Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

[12] Temanku

Raquela menghela napas. Menatap kerumunan para tawanan yang tampak gelisah di ruangan aula. Beberapa dari mereka saling berbisik, ada yang menundukkan kepala memikirkan nasib, ada pula yang tersenyum bangga seolah sudah yakin imbalan apa yang akan didapatkannya nanti atas sikapnya selama ini.

Dan Raquela.. jelas tidak berada di antara ketiga golongan itu.

Bila di kehidupan sebelumnya, cemas nan hebat yang dirinya rasakan. Perasaan kali ini lebih kepada menebak-nebak apa takdir hidupnya akan tetap sama atau tidak.

Ya, hari inilah saatnya.

Di tanggal yang sama seperti pada kehidupan pertama, hari ini adalah waktu penentuan nasib setiap tawanan Askor di gedung ini. Di mana setelah dua bulan diadakan evaluasi sikap oleh para prajurit dan dayang istana yang bertugas memberikan pelatihan, rakyat Askor yang tetap masuk dalam golongan pemberontak akan dijadikan 'budak' sepenuhnya. Budak para bangsawan Sceybia.

Sementara mereka yang tidak memberontak, namun tak memiliki keahlian diri khusus, hanya dijadikan rakyat biasa yang profesi pekerjaannya tergolong rendah, seperti pembersih taman kota, penyapu jalan, atau pelayan rumah tangga. Baiknya adalah, mereka tetap mendapatkan tunjangan pangan dan kesehatan yang cukup besar dari Kerajaan Sceybia setiap enam bulan sekali.

Golongan terakhir yang paling diharapkan. Setiap yang mempunyai kemampuan diri khusus dan mendapat perhatian lebih dari para dayang dan prajurit yang menilai, akan dipekerjakan di tempat kerja potensial yang cocok dengan kemampuan. Dan Raquela yakin sekali, Laura masuk dalam golongan ini.

Bicara tentang Laura..

Seperti yang Raquela duga dan harapkan, sejak insiden kecelakaan Nacio sebulan lalu dan Laura membantu mengobatinya, kedua orang itu menjadi lebih dekat. Menurut Raquela, Pangeran Sceybia sekaligus Marsekal di Les Vortex—Angkatan Udara Sceybia—itu terlampau sering mengunjungi gedung tawanan hanya untuk menemui Laura.

Laura yang awalnya bersikap ketus dan keras, lambat laut menerima kebaikan niat Nacio untuk berteman dengannya. Entah bagaimana cara Nacio menjalin kedekatan, Raquela tidak tahu sebab ia selalu berusaha menjauh bila kedua orang itu sedang bersama.

"Dasar munafik si Laura itu." Suara tersebut menahan langkah Raquela yang baru saja keluar dari ruang aula. Ia baru saja berniat mencari udara segar sebelum acara dimulai, tapi obrolan tiga perempuan yang berdiri di balik dinding koridor dan dikenalinya sebagai teman-teman dekat Laura—Adeline, Rose, dan Beatrix—menggagalkan niatnya untuk melangkah pergi.

"Kemarin-kemarin saja menolak pesona Pangeran Nacio, sekarang tiap detiknya justru dekat-dekat. Menyebalkan sekali memang dia!"

"Kau benar, Adeline. Aku juga muak melihat kedekatan mereka. Hanya karena Laura pernah menolong Pangeran, haruskah hubungan mereka jadi seperti sepasang kekasih begitu?!"

Raquela mengerutkan kening seiring langkahnya mendekati koridor. Beatrix memberi penekanan pada kata 'kekasih' yang mengundang rasa penasaran Raquela.

"Jangan-jangan mereka memang punya hubungan kekasih?" Kali ini, Rose menimpali.

"Hiii~ rasanya tidak sudi membiarkan gadis sok hebat itu jadi calon istri penerus Kerajaan Sceybia!" Adeline mencela, membuat Raquela ingin sekali mengetuk kepalanya dengan gayung.

"Jadi menurutmu kau yang lebih cocok?"

Ketiga gadis itu terkesiap dan spontan berbalik badan menghadap Raquela yang baru saja bersuara. Sejak dulu ia tahu bagaimana sifat asli para sahabat Laura itu. Hanya ingin menjalin pertemanan untuk kepentingan sendiri saja.

"Apa maumu Raquel?!" Hardik Adeline.

"Hah? Kenapa? Aku salah bicara?" Menahan kekesalan dalam hati, Raquela berusaha menanggapi santai. "Maksudku begini teman.. kita tidak ada yang tahu takdir, lho. Lebih baik perbanyak doa saja, supaya kita bisa tetap hidup tenang di sini daripada sibuk mengurusi masalah orang."

"Kau yang seharusnya berdoa!"

Raquela mengerutkan kening atas perkataan ketus Beatrix.

"Berdoalah supaya kau tidak masuk dalam daftar 'budak' nantinya!" sambung Beatrix, yang langsung disetujui Rose. "Benar!"

"Kau, kan. Tidak punya keahlian apa-apa." ledek Adeline. Kedua tangannya terlipat dengan sorot meremehkan Raquela. "Berbeda sekali dengan Laura yang punya latar belakang dan kemampuan medis. Sudah pasti kau akan dijadikan budak yang hanya bisa disuruh melayani tuanmu saja."

Mata raquela memicing tajam. Ia sudah berusaha sabar tapi ketiga orang di hadapannya benar-benar berpotensi membuatnya darah tinggi.

"Ah, satu lagi. Berdoa juga supaya kau hanya disuruh melayani pekerjaan rumah tangga. Tidak disuruh melayani keperluan ranjang tuanmu jug—"

"Aku pikir kalian punya sopan santun."

Semburan sumpah serapah yang tadinya siap Raquela keluarkan hanya bisa tertahan di ujung kerongkongan, karena suara bariton dari arah kanan terdengar. Raquela menoleh dan seketika merasa kedua bola matanya hampir jatuh menggelinding di lantai saat mendapati Calvino berjalan mendekatinya. Tapi, tatapan elang lelaki itu mengarah pada Adeline dan para kawan.

"Mengingat kalian adalah keturunan bangsawan Askor, aku kira kalian punya tata krama baik. Tapi, ternyata dugaanku salah. Mulut kalian tidak lebih suci dari kotoran binatang."

Bukan hanya Adeline, Beatrix dan Rose yang membeliak, Raquela pun terkejut mendnegar sindiran pedas Pangeran pertama dari Sceybia itu.

"Pa—Pangeran Calvino?" lirih Rose.

"Ka—kami tidak bermaksud.."

"Enyahlah!" ucapan Adeline tertahan lantaran Calvino memotongnya. Tatapan Calvino seperti pisau yang baru saja diasah dan siap diletakkan di atas nadi seseorang. Membunuh sekali. "Menghilanglah sekarang sebelum aku panggilkan prajurit untuk melempar kalian ke penjara. Pelatihan yang kami berikan selama ini tidak pernah mengajarkan cara menghina orang seperti apa yang baru saja kalian lakukan!"

*

"Kau hanya akan diam saja saat diejek seperti tadi?" Suara Calvino membuyarkan fokus Raquela yang menatap kesal Adeline dan kedua temannya yang sudah berlari terbirit-birit menjauh. Tanpa meminta maaf! Meski sebal, Raquela menahan diri agar tak jadi menyebutkan seluruh nama penghuni kebun binatang pada ketiga gadis tadi. Bisa-bisa dirinya sendiri yang berakhir dipenjara atas perintah Calvino.

"Ya, Pangeran?"

Calvino menatapnya tiga detik, lalu menghela napas. "Aku tanya, apa kau hanya bisa diam saja diejek seperti tadi?"

Kini berganti Raquela yang menatap Calvino beberapa detik. Kenapa seolah, Calvino meragukan keberaniannya melawan siapa pun yang bersikap buruk padanya? Padahal Raquela bisa saja menjambaki mereka.

Bahkan sekarang, sangat besar keinginannya untuk menarik rambut-rambut kaku Calvino yang masih berdiri sambil menatap Raquela keheranan. Raquela benar-benar berminat menggunduli kepala lelaki yang sudah membunuhnya itu! Ugh!

"Saya punya cara sendiri untuk membela diri, Pangeran." Sebisa mungkin, Raquela mengatur nada suara agar terdengar sopan.

"Dengan berdiam?"

"Ya. Diam itu emas. Siapa tau saya bisa mengumpulkan emas yang banyak suatu saat."

Oke, sekarang Raquela tahu bakat terpendam apa yang dirinya punya selain membuat roti. Mengeluarkan alasan-alasan tidak masuk akal yang membuat Raquela ingin sekali mencari keranjang sampah terdekat.

"Emas itu terbentuk dari proses magmatisme yang dialami bumi." Suara lainnya muncul, menyentak Raquela. Gadis itu bahkan tidak sadar Calvino juga cukup terkejut melihat kedatangan Nacio yang kini berdiri dua meter di samping mereka.

Di sebelah Nacio, Laura mengerutkan dahi menatap Raquela. sementara yang ditatap hanya bisa melongo beberapa detik lamanya. Raquela merasa baru saja menelan sebongkah batu berukuran besar saat netranya bertemu dengan Nacio.

Kenapa hari ini dirinya sial sekali? Tadi Calvino yang muncul, sekarang setan lainnya juga ikutan timbul ke permukaan dan mengganggu ketenangannya pagi ini.

Ugh!

Apa di abad 20 ini, ada semacam pintu ajaib yang bisa membuat Raquela menghilang?

"Saat benda cair berubah padat karena penurunan suhu pada proses magmatisme, benda itu naik dari perut bumi ke permukaan." Nacio berujar kembali, menatap lurus Raquela yang refleks mundur selangkah karena ketakutan mendapati Nacio melangkah mendekatinya.

Begitu jarak Raquela dan Nacio hanya bercelah dua jengkal, gadis itu memberanikan diri menengadah, menatap Nacio yang bahunya setara tinggi Raquela.

"Lalu, akan terjadi kristalisasi ketika lava di permukaan membentuk mineral vulkanik, dan lava di bawahnya membentuk mineral plutonik. Magma yang membeku dan kemudian mengkristal inilah yang disebut emas. Bukan dengan berdiam diri kau jadi bisa mengumpulkan emas, Nona Raquela. Dari mana kau belajar pengetahuan sedangkal itu?"

Raquela tidak perlu repot-repot menutupi mulutnya yang kini menganga lebar. Memandang takjub Nacio yang baru saja bertransformasi menjadi ensiklopedia berjalan.

Di kehidupan dulu, Nacio memang terkenal sebagai salah satu anggota kerajaan yang memiliki kecerdasan teratas. Raquela tahu itu. Karena dirinya pun masuk dalam daftar pengagum lelaki tersebut. Tapi, mungkinkah Nacio terlewat cerdas, sampai tidak mengerti apa itu peribahasa?

Laura yang menyusul Nacio mendekati Raquela, Raquela terperanjat kecil ketika temannya itu menggoyangkan lengan kanannya. Gugup, Raquela menjawab terbata setelah tertawa paksa. Ia bingung harus bereaksi bagaimana.

"Te—terima kasih atas penjelasannya, Pangeran Nacio." Raquela mengatupkan kedua telapak tangannya dengan kepala sedikit menunduk pada Nacio. Lalu, secepat kilat beralih melakukan hal yang sama pada Calvino yang setia berada di samping kirinya.

"Terima kasih juga untuk Anda, Pangeran Calvino. Kalau begitu, saya permisi dulu." ujar Raquela. Otaknya memerintahkan keras agar dirinya segera kabur daripada harus terlibat dengan dua lelaki aneh. Namun, sebelum ia mengangkat kaki lebih dari dua langkah, Calvino menahan bahunya hingga Raquela terseret mundur kembali.

Mata gadis itu mengerjap-ngerjap bingung sekaligus gentar ketika menyadari posisinya yang bersisian dekat sekali dengan Calvino. Bahu mereka bahkan bersentuhan. Lelaki itu menundukkan wajah, menatapp Raquela dengan wajah datar.

"Temani aku mengelilingi gedung ini sebagai tanda berterima kasih, Nona Raquela." ujar Calvino, mencipta bentuk bulatan besar di sepasang mata Raquel.

"Penetapan status tawanan akan dilangsungkan tiga puluh menit lagi. Kau tidak bisa membawanya pergi." Suara Nacio memancing Raquela untuk berganti menatapinya.

Dalam sepersekian detik, Raquela seolah bisa melihat percikan zat kimia yang saling bertabrakan dari mata Nacio dan Calvino. Sorot mata keduanya saling menikam, entah karena apa.

Mungkin karena Laura?

Menebak hal itu membuat Raquela memutar bola mata. Jengah, karena sadar bahwa bahkan hanya dengan berdiam diri saja Laura sudah mampu memecahbelah hubungan Nacio dan Calvino. Lalu Raquela, hanya seperti tokoh penyemarak adegan para lelaki yang memperebutkan sang tokoh utama wanita.

"Kau tidak berhak melarangku."

"Haruskah kuingatkan jika akulah panglima perangnya?"

Raquela menatap datar kedua lelaki itu. Berbeda dengan Laura yang kian tampak cemas.

Sungguh, Raquela berharap ada asap atau apa pun itu yang tiba-tiba muncul agar tubuhnya bisa kabur diam-diam dari sini sekarang juga! Grrr!

Helaan napas Calvino tiba-tiba terdengar. Sedikit menurunkan aura tegang yang sempat menyelimuti ruang koridor.

"Aku akan mengembalikan temanku sebelum batas tiga puluh menit."

Raquela melongo dua kali lipat lebih lebar. Tercengang menatap Calvino.

TEMAN KATANYA?!

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro