[18] Sandwich Tuna
"Apa kau pernah mengakui kecantikanmu sendiri, Raa? Atau kau tidak pernah menyadarinya?"
Raquela menghela napas. Sama sekali tidak menyadari Jaycee yang sedang menuangkan krim cokelat hitam yang telah dilelehkan ke dalam adonan tiramisu, menoleh heran padanya.
"Kau sudah menghela napas lebih dari sepuluh kali, Raquel. Apa ada masalah?" Mendengar pertanyaan Jaycee, Raquela tersentak.
"Hah?" Mulutnya membuka, ingin berucap sebagai respon jawaban tapi tidak ada satu kosakata pun yang terpikir di benak. Sejak Calvino mengatakan kalimat yang jujur saja membuatnya merasakan setitik bahagia—karena baru saja dipuji—Raquela jadi kesulitan berkonsentrasi menyelesaikan tugasnya sore ini. Membuat camilan favorit baginda Ratu Sceybia, Sandwich Tuna. Hari kedua bekerja, Raquela dipercayakan untuk membuat menu itu.
Raquela bukan merasa senang dirinya dibandingkan dengan Laura—sahabatnya sendiri yang kini sudah menetapi perumahan untuk para pekerja di Microbite, sebuah perusahaan farmasi multinasional negara. Hanya saja, pujian Calvino adalah pujian pertama untuknya yang keluar dari bibir orang lain, selain ayah, ibu, dan Bibi Ruth dahulu. Raquela bahkan tidak bisa berhenti mengingat bagaimana sorot mata Calvino kemarin terpancar begitu tulus saat mengatakan kalimat pujian itu.
Baiklah. Sepertinya, keputusan untuk berteman dengan kakak tiri Nacio tersebut memanglah keputusan tepat. Berkat hubungan tanpa rencana ini, Raquela bisa melihat sisi lain Calvino yang saangat baik. Tidak seperti di kehidupan lalu, bagi Raquela, saat itu Calvino hanyalah seorang algojo bengis yang rela menghilangkan nyawa seseorang demi cintanya pada Laura.
"Ya Tuhan, Raquel!" suara pelan namun setengah memekik milik Jaycee membuat Raquela terkesiap. Tersadar dari lamunan yang entah sudah berapa lama, Raquela baru menyadari Jaycee sudah mendekat. Menunda pekerjaannya sesaat untuk memperhatikan ke arah tangan Raquela.
"Kau tidak memasukkan tuna panggang dan kejunya?" Jaycee berbisik mengatakan kalimat tersebut—mungkin agar senior chef lain yang berada di ruangan sama dengan mereka dan kini fokus melakukan pekerjaan masing-masing, tidak mendengar dan berakhir memberikan penilaian buruk terhadap kinerja Raquela.
Gara-gara melamun, Raquela sampai tidak sadar jika potongan roti tawar panggang berbentuk segitiga yang dirinya buat hanya berisi selembar selada dan tomat iris, tanpa isian utama yang menjadi kesukaan sang ratu, tuna yang sudah tercampuri mayones.
"Ya ampun, aku lupa." Lirih Raquela, frustrasi.
"Apa yang sedang kau pikirkan, Raquel?" bisik Jaycee lagi, kali ini sembari terkikik. Ia merasa lucu melihat Raquela memberengut.
"Emm," Raquela menggigit bibir. Bingung. Ditatapnya takut-takut Jaycee yang sudah kembali berurusan dengan wadah adonan dan spatula.
"A—aku hanya kepikiran betapa berototnya para prajurit Sceybia yang kulihat tadi." Raquela berharap semoga Jaycee tidak punya kemampuan membaca pikiran, karena ia baru saja berbohong barusan.
Saat seperti ini, Raquela bersyukur dua jam lalu dirinya ikut menemani Jaycee ketika mengantarkan cemilan untuk para prajurit Angkatan Udara Sceybia yang sedang berlatih di lingkup istana.
Meski sebelumnya, Raquela mengumpat beribu kali dalam hati saat menemukan Nacio juga berada di antara para prajurit itu. Untung Nacio tidak menyadari keberadaannya. Tapi, memangnya Nacio akan mengingat siapa dirinya juga? Tentu tidak. Di mata lelaki itu pasti cuma ada mata, hidung, bibir, dagu, sampai bulu hidungnya Laura saja. Tidak akan ada perempuan lain.
"Waah, prajurit yang mana, nih? Hmm, biar aku tebak."
Raquela tersenyum kecil mendegar ucapan Jaycee. Sembari terus memasang pendengaran baik-baik untuk perkataan Jaycee, Raquela berbalik dan berjalan ke arah lemari penyimpanan di sudut ruangan. Ia ingin mengambil piring lain untuk meletakkan sandwich yang batal disajikan karena kecerobohannya.
"Pasti Pangeran Nacio, ya?"
Begitu Jaycee mengucapkan kalimat berikutnya, Raquela terpeleset sendiri tanpa bisa dicegah. Pantatnya mendarat mulus di atas lantai marmer Covey Dovey, dan sandwich di tangannya tadi meluncur indah ke lantai di hadapannya sebelum sempat Raquela selamatkan.
Mulut gadis itu membulat heran. Kenapa kakinya mendadak lemah saat berjalan barusan? Raquela jatuh tepat begitu nama Nacio terucap. Mungkinkah nama lelaki itu benar-benar keramat di telinganya sekarang?!
Meski tak menimbulkan suara, tapi semua mata kini memandang ke arah Raquela. Jaycee menganga, Amy mengerutkan kening, sementara para senior chef memasang tampang kejut beberapa detik sebelum memecahkan tawa berderai mereka yang usil.
"Kenapa kau bisa jatuh, Raquela?" Serena Hayer, sang Demi Chef Pastry memulai pertanyaan sambil tertawa, yang kemudian menjadi neraka bagi Raquela. Karena berbondong-bondong pertanyaan lainnya menyusul.
"Apa karena Senior teringat Pangeran Nacio?" Raquela menggeram, menatap kesal Kit Woods yang berdiri di dekat pemanggangan, tak jauh darinya, dan kini melayangkan raut polos.
Rupanya, lelaki yang lebih muda dari Raquela itu mendengar percakapannya dan Jaycee tadi. Sial. Raquela berjanji, setelah ini ia tidak mau menganggap Kit sebagai traine kesayangannya lagi, padahal ia sudah menganggap Kit demikian sejak hari pertama mereka berkenalan.
Berdeham sekali untuk menetralisir rasa malu, Raquela bersiap membuka mulut umtuk menjawab 'tidak' dengan tegas, tapi ucapan Amy yang sangat-sangat-sangat-datar langsung membuat mulut Raquela terkatup kembali.
"Kau serius jatuh cuma gara-gara teringat otot Pangeran Nacio?"
SIAL!
Semua gara-gara nacio sialan!
Awas saja kalau aku jumpa dengannya, kubaluri tuna mayones juga seluruh wajahnya! Biar mirip sandwich! Ugh!
*
"Silakan di makan sandwich tunanya, Pangeran."
Senyum kelewat lebar itu menaikkan sebelah alis Nacio. Jika bukan karena Ibunya yang memaksa ia ikut menikmati cemilan sore di taman istana hari ini, seharusnya ia tidak perlu lagi melihat sikap aneh dari gadis di hadapannya yang sekarang tengah menuangkan teh ke setiap cangkir di atas meja.
Saat berada di gedung tawanan, Nacio ingat jelas gadis itu begitu sering menghindari pandangan darinya. Entah karena apa, bahkan saat menanyakannya pada Laura tempo hari, Laura hanya menjawab bahwa temannya itu punya penyakit kecemasan yang tidak bisa Laura jelaskan detailnya. Nacio tidak meminta penjelasan lebih lanjut, bukan urusannya juga. Hanya saja, ia masih penasaran. Apa ada yang salah dengan dirinya sampai gadis itu terlalu terang-terangan menghindar?
"Pangeran tidak mau makan? Padahal sandwich ini dibuat dengan serat-serat tuna yang saaangat sehat dan bagus untuk ot—eh, maksudnya untuk kesehatan tubuh."
Memandangi tajam pelayan dapur yang Nacio ketahui bernama Raquela itu, pada akhirnya Nacio mengambil sepotong roti kesukaan ibunya untuk dia kunyah.
"Enak, kan?" Tamara Waller Baldwin, wanita paruh baya yang baru saja meneguk teh lemonnya dan duduk tepat di seberang dia, mengajukan pertanyaan yang membuat alis Nacio mengerut.
"Biasa saja." Jawab Nacio saat meletakkan sandwich yang baru sekali gigit ke atas piring kecil di meja kembali.
Decakan terdengar dari ibunya, membuat Nacio melirik malas.
"Kau ini.. susah sekali, sih, memuji sedikit saja." Tamara mengeluh.
"Karena memang tidak ada yang bisa untuk di puji."
Raquela tersenyum sebagai tanggapan. Tapi hatinya berdarah-darah.
Boleh tidak Nacio di araknya keliling kota? Hasrat untuk menepuki mulut menggemaskan Nacio dengan panci besar bergulung-gulung memenuhi hati gadis itu, siap akan meledak sedikit saja bila Nacio kembali mengibarkan bendera perang.
"Siapa namamu, Nak?" pertanyaan wanita paruh baya yang cantik di sampingnya, membuat semua bayang-bayang rencana menyengsarakan Nacio di kepala Raquela lenyap.
"Ra.. Raquela, Yang Mulia Ratu."
Wanita yang terlihat ayu itu mengangguk-angguk. Kemudian mengangkat sedikit piring berisi sandwich miliknya lagi yang telah tersisa setengah.
"Kau yang membuat ini?"
Serta merta Raquela menunduk. Apa memang ada yang salah dengan sandwich buatannya? Tidak enakkah? Kalau begitu, Nacio benar? Kalau begitu, bisa-bisa Raquela lah yang diarak di hadapan para rakyat?
"Iya, Yang Mulia. Saya yang membuatnya." Raquela menjawab dengan jari-jari tangan bergetar yang memilin seragamnya sendiri.
"Ini enak sekali!"
Terkejut, Raquela menoleh pada sang Ratu.
"Untuk tingkatan anak baru, kue buatanmu sangat cocok di lidahku. Terima kasih, ya . Besok-besok tolong buatkan cemilan enak lainnya untukku, ya. Kau mau, kan?"
Raquela terenyuh melihat sikap Ratu Tamara. Padahal jabatan mereka berjarak langit dan bumi, tapi beliau tetap menambahkan kata 'tolong' dalam perintahnya. Bahkan menanyakan kesediaannya. Ternyata benar desas-desus yang beredar, Ratu Sceybia memang ibarat malaikat tanpa sayap. Sorot matanya yang kini menatapi Raquela bahkan sehangat tatapan ibu Raquela dulu.
"Ya. Tentu saja, Yang Mulia. Sudah menjadi tugas saya untuk melakukannya."
"Terima kasih, Raquela."
Raquela tersenyum lebar. Benar-benar tulus tersenyum pada ratu. Tapi senyumannya dalam sekejap membentuk garis lurus datar ketika ratu menambahkan sambil beralih memandangi Nacio yang sempat Raquela lupakan keberadaannya.
"Anakku sangat menyukai cookies. Bisakah kapan-kapan kau membuatkannya juga untuk dia?"
OGAH!
"Tentu, Yang Mulia Ratu. Akan saya buatkan." Raquela menjawab tidak berdaya dengan senyuman palsu yang harapnya bertahan hingga ia meninggalkan paviliun taman.
"Siapa yang suka cookies, Ibu? Aku tidak menyukainya."
Raquela mengerutkan kening mendengar penuturan Nacio. Tapi saat menoleh pada sang ratu kembali, dia tidak bisa menahan seutas senyum tipis ketika istri pertama Raja Lucian itu berucap. "Tolong dimaklumi, ya. Dia suka gengsi mengakui bahwa dirinya menyukai makanan manis."
"Ibu!"
"Baiklah! Baiklah! Putra Ibu memang tidak suka makanan manis. Sukanya makanan keras, kan?"
"Maksud Yang Mulia Ratu, Pangeran Nacio suka makan besi?" Raquela bertanya sungguh-sungguh, tidak menyadari maksud candaan sang ratu.
Seketika, Ratu Tamara dan beberapa pelayan yang berdiri di sudut ruangan membeliak menatap Raquela tidak percaya. Takjub akan pola pikir gadis itu yang tidak tahu polos atau bukan. Yang pasti, tatapan membunuh Nacio mengarah jelas padanya hingga Raquela terkesiap dan sontak menunduk takut.
Hay, arslovers!
Semoga tetap setia menanti cerita ini, ya. Maaf karena ada perubahan mendadak, aku ngerasa pendek banget yang aku posting kemarin. Selamat membaca ulang. Tapi, kalian gercep sekali langsung baca sebelum aku edit. Huhuhu. Terima kasih. Belakangan hari ini aku cuma bisa nulis dua jam aja karena lagi sibuk-sibuknya. Jadi, naskahnya kadang kurang sesuai harapanku. Hiks.
Btw, interaksi Nacio-Raquel mulai muncul, nih. Tapi interaksi Calvino-Raquel juga gak kalah manis, kan? (ceritanyamujidirisendiri wkwk).
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro