ia bisa merasakan makanan enak.

"Mereka ke sini saja hanya berdua, lho! Sejelas itu, kau masih berpikiran bahwa mereka hanya berteman?" tanya Jaycee tak percaya. Ia berdecak. "Aih, kau masih terlalu polos, Kits. Kapan-kapan akan kuajarkan kau perihal cinta berdasarkan Kamus Besar Cinta di Dunia, ya." ujarnya sok bijak, tidak sadar sama sekali kalimatnya membuat Raquela mengarahkan bola mata ke atas-merasa geli sendiri.

"Aku berkata seperti itu, karena aku lelaki, Jaycee. Aku bisa lihat tatapan Nacio untuk Nona Laura hanya tatapan sayang sebagai sahabat."

Oke. Kali ini Raquela menggeleng pelan. Meski tidak menyuarakan langsung, tapi sekarang dia mulai berpihak pada Jaycee. Raquela jelas tak setuju dengan pendapat Kits.

"Meski begitu, aku tidak bisa memungkiri bahwa hanya Laura yang berhasil dekat dengan Pangeran Nacio, sih. Mereka selalu bersama. Hampir setiap saat."

"Kau benar, Kits." Serena mengangguk setuju. "Selama di sini, aku sering melihat mereka menghabiskan waktu bersama di taman dan perpustakaan."

"Dan hanya Laura, perempuan yang Pangeran Nacio izinkan untuk berada di sampingnya. Kurang bukti apa lagi, coba? Mereka pasti benar-benar pasangan!" papar Jaycee lagi.

Entahlah. Raquela juga bingung. Sudah sejauh apa hubbungan Nacio dan Laura? Kalau berdasarkan kehidupan lalu, seharusnya beberapa bulan lagi kedua orang itu akan melangsungkan pernikahan, kan? Raquela juga harus memastikan bahwa Laura benar-benar mencintai Nacio dengan tulus.

Berpikir bahwa ada baiknya nanti ia bertanya pada Laura, Raquela semakin semangat menghabiskan daging panggang miliknya. Rasa asam bercampur pedas terasa menyengarkan di lidahnya. Sungguh, masakan seperti ini paling tepat untuk menjadikan awal musim panas yang sempurna. Kalau saja Jaycee tidak tiba-tiba berceloteh perihal lain yang langsung membuat Raquela tersedak.

"Ngomong-ngomong soal menghabiskan waktu, aku mau bertanya padamu, Raquel."

Raquela mengernyitkan dahi saat meneguk air putih yang baru saja disodorkan Serena padanya.

"Dari kemarin aku mau bertanya, tapi selalu lupa karena kita sibuk sekali membuat cadangan makanan untuk para pasukan selama mereka di hutan nanti."

"Kau mau bertanya apa, Jayce?" Serena yang bertanya, mewakili keheranan Raquela. yang ditanya malah menggedikkan bahu. "Hubungan Raquela dan Pangeran Calvino."

Raquela kembali terbatuk, padahal ia sedang tidak mengunyah atau meminum apa pun. Tentu saja tindakannya mengundang Jaycee untuk menatapi Raquela dengan sorot mata menuntut. Serena dan Kits tampaknya juga ikut menaruh perhatian besar, karena wajah mereka tampak sangat menanti jawaban.

"Aku pernah melihatmu sekali jalan berdua di tepi pantai bersama Pangeran Calvino. Kalian.."

"Hanya berteman." potong Raquela cepat-cepat sembari mengibaskan tangan.

"Aku tidak percaya." tukas Jaycee.

Raquela mendesah pelan. Entah sudah berapa banyak karbon dioksida yang ia keluarkan dan entah berapa banyak pasokan oksigen yang sudah dihirupnya dalam-dalam untuk memupuk stok kesabaran. Lalu, dengan wajah serius ia kembali menjawab. "Serius. Pangeran Calvino pernah bilang padaku bahwa ia tidak mungkin menyukaiku karena makanku banyak."

Mendapati tanda tanya tercetak nyata di wajah Jaycee, Kits, dan Serena, Raquela mengibaskan tangan dan berkata dengan intonasi menekan.

"Sungguh." Raquela menegaskan, lalu sengaja melirik daging yang belum habis di piring ketiga temannya. "Daripada bergosip, lebih baik segera habiskan daging bakar kalian jika tak ingin aku am-"

Ucapan Raquela tidak pernah tergenapi karena secepat kekuatan angin, ketiga orang yang berada di satu meja yang sama dengannya segera memeluk piring makanan masing-masing. Berusaha menyelamatkan daging panggang berharga milik mereka dari Raquela yang terkenal pemakan segalanya-julukan yang entah sejak kapan Raquela dapatkan.

"Woah, kalian cepat tanggap sekali, ya." sindir Raquela sembari mendengus geli.

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro