Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

Bab 21 || Bertemu Mantan Istri

[an: ada yang kaget dengan judulnya? Iya, aku ganti dari Suddenly Married ke Tiba-tiba Menikah. Sama aja kan? Cuma bahasa Inggris ke Indonesia ]

[p.s: vote, komen, dan share cerita ini ke teman-teman kalian, ya 🌹 - rose sarai ]

Bab 21
Bertemu Mantan Istri

“Terus, kenapa kamu nangis?” tanya Gerald hati-hati, keringat dingin mulai bermunculan di keningnya. Ya Tuhan, semoga saja Tashima tidak mendengarnya.

“Motong bawang, Mas. Terus dengar ribut-ribut, aku buru-buru keluar eh, enggak senjaga tangan aku megang mata, nangis, deh, perih,” jelas gadis itu setelah merasa matanya membaik.

Aroma bawang memang menyeruk dari tubuh Tashima. Ah, pantas saja. Syukurlah, Gerald bisa bernapas lega untuk saat ini. Ia kemudian menggendong Raka kembali ke dekapannya. Kasian, ia telah mengabaikan sang anak sejak tadi. Ia pun mengelus kepala Raka sebentar, lalu fokus pada Tashima.

“Kamu dengar suara kami tadi?” tanya Gerald, melirik Alex yang terdiam di posisi sekilas.

“Hmm, enggak jelas, sih, Mas. Makanya aku mau keluar, etapi malah kalian tegang gini. Kenapa?” balik Tashima kini yang bertanya dengan kening mengerut.

Gerald melirik Alex, menyuruh adiknya itu untuk tidak banyak bertingkah sekarang. Tidak baik, jangan sampai apa yang ia lakukan membuat kesalahan fatal bagi mereka semua, yang berujung pada penyesalan. Walaupun, Gerald yakin, sepintar-pintarnya ia menyembunyikan semua ini, pasti ada masanya akan ketahuan juga. Menunggu saja kapan itu akan terjadi, Gerald harus menyiapkan mental.

“Enggak papa. Tadi cuma bahas soal masalah kuliah dia,” jawab Gerald, berdusta. Semoga ucapannya cukup meyakinkan Tashima.

🌹🌹🌹

“Mau makan di luar aja, Shima?” tawar Gerald yang baru saja keluar dari kamar mandi.

Tashima yang tengah bermain dengan Raka mengangguk semangat. Kebetulan hari ini ia belum memasak, dan rasanya malas sekali untuk bekerja. Apa karena ia sedang menstruasi, ya? Hingga moodnya jadi tidak menentu.

“Kamu siap-siap, gih. Nanti mas ganti bajunya Raka,” suruh Gerald yang kini berjalan ke arah mereka.

Tanpa disuruh dua kali, Tashima bangkit dari tempat duduk dan segera mencari pakaian di lemari. Matanya mengedar ke seluruh bagian benda itu, namun tidak ada satu pun yang menurutnya cocok ia gunakan. Baju apa yang akan ia pakai? Mereka akan makan di mana? Tashima kebingungan menentukan pakaiannya sendiri.

“Cuma makan di depan aja, Shima.” Gerald sepertinya paham dengan isi kepala Tashima. Ia tersenyum lebar. “Kamu cocok pakai apa aja.” Lanjutnya yang menyumbang hamparan merah di kedua pipi Tashima.

Gadis itu pun memilih baju yang biasa saja, namun tetap casual, celana jeans, baju lengan panjang yang pas ditubuhnya, tidak lupa menyisir rambut panjangnya. Setelah semua beres, barulah ia pergi ke luar, menyusul Gerald dan Raka yang memakai sepatu.

Mereka keluar dari Apartemen, hanya berjalan kaki, sesekali mereka berpapasan dengan tetangga apartemen yang sekadar menyapa dengan senyum tipis. Orang Jerman yang terkesan kaku dan kasar membuat banyak mereka terlihat tidak humoris. Mereka sebenarnya humoris hanya saja candaan mereka berbeda. Bahkan seringkali candaan mereka tidak dapat diterima karena bentuk bahasa yang berbeda dan sering disalah artikan. Yah, bahasa, sejarah, budaya Indonesia dan mereka sangat berbeda.

Akhirnya Tashima, Gerald dan Raka tiba di restoran China yang terletak tidak terlalu jauh dari sana, hanya berjalan 15 menit. Segera setelah mereka masuk ke dalam, dan duduk di bangku, seorang pelayan datang dan menanyakan menu makanan apa yang mereka pesan. Tashima memesan Bebek Peking, sedangkan Gerald memesan La Ji Zi, sementara Raka memilih Hainan Jifan.

[Punya Tashima]

[Punya Gerald]

[Punya Raka]

Di saat menunggu pesanan makanan mereka datang. Tashima berpamitan pergi ke Toilet. Tiba-tiba saja ia ingin buang air kecil. Apa ini efek gugup Dinner bersama keluarga kecil barunya ini? Mungkin saja.

Setelah menyelesaikan panggilan alam, ia melihat diri di depan cermin, merapikan rambut yang tidak berantakan, pakaian yang sedikit terkoyak karena menggendong Raka, juga lipstik merah yang sedikit memudar. Tashima sengaja memakai lipstik merah agar ia terlihat lebih dewasa. Ia tidak suka orang-orang melihatnya seperti makhluk astral, seperti, “Wah anak kecil itu pasti hamil di usia muda, makanya dia menikah, punya satu anak dan suami yang lebih tua darinya.”

Benar. Menikah dan memiliki anak di usia muda adalah salah satu masalah yang dihadapi anak remaja yang belum siap berkeluarga, bagaimana pun melahirkan saja bisa memberikan dampak psikis kepada sang ibu yang belum siap secara mental dan usia, entah trauma atau masalah lainnya yang bisa berakibat pada kematian. Namun, kasus Tashima berbeda, ia bahkan hanya disentuh Gerald sekali, walaupun hampir kebablasan. Untungnya Gerald berhenti. Itulah, mengapa keesokan harinya ia menawarkan kami untuk konsultasi ke dokter obgyn.

Menggeleng kepala, Tashima harus kembali ke meja makan, Gerald dan Raka pasti sudah menunggu. Berjalan sambil menundukkan kepalanya, Tashima tidak sadar bahwa ada seseorang yang duduk di samping kursinya. Hingga lima langkah dari sana, wajahnya terangkat. Satu detik, secepat itu, Tashima menghentakkan kakinya, dengan raut terkejut.

Waktu seakan berhenti, Tashima terguncang. Degup jantung yang berdebar menjadi bertanda bahwa ia sedang tidak baik-baik saja. Perasaannya jadi tidak nyaman. Bahkan untuk melangkah mendekat mereka saja sangat berat. Ya Tuhan. Kenapa ada wanita itu di sini? Tashima membuang wajah, menghela napas gusar, ia berusaha memasang senyum di wajah walaupun hasilnya kaku.

Setibanya di sana, ia menyapa canggung. “Hai kak Tasya.”

Iya. Wanita itu Tasya, mantan istri Gerald yang sejak tadi tersenyum lembut kepada mantan suaminya dan ke arah anaknya, Raka. Sial, Tashima tidak baik-baik saja, hatinya diremas kuat, dadanya penuh dan sesak. Ia cemburu. Ia takut, dan mulai memikirkan spekulasi mengenai mereka. Bagaimana jika ..., Tashima benci ini.

“Hei? Tashima, kan?” seru Tasya, melebarkan senyumnya. “Teman Alex yang dulu selalu diam-diam memperhatikan kamu, Ger.” Lanjutnya sambil tertawa pelan.

What? Tashima melebarkan mata. Jadi ... Selama ini, ia ketahuan memperhatikan mereka? Terlebih Gerald. Mencoba untuk tetap tenang, Tashima menjawab perkataan wanita itu dengan senyum kaku. Gila, ini sama sekali tidak lucu.

“Ya sudah, saya pergi, dulu. Jangan lupa hubungi bunda, ya?” Tasya tiba-tiba berdiri dari bangkunya, mencubit pelan pipi Raka yang masih kebingungan dengan kehadiran wanita itu. “Kamu juga, bye!” imbuhnya yang menatap Gerald.

Sementara Gerald hanya diam seribu bahasa. Dari tatapannya, Tashima bisa menebak, Gerald masih memiliki sesuatu dengan mantan istrinya. Tatapan kosong, terlihat rindu, dan juga marah. Bahkan genggaman senduk di tangannya bengkok, menandakan bahwa sejak tadi pria itu meremas kuat benda itu, menahan segala gejolak di dada.

Jadi, apa maksudnya? Apa mereka akan berhubungan kembali? Apa Tasya berniat kembali dengan Gerald? Apa Gerald masih mencintai mantan istrinya itu?

Seketika mood makan Tashima menghilang begitu saja. Jika memang masih ada rasa dengan Tasya, mengapa Gerald mengajak dirinya menikah? Jika belum yakin dengan pernikahan ini, kenapa mereka harus menikah?

Tashima bodoh, sejak awal seharusnya ia mengetahui, cinta Gerald sangat besar kepada Tasya. Lalu, bagaimana dengan dirinya?

Suasana malam itu berjalan canggung, dan kedua-duanya diam dengan pemikiran masing-masing. Hanya Raka yang kadang menyeletuk tidak jelas, menanyakan beberapa hal yang ia lihat kepada Tashima dan Gerald.

Makan malam yang awalnya Tashima anggap sebagai sesuatu yang romantis, malah berakhir tragis. Lucu sekali, namun aneh, hatinya malah meraung-raung sakit. Sialan.

To be Continued

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro