Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

Bab 22 || Pertengkaran di Pagi Hari

[a.n: haii, guys! Wkwkwk update ya. besok-besok aku update jam 6 sore aja, kali ya? Atau jam 7 malam. Kalau pagi atau subuh, aku ketiduran terus ahahah.

Bab ini, agaknya ribet. Jadi kalau ada yang kalian bingungin, tanya aja, ya! Kasih kritik dan saran juga enggak papa, kok. ^^

p.s: Jangan lupa untuk vote, komen, dan share cerita ini ke teman-teman kalian, ya.]


Bab 22
Pertengkaran di Pagi Hari

Tashima mematikan kompor, kemudian buru-buru membuka pintu apartemen ketika seseorang di luar sana mengetuk pintu dengan tidak sabaran. Pagi-pagi seperti ini, siapa yang berkunjung? Tidak mungkin Alex, karena cowok itu akan langsung masuk ke apartemen tanpa mengetuk pintu. Ia tahu password tempat ini.

Pintu terbuka, dan tampaklah seorang wanita berpakaian rapi, lipstik merah merona, dengan make up all out yang tampak membuat ia bertambah cantik. Tidak lupa lekukan baju yang indah mengikuti bentuk badannya. Namun, mengapa ia ada di sini pagi-pagi sekali? Darimana ia tahu apartemen ini? Apa Gerald yang memberitahu kepadanya?

Tashima mau tidak mau, harus memaksa diri untuk tersenyum, walaupun ia tidak baik-baik saja. Rasa menyedihkan itu kembali merayap di hatinya. Apa tadi malam kesialannya masih kurang, sampai-sampai pagi ini ia harus berhadapan dengan wanita itu lagi?

“Kamu?” Wanita itu, Tasya menatap heran Tashima yang memakai celemek, rambut diikat asal, dan wajah yang masih kusam karena belum mandi atau mencuci muka. Perbandingan istri dan mantan istri yang jauh berbeda.

“Iya, Kak. Masuk dulu, kak?” tawar Tashima setengah hati. Ia tahu perkataan ini pasti akan disesalinya nanti. Namun tidak mungkin kan, ia membiarkan Tasya di luar. Itu bukan attitude yang baik. Lagi pula, jika sudah tidak ada apa-apa di antara Tasya dan Gerald, makan seharusnya aman-aman saja, bukan? Ya, semoga saja.

Wanita itu pun masuk. Kepalanya bergerak dari kanan ke kiri, berputar satu kali dengan langkah tak menentu akan kemana, namun matanya terus meneliti apartemen ini. Seakan-akan mencari sesuatu.

“Di mana Alex? Bukannya kamu tinggal bareng Alex, kan? Kenapa pagi-pagi begini ada di apartemen Gerald?” tanya Tasya, mengangkat satu alis tajamnya itu. Ia lalu duduk di kursi sofa, menyilang kedua kakinya sambil mengumpulkan kedua tangannya di lutut. Kepala wanita itu mulai bergerak lagi.

Tashima meneguk salivanya. Jadi Tasya belum mengetahui kabar pernikahannya dan Gerald? Atau ia sengaja mengajukan permohonan itu? Kini Tashima bingung menjelaskan bahwa mereka telah menikah. Menggaruk tengkuknya, ia pun berseru. “Saya ke dapur dulu, ya, Kak. Kakak mau minum apa, biar saya buatkan.”

Mengibaskan tangannya. Tasya menjawab. “Enggak usa. Saya cuma mau ketemu Gerald dan Raka, saja. Mereka di mana, ya? Ini apartemen Gerald kan?”

Tidak berselang beberapa detik, pintu kamar utama terbuka, menampilkan Gerald yang menggendong Raka. Keadaan mereka sama, layaknya pinang dibelah dua. Rambut acak-acakan, wajah sedikit berminyak, namun sialnya, Gerald tampak seksi dengan koas putih yang sedikit terangkat saat menggendong Raka.

“Siapa yang datang, Shima?” seru Gerald dengan suara parau, sangat menggoda di pagi hari untuk didengar. Tashima berdehem sebentar, menghilangkan semua kegilaan di kepalanya ini.

Tashima berjalan cepat ke arah Gerald, lalu berujar, “Kak Tasya, Mas.”

Seketika mata pria itu terbuka lebar, rasa kantuknya hilang. Tashima menatap bingung sang suami yang beraksi berlebihan ini. Ya, mungkin Gerald kaget akan kedatangan Tasya yang tidak terduga. Tashima hanya kesal, mengapa pria itu harus kaget serpeti ini? Seharusnya ia biasa saja.

“Kamu ngapain di sini?” tanya Gerald seraya berjalan mendekati sang mantan istri.

Tashima kembali ke dapur, tadi ia memasak sup, tapi belum memindahkannya ke mangkok. Selain sub, ada juga ayam goreng yang ia ungkep sejak malam, dengan alasan ia tidak bisa tidur karena memikirkan besok mereka makan apa kepada Gerald, padahal kenyataannya, ia tengah overthinking dengan suami dan mantan istrinya itu.

“Saya mau bicara sebentar sama kamu, boleh, kan?” Tasya, masihlah Tasya yang sama, memohon dengan mata berbinar-binar kepada Gerald.

Dulu, Gerald pasti akan menjawab iya, tetapi berbeda sekarang. “Di sini, aja. Saya ada kuliah.”

“Aku mau jalan-jalan bareng Raka dan kamu,” pinta Tasya dengan manja.

Brak! Bunyi dentingan nyaring, senduk yang menyentuh lantai memenuhi ruangan itu. Tashima segera memungut benda itu dan mengutuk dirinya karena bertingkah bodoh, lihat sekarang, pasti semua mata melirik ke arahnya. Dengan berat, ia kembali berdiri dengan senyum canggung.

“Kamu enggak papa, Shima? Ada yang luka?” tanya Gerald yang lalu berdiri dari bangkunya, dan berjalan ke arah Tashima dengan cepat.

Tashima menggeleng cepat. “Enggak papa, Mas. Ini, tangan aku licin, makanya senduknya jatuh. Enggak papa, kok, Mas.”

“Gerald, kenapa Shima ada di sini?” celetuk Tasya seraya ikut berdiri.

Detik berikutnya Gerald berseru. “Istri saya.”

What the ...,  Perdone me?”

She's my wife, Tasya.”

Are you sure? Married? Sama Shima? What?!” Tasya tidak bisa menyembunyikan keterkejutannya, mata wanita itu membola, dengan gelengan kepala tak percaya.

Menghela napas panjang. Gerald menurunkan Raka dari gendongnya, anak itu meminta untuk turun, dan berjalan ke arah Tashima dan meminta sang mama sambung untuk memeluk dirinya.

What's wrong? Tashima secara hukum sudah siap menikah, dan secara fisik pun, iya.” Gerald mantap dengan ucapannya.

Tasya menyugar rambutnya dengan kasar. “Are you sure, really? You not love me anymore? Kamu nggak lupa sama janji kamu kan?"

Gerald mengerutkan keningnya. “Kamu gila? Kamu yang pergi dari aku! Ke mana janji kamu? Huh? Kamu tinggalin anak kita, kamu pergi dengan alasan mencari cita-cita kamu! Kamu pikir saya orang apa? Kamu pikir saya akan membatasi kamu untuk mengejar cita-cita kamu?!”

“Tapi kamu emang begitu, Gerald! Yeah! You do!” bentak Tasya, yang membuat semua orang di sana terbelalak kaget mendengarnya.

“Kamu posesif, Gerald! Kamu jahat! Kamu menganggap seakan-akan aku enggak mampu sendirian. Kamu tahu, aku bisa sendirian. Aku mampu, tapi apa? Kamu seakan-akan merendahkan aku.”

“What? Saya ... yang saya lakukan untuk kebaikan kamu! Apa katamu? Posesif? Huh?” Gerald tertawa kecil, terluka dengan pernyataan Tasya tentangnya.

Apa perjuangan dirinya untuk hubungan mereka kurang? Ia melakukan apa yang baginya Tasya akan senang, membantu Tasya agar lebih mulus mencapai tujuannya.

“Itu! Itu egois!”

Gerald kehabisan kata-kata, ia menjauhkan diri dari Tasya. Wajahnya memerah padam, mengepalkan tangannya erat. Perjuangannya selama ini sia-sia ternyata.

“Aku sadar Gerlad! Selama ini kamu enggak punya rasa sama aku! Hanya karena kamu merasa bertanggung jawab, kamu ngelakuin hal ini? Kamu harus tahu, bedakan rasa cinta sama rasa tanggung jawab kamu! Bedain.”

Gerald terdiam seribu bahasa. Ia terpukul atas perkataan Tasya. Apa benar, ini perasaan tanggung jawab yang harus ia jalani? Lalu, perasaan cinta itu seperti apa? Gerald tidak paham. Selama itu, yang ia pikirkan hanyalah kebahagiaan Tasya, bagaimana agar wanita itu nyaman. Sebab dulu, waktu mereka bersama, hanya sebatas teman saja. Sementara sahabat Gerald, James yang adalah kekasih Tasya, meninggal dunia karena menolongnya, karena Gerald kala itu kesakitan di tengah malam, di London. Lalu James berusaha menolongnya dengan mengebut, dan tanpa disangka-sangka, ia tewas mengenaskan ditabrak pengendara mobil lainnya. Semua itu, menjadi beban bagi Gerald untuk menjaga Tasya. Tasya kala itu begitu terpukul. Sangat. Gerlad juga teringat kalimat terakhir James untuk menjaga Tasya, mengganti posisinya.

Awalnya, ini sangat aneh, jujur. Namun, karena terbiasa, dan entah alam bawa sadarnya yang terus menerus mengingatkan Gerald untuk mengikuti kata terakhir sahabat, ia pun melakukannya. Memulai pendekatan dengan Tasya hingga berakhir dengan menjadi kekasih wanita itu. Ia pikir, karena sering terbiasa, ia jatuh cinta kepada Tasya. Ya, seharusnya, namun, apa ini? Semua menjadi lebih jelas, ia memang suka dengan Tasya, tetapi hanya sebatas itu.

“Aku harap kamu nggak melakukan hal yang sama kepada Tashima. Kasian.” 

Satu lagi pukulan telak yang membuat Gerald kebingungan.

I'm done to talking about the fucking love. From the start, we're know, kita sama-sama enggak punya rasa itu. Kamu terobsesi merawat aku sebagai bentuk tanggung jawab kamu. Sementara aku? Aku pengecut yang selalu bersembunyi dibalik kenyamanan yang kamu kasih, Ger.” Tasya menarik napas berat. “One thing you have to know, not everything you think is right, you have to do. Enggak semua hal perlu kamu lakuin, Ger. Enggak. Enggak semua yang kamu pikir bener, adalah hal bener yang harus kamu lakuin. Kamu bukan Dewa!”

Sementara di tengah-tengah keributan itu, ada Tashima yang kebingungan dengan percakapan mereka. Di dalam gendongannya ada Raka yang memeluknya erat.

Ada apa ini?

To be Continued

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro