Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

[20] Bercampur Padu

Senyum lebar terulas indah di bibir Raquela saat gadis itu memandangi keranjang kue yang sedang dijinjingnya di tangan kiri. Bayangan Calvino yang mungkin akan kesenangan menerima roti darinya nanti, membuat Raquela tersenyum hingga gigi-giginya terlihat, mencipta senyum manis yang tidak pudar.

Menapakkan kaki di rerumputan pekarangan belakang istana yang sangat luas, Raquela tersenyum kala netranya menangkap tubuh tinggi Calvino yang sedang berlatih pedang dengan para prajurit Les Titans.

Melihat itu, cuplikan ingatan masa lalu terlintas di kepala Raquela. Di kehidupan lalu, saat ia masih bisa berkomunikasi dengan Nacio, lelaki itu pernah mengatakan bahwa meski dunia sudah memasuki awal abad modern-di mana beberapa alat yang disebut-sebut 'teknologi' mulai bermunculan, semua anggota Angkatan Bersenjata Sceybia; Darat, Udara, mau pun Laut; masih tetap mempelajari ilmu pertahanan diri menggunakan senjata pedang. Kemahiran berpedang dijadikan kemampuan dasar dalam melengkapi segala jenis kemampuan bersenjata yang kini berkembang. Salah satu yang paling terkenal adalah senjata api.

Tersentak, Raquela merutuki dirinya sendiri yang tiba-tiba saja mengingat masa lalu bersama Nacio. Kalau ingat ucapan tajam lelaki menyebalkan itu saat mengejeki sandwich tuna buatannya seminggu lalu, rasanya kobaran api menyembur dahsyat di atas kepala Raquela. Seketika membuatnya merasa punya kemampuan merobohkan pilar-pilar istana dengan bola apinya. Dan tentu saja, itu hanya sebuah kiasan kekesalan yang tidak akan pernah berani Raquela wujudkan. Ugh.

"Calvin-" Seruan Raquela terhenti begitu sadar pandangan beberapa prajurit angkatan darat tertuju padanya. Suara Raquela barusan ternyata cukup keras didengar, padahal dirinya berdiri di atas tanah berumput yang lebih mirip bukit karena datarannya semeter lebih tinggi dibandingkan rerumputan yang dijadikan lokasi berlatih Calvino dan para bawahan.

Banyak mata yang memandanginya. Lebih tepatnya menilai 'mengapa Raquela bisa memanggil Calvino dengan sapaan tidak sopan'?

Calvino sama sekali tidak menyadari kehadiran Raquela. Memikirkan kemungkinan lelaki itu tengah sibuk-sibuknya, Raquela jadi segan mengganggu.

Gadis itu berbalik, berjalan pergi dan memutuskan menemui Calvino saat lelaki itu sudah selesai bekerja. Calvino pernah mengatakan jika lelaki itu lebih fleksibel ditemui malam hari dibandingkan siang. Ternyata tak hanya Nacio yang sibuk membawahi Angkatan Udara yang diketuainya sampai pulang malam ke istana, tapi Calvino pun sibuk pada Angkatan Darat yang dirinya pimpin.

"Raquel?"

Baru tiga langkah, Raquela berhenti. Suara itu membuatnya berbalik cepat. Terlampau sering bertemu, Raquela menjadi lebih mudah mengenali suara tersebut.

"Kau mencariku?"

Mengerjap pelan, Raquela cukup kaget mendapati sosok Calvino sudah berdiri setengah meter di hadapannya. Kapan lelaki itu menyadari kedatangan Raquel?

Berdeham sekali, Raquela memilih mengangguk. "Apa aku mengganggumu?" tanyanya cemas. Peluh terlihat jelas membasahi dahi lelaki itu.

Calvino menggeleng. "Tidak sama sekali." Ia memandang sekilas ke belakang, di mana para prajurit Les Titans masih berada di sana. Meski dari jauh, entah kenapa Raquela yakin bahwa mereka semua tengah berpura-pura menguping walau tangan mereka terus bergerak saling menangkis pedang lawannya.

"Aku memang sedang latihan bersama prajurit yang lain. Salah satu bawahanku bilang bahwa kau tadi sempat menyebut namaku. Makanya aku ke sini. Untung aku melihatmu sebelum kau pergi."

Bibir Raquela membentuk huruf 'o' cukup lama. Ia tersenyum saat Calvino kembali bertanya, "Ada apa mencariku, Raa?"

"Ooh, ini." Raquela menyengir ketika melihat kening Calvino mengerut saat menerima keranjang kue yang Raquela sodorkan padanya. Melihat lelaki itu tampak tidak akan menyambut pemberiannya dalam waktu dekat, dengan gemas Raquela menarik tangan kanan Calvino dan memindahkan kepemilikan keranjang yang berisi Croissant buatannya beberapa jam lalu ke tangan lelaki itu.

"Makanlah." ujar Raquela, senyumnya tidak kunjung hilang.

"Ka-Kau.." Calvino terbata. "membuat roti untukku?" Ia memandangi Raquela antara takjub dan tidak percaya.

Raquela mengangguk. "Mm, khusus untukmu.." Gadis itu menunduk tiba-tiba dan menggaruk leher yang sebenarnya tidak gatal. Merasa malu dan sedikit bersalah.

"tapi, maaf ya.. sebenarnya aku buat Croissant itu dari sisa adonan roti saat membuat hidangan penutup untuk tamu Raja tadi pagi."

Sedikit susah payah, gadis itu berjinjit untuk membisiki Calvino meski dari jarak yang cukup jauh. Dia takut, dirinya benar-benar diseret para prajurit yang pasti masih sibuk mematai-matai lantaran telah bersikap lancang pada seorang keturunan raja.

"Aku sengaja melebihkan bahan kuenya supaya bisa membuat roti untukmu juga, lho.."

Mendengar itu, Calvino tidak bisa menutupi wajah kejutnya. Lebih-lebih saat Raquela mengibaskan tangan dan kemudia berbicara dengan nada cepat tanpa titik koma. Mungkin untuk menutupi rasa malunya?

"Karena aku masih chef pastry baru, aku tidak bisa leluasa menggunakan bahan-bahan dapur untuk kepentingan pribadi seperti executive chef pastry kami. Kuharap kau bisa mengerti, ya? Aku bukan membuatkan makanan sisa untukmu, meski memang benar begit-" Kata-kata Raquela tidak pernah berhasil selesai terucap karena matanya kini sudah membeliak lebih lebar dari sebelumnya. Jari telunjuknya Calvino menyentuh bibirnya yang baru saja bercerocos panjang seperti angin topan yang kencang. Sebentar, itu peribahasanya sesuai tidak, ya?

Raquela merutuki dirinya sendiri dalam hati. Otaknya sudah berpikir terlalu banyak hal hingga lelah dan mulai berbicara melantur seperti barusan. Semoga Calvino tidak punya kemampuan membaca pikiran dan menyadari kebodohannya.

"Terima kasih, Raa."

Raquela berdeham pelan, mencobah mencegah rasa canggung, senang, sekaligus malu yang mendadak bercampur padu saat menatapi mata Calvino yang menyorotnya dengan telaga sendu. Ada ketulusan di sana.

Sesuatu yang di kehidupan dulu, selalu Raquela lihat saat Calvino menatap sahabatnya Laura. Sesuatu yang tidak pernah lelaki itu berikan untuknya dulu. Bukan sebagai gadis yang Calvino cinta. Setidaknya sebagai seseorang yang Calvino akui teman.

Sungguh, Raquela masih tidak menyangka di kehidupan sekarang lelaki itu justru menetapkan diri sebagai 'sahabat laki-laki' untuk Raquela.

"Ayah memanggilmu." Suara lain menyentak keduanya. Membuat mereka menoleh ke asal suara.

Tidak seperti Calvino yang langsung memasang tampang kecut, Raquela justru merasa bola matanya hampir meloncat keluar dari singgasana.

Nacio!

Lelaki itu berdiri semeter di sebelah Raquela dengan kedua tangan berlipat depan dada dan mata memicing tajam.

"Aku sangat terharu. Sungguh kehormatan seorang pangeran utama menyampaikan pesan Raja langsung kepadaku." Calvino yang membuka percakapan di antara mereka bertiga duluan. Sementara Raquela mendadak lupa ingatan, tidak ada satu pun kosakata yang dipelajarinya sejak bayi melintas di kepalanya kini.

"Bukankah sudah sepantasnya aku menyampaikan amanat penting pada kakak kandungku sendiri?" Nacio menekan setiap katanya, ia seolah benar-benar siap mengibarkan bendera perang pada sang kakak.

"Dan kau pelayan.."Raquela terhenyak saat fokus Nacio teralih padanya.

"sedang apa kau di sini? Membolos dari pekerjaanmu?"

"Tidak!" Raquela menjawab cepat. Bodoh amat jika Calvino sampai terkesiap melihat gelengan kepalanya yang sangat bersemangat, sampai-sampai sendi leher Raquela berbunyi saat menggerakkan lehernya terlampau cepat.

"Se-sekarang sedang jam istirahat, Pangeran." Melihat mata Nacio semakin menyipit-mungkin tidak menerima alasan Raquela- gadis itu tetap saja menundukkan kepala pada akhirnya.

"Sa-saya minta maaf, Pangeran."

"Kalau memang tidak salah, kenapa kau harus minta maaf, Raa?" Calvino menggerutu segera. Serta merta Raquela memberi isyarat dengan mata berkedip-kedip agar untuk kali ini saja, Calvino diam. Jangan bersuara, kalau tidak Raquela bisa diarak keliling kota sebagai hukuman oleh Nacio.

"Daripada kau menyalahgunakan waktu pekerjaanmu untuk berpacaran dengan orang tidak jelas, lebih baik segera temui ayah." Nacio memotong pembicaraan Calvino dan Raquela, sebelum kembali memberi sorot mata menikam untuk kakak pertamanya.

"Jangan buat seakan-akan aku tidak menyampaikan amanat untukmu, Calvino. Seperti apa yang sering kau lakukan dulu hingga ayah memarahiku."

Saat tatapan menusuk Nacio beralih padanya, Raquela menelan ludah.

"Dan kau, pergi dari sini sekarang juga. Kembalilah ke tempat di mana sepantasnya kau berada, Nona Raquela Agatha."

Tertegun, Raquela mengepalkan tangan kanannya di sisi tubuh. Menatap nyalang kepergian Nacio setelah itu.

Mengabaikan Calvino yang kini menghela napas, kilasan ucapan menyakitkan Nacio di kehidupan lalu kembali menguak luka di hati Raquela sekarang.

"Kembalilah ke tempat di mana sepantasnya kau berada, Raquela. Pergi dari hadapanku dan Laura!"

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro