Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

[11] Terbunuh Kembali?

Raquela mengarahkan bola mata ke atas untuk beberapa detik, sebelum menatapi Nacio lagi seraya menghela napas dengan kedua tangan terlipat di dada.

Apa kata Nacio tadi?

Baik?

'Woaah, panglima perang berwajah beringas seperti dia ternyata bisa juga berekspresi seperti anak ayam penurut.' gerutu Raquela dalam hati.

Beberapa menit berlalu. Raquela sibuk memerhatikan bagaimana Laura fokus membersihkan luka tusukan paku dengan kapas yang sudah di celupkan dalam air bersih. Kadang kala, Laura menarik kotoran dari luka menggunakan pinset sampai membuat Raquela meringis sendiri tanpa sadar. Raquela tidak tahu, saat tatapannya mengarah pada telapak kaki Nacio yang kini sedang dilapisi perban setelah Laura mengoleskannya sedikit krim antibiotik untuk mencegah infeksi, Nacio sempat memakukan netranya beberapa saat ke arah Raquela.

Ekspresi histeris tanpa suara dari gadis itu sangat terlihat penuh dramatis—seolah pasien yang sedang diobati adalah dirinya, bukan Nacio. Dan entah mengapa, ekpsresi tersebut mengundang rasa penasaran Nacio. Sama seperti pertemuan mereka di kantin tempo dulu.

"Karena begitu tertusuk pakunya langsung dicabut,"

Nacio mengerjap. Sebenarnya ia kaget mendengar suara tiba-tiba dari gadis bernama Laura di hadapannya. Tapi pertahanan diri yang sejak kecil Nacio pelajari, membuatnya tidak terlihat terkejut sama sekali.

"dan karena lukanya juga sudah dibersihkan, menurutku kecil kemungkinan lukanya akan tercemar bakteri Clostridium Tetani, bakteri yang menyebabkan tetanus." Lanjut Laura lagi. Ia kembali memandang Nacio yang juga mengarahkan fokus matanya pada telaga hitam bening milik Laura.

"Tapi, tetap saja.." Laura menarik diri dari posisi setengah membungkuknya. Dia menatap Hector dengan wajah serius. "tolong beritahu dokter kerajaan, untuk segera memberikan vaksin tetanus sebelum empat puluh delapan jam dari sekarang. Agar tidak terjadi kompilasi yang lebih berbahaya."

"Baik." Hector menggangguk-angguk sebelum membungkukkan tubuhnya sedikit ke hadapan Laura. "Terima kasih, Nona Laura."

"Woah!" Albie bertepuk tangan. Wajahnya kegirangan menatapi Laura. "Kau memang benar-benar pintar, Nona. Pasti saat di Askor, kau jadi dokter favorit di sana, ya?"

"Albie."

Teguran Nacio hanya membuat Albie menyengir. Tidak menggusur niatnya untuk menggodai Laura kembali.

"Aku hanya bertanya karena penasaran. Siapa tau kita bisa merekrut Nona pintar ini sebagai bagian dari pusat medis di Sceybia, kan?" Dan seolah baru menyadari sesuatu, pria itu menepuk mulutnya yang setengah membuka—mungkin kaget dengan pemikirannya sendiri yang tiba-tiba.

Albie kembali menoleh pada Nacio dengan wajah penuh semangat.

"Hey! Kupikir rencana itu tidak buruk, Nacio." ujarnya yang hanya ditanggapi Nacio dengan raut wajah datar.

"Terima kasih. Tapi aku tidak butuh kebaikan hatimu." Laura menanggapi Albie, membuat pandangan lelaki itu beralih takjub padanya.

"Woah, ucapanmu benar-benar berbanding terbalik dari wajahmu yang cantik, Nona Laura." Entah sindiran atau apa pun itu, tapi ucapan Albie langsung menarik kekesalan Nacio yang kemudian bicara dengan nada sedikit tegas.

"Albie, hentikan."

Albie mengangkat tangan. "Okey, okey!" sungutnya.

"Sudah selesai." Laura berkata pada Nacio. "Aku akan resepkan krim antibiotik untuk mencegah infeksi. Kau bisa menggunakannya sendiri saat mengganti rutin perbannya setiap hari. sekaligus obat anti nyeri juga, ya. Kau bisa meminumnya jika rasa sakit dari luka tidak bisa ditahan. Tapi, biasanya.. rasa sakit akan mereda seiring lukanya sembuh, mungkin sekitar lima atau enam hari.

Dan karena aku bukan berasal dari bagian medis yang menangani kasus pengobatan ini secara penuh, aku menyarankan untuk tetap dilakukan pemindaian oleh dokter kerajaan, untuk melihat apakah ada cedera pada saraf tulang belakang." Laura menoleh pada Hector sesaat. "Hanya ini yang bisa kulakukan."

"Baik, terima kasih Nona. Kami akan memberikan hadiah untukmu sabagai imbalan." Ujar Hector.

"Kalian bisa mengembalikan Askor? Hanya itu yang aku inginkan." Semua orang dalam ruangan terdiam. Nacio dan Laura kini saling pandang. Bahasa mata mereka seperti ingin menyampaikan segala sesuatu yang sulit diucapkan. Raquela yang melihat pemandangan tersebut hanya mampu mendesah pelan.

Dia sudah bosan dengan pemandangan Nacio dan Laura yang saling bertatapan. Keduanya bagai dua tokoh utama dalam sebuah cerita.

"Hector, kau bisa keluar sekarang. Bawa prajurit yang lain juga." Nacio menitahkan tiba-tiba.

"Tapi—" kata-kata penolakan Hector tertahan karena Nacio memberikannya sebuah tatapan tajam. Seolah paham dengan isyarat dingin kedua mata Nacio, akhirnya Hector berpamitan untuk memohon izin keluar dari ruangan.

Sekarang hanya tinggal Nacio, Laura, Albie, dan Raquela. Hal itu membuat Raquela membeliak sejenak. Dia baru sadar kalau dirinya seperti berada di kandang singa sekarang.

"Pokoknya, sekali lagi terima kasih, ya, Nona Cantik. Aku bersyukur sekali kau bersedia menyelamatkan sahabatku yang jelek ini." Albie menerangkan maksud hatinya. "Tapi, aku boleh menanyakan sesuatu padamu, Nona Laura? Sebenarnya sejak tadi hal ini sangat menggangguku dan hanya kau saja yang bisa menjawab hal ini."

"Kau mau bertanya apa?" Bukan Laura yang menjawab, melainkan Nacio. Menyadari pembicaraan mulai serius, Raquela jadi ikut-ikutan mendengar penuh khidmat pada ucapan Albie selanjutnya. Tapi..

"Sahabatmu yang berdiri di sana, Nona Laura.." saat tersadar Albie baru saja menunjuki dirinya, mata Raquela membeliak.

"sebenarnya temanmu itu ada masalah hidup apa sih? Sorot matanya tidak santai sekali melihatku. Jangan-jangan dia suka aku, ya?"

'Aku? AKU?! SUKA PADANYA?! CUIH!'

"Hey!" Tanpa sadar Raquela mengeluarkan suara protes. Lalu dirinya terkejut sendiri melihat Nacio dan Laura ikut melihat ke arahnya. Sialnya lagi, dengan wajah tanpa bersalah seraya, Albie menjawab seraya menyengir.

"Aku sedang memujimu, lho, Nona. Karena kau sudah menyelamatkan saudaranya Nacio. Calvino juga temanku, lho. Terima kasih, ya, Nona baik hati."

'Dasar tukang bersilat lidah kau, Albieeee!' Raquela berteriak demikian dalam hati, sayangnya bibir dia tidak memihak hati sama sekali.

"Terima kasih kembali." ujar Raquela menanggapi.

"Karena sudah tidak ada kepentingan, saya pamit, Pangeran." Laura bicara tiba-tiba. Memecah perang saling melempar pisau dari kedua mata Raquela dan sang sahabat Nacio.

Nacio mengangguk. Tidak bicara apa pun. Dia hanya menatap Laura yang mengajak Raquela untuk keluar dari ruangan. Namun, sebelum kedua gadis itu membuka pintu masuk, suara Nacio terdengar lagi, menahan langkah kaki mereka berdua.

"Nona, Catalina.."

Kedua gadis itu berbalik. Raquela bisa merasakan bahu Laura sedikit menegang ketika Nacio menatapinya seraya mengucapkan sesuatu yang terdengar mustahil untuk lelaki itu ucapkan.

"Terima kasih banyak, dan.." Nacio menunduk sesaat, sebelum kembali memandangi Laura dengan penuh permohonan maaf. "Maaf karena aku tetap tidak bisa mengembalikan Askor. Tapi, aku sangat berharap kau bisa hidup lebih baik di sini."

Mendengar itu, Raquela terenyuh. Ia terharu dengan nada suara Nacio yang terdengar tulus di telinganya. Yah, Raquela tahu jelas bagaimana ketulusan lelaki itu saat bicara pada Laura. Karena memang demikianlah sikap Nacio untuk calon istrinya di kehidupan lampau.

"Sama-sama.."

Dan untuk kedua kalinya, jawaban Laura persis seperti dulu. Itu berarti, takdir yang akan terjadi nanti adalah takdir yang akan kembali terulang? Apa itu artinya, suatu saat Nacio memang benar-benar akan menjatuhkan hukuman penggal untuk membunuh Raquela?

*

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro