Bab 10 || Kedatangan Alex
Bab 10
Kedatangan Alex
Keluar dari elevator, hari ini Gerald pulang agak kemalaman. Tadi sewaktu jam kuliah usai, tiba-tiba saja ia diseret ke rumah salah satu temannya yang tengah menyelenggarakan gathering PPI cabang Belanda di sana untuk mahasiswa baru, entah S1 atau S2.
Acaranya berlangsung ramai dan meriah, lagu koplo diputar, banyak orang berjoget ria setelah acara gathering usai. Sejujurnya Gerald hendak pulang lebih cepat, namun teman-temannya tidak memperbolehkannya. Alhasil jam telah menunjukkan pukul 8 malam barulah ia sampai di depan rumah.
Masalahnya adalah, Gerald belum menghubungi Tashima sejak tadi karena ponselnya kehabisan baterai, mau mengisi ulang, namun ia belum begitu mengenal anak-anak di sana selain teman-teman yang tidak berbeda jauhnya.
Keningnya mengernyit heran, ada yang aneh. Samar-samar suara gelak tawa yang perlahan semakin jelas setiap kali ia melangkah mendekati kamar apartemennya hingga ia membuka pintu dan menemukan sosok laki-laki yang tertidur di atas sofa sambil bermain dengan Raka.
“Alex?”
“Eh, mas udah pulang?” Tashima yang pertama kali sadar dengan kehadiran Gerald berseru sambil keluar wilayah dapur.
Mendengar itu, Alex dan Raka menoleh ke arah pintu apartemen. Buru-buru Raka turun dari badan pamannya dan berlari menuju sang ayah sambil merentangkan kedua tangannya meminta sambutan hangat yang sama dari Gerald.
“Kapan kamu datang? Kok, nggak ada kabar sebelumnya?” lontar Gerald setelah memeluk Raka dan berjalan mendekati Alex yang bersandar di sofa sambil memakan kue kering yang disediakan Tashima sebelumnya.
“Mau nyusul Tashima.” Dengan enteng Alex bersuara, ia kemudian tertawa ketika mendapati kerutan halus pada kening sang kakak. “Ya, mau kuliah, lah. Emang mau ngapain?” lanjutnya.
Menghela napas panjang, Gerald yang kelelahan agaknya tertekan dengan sikap Alex yang sedikit kurang ajar. Menahan kekesalan, ia kembali berseru. “Terus mau tinggal di mana?”
“Di sebelah. Tadi pas gue tanya, katanya di sebelah kebetulan kosong, ya gue ambil aja.”
“Ya sudah.” Gerald mengalihkan pandanhannya, mencari-cari keberadaan Tashima yang tidak bersuara sejak tadi. Hingga akhirnya manik pria itu bertemu dengan istrinya.
“Kalian udah makan belum?” tanya Gerald, memulai percakapan baru.
“Udah, Mas. Baru aja selesai makan. Aku masak ayam bakar sama sambal aja, sih. Sayurnya tumis brokoli campur jamur,” jawab Tashima. “Mas makan aja, dulu, pasti sibuk banget, ya? Pulangnya sampai malam gini.”
Gerald yang mengetahui kesalahannya sendiri menarik napas. “Maaf, tadi Mas ada acara PPI sama anak-anak di sini. Baterei hape habis.”
Tashima mengangguk paham. Ia kemudian membuka lemari makanan dan mengeluarkan ayam bakar dan sayur dari sana, kemudian meletakkannya di atas meja. ”Iya, nggak papa, kok.”
“So sweet, manis sekali.” Alex menatap bergantian sepasang suami istri di hadapannya dengan wajah datar. Ia mengubah posisi duduknya lagi menjadi tegak, lalu berdiri dari sana. Berjalan mendekati Gerald, Alex mengulurkan tangannya kepada Raka. “Sini, barengan sama om aja, mereka bikin mual.”
“Alex.”
“Alex.”
Gerald dan Tashima sama-sama bersuara, bedanya, Gerald sedikit marah karena adiknya itu kurang sopan dan berkata seperti itu di depan Raka, sementara Tashima berseru malu dengan sumburan merah di kedua pipinya.
“Maaf, Mas.” Alex menyengir, tanpa dosa seraya merebut Raka dari Gerald. “Main yuk, di kamar.”
Setelah itu hanya ada Gerald dan Tashima saja di ruangan itu. Suasana ruangan berubah canggung dan sedikit mengerahkan bagi keduanya. Tashima berdehem sebelum angkat suara. “Ayok, mas, makan dulu.”
“Ah, iya, makasih, Shima.”
Sejujurnya, Gerald sangat lapar, bukan karena di gathering tadi ia tidak makan, hanya saja ia tidak begitu berselera di sana, ia hanya meminum 1 botol tes manis kemasan yang terkenal, dan ia teringat sesuatu, segera pria itu merogoh tas gendongnya dan mengeluarkan sebuah benda berbentuk kotak dari sana.
“Ini, teh buat kamu, mas dapat tadi di acara PPI.” Gerald memberikan teh itu kepada Tashima yang tersenyum simpul.
“Makasih, Mas.”
••••
Tashima dengan ragu-ragu untuk membuka pintu kamar. Ia baru saja keluar dari kamar Raka, yang mana akan ditempati sang anak dan pamannya, Alex—itu permintaan Raka yang menempel terus dengan Alex. Mau tidak mau, Tashima dan Gerald kini berduaan saja nanti di kamar.
Sejujurnya, selama ini, ia berusaha untuk biasa saja dengan intensitas pertemuannya dengan Gerald, apalagi tidur di kamar yang sama, hanya saja selama itu pula, ia selalu gagal. Tashima kesal sekali, ingin mengomeli diri sendiri, namun takut dikira kurang waras.
Menarik napas dalam-dalam, genggaman tangannya yang berkeringat pada gagang pintu mengencang, Tashima tidak mungkin tidur di luar kan? Ia harus masuk ke kamar dan menghadapi apa yang terjadi setelahnya. Semoga semua baik-baik saja.
Pintu terbuka dan menampilkan kamar yang kosong, sepertinya Gerald berada di kamar mandi. Dengan hati-hati, tanpa sebab yang jelas, ia menutup pintu dengan pelan hingga tidak bersuara, bahkan saat berjalan ke arah ranjang pun gadis itu mengendap-endap seperti maling. Segera ia naik ke atas ranjang dan membaringkan tubuh, sambil menunggu pintu terbuka, ia berpura-pura sibuk memainkan ponsel dengan serius, padahal kenyataannya adalah mata gadis itu yang sibuk melirik kamar mandi dibandingkan ponsel.
Tidak lama waktu berselang, pintu terbuka dan kini Tashima memang sedang melihat ponselnya dengan serius, maka spontan saja ia mengangkat kepala.
Ponsel di tangan Tashima terlepas begitu saja bersamaan dengan pekikan keras, ia mengubah posisi tidurnya menjadi membelakangi Gerald yang cepat-cepat memasang handuk di pinggangnya.
Bagaimana bisa, Gerald keluar dari kamar mandi tanpa menutupi seluruh tubuhnya? Tashima tidak habis pikir, sama sekali tidak terpikirkan akan terjadi hal canggung, menggelitik hati, dan memalukan bagi keduanya walaupun status mereka adalah suami istri.
Tashima masih kukuh dengan posisinya, sementara di luar, pintu kamar diketuk oleh Alex yang bertanya tentang keadaan mereka. Semua ini akibat suara menggelegar Tashima yang mirip dengan toa sekolah waktu upacara. Sialan. Untungnya Gerald menjawab bahwa mereka baik-baik saja dan menyuruh Alex untuk kembali saja ke kamar.
Pergerakan perlahan yang berasa dari sisi samping ranjang menandakan bahwa itu adalah Gerald yang entah mau berbuat apa kepada Tahsima.
Mata Tashima yang masih terpejam mulai terbuka dengan was-was. “Aaaah!” Gadis itu secara refleks menjauhkan tubuh dengan cara mendorong tubuhnya ke samping ranjang hingga tanpa sadar ia hampir terjatuh.
Spontan Gerald menarik tangan Tashima hingga kembali duduk di tengah-tengah ranjang. Posisinya mereka sangat dekat, Tashima bisa merasakan kulit Gerald yang telanjang tanpa busana. Untungnya pria itu telah memakai celana pendek.
Terpaan napas Gerald dan Tashima saling beradu, saling menyentuh kulit mereka masing-masing dan memberikan sensasi aneh yang menggetarkan hati dan pikiran. Keduanya saling bertatapan cukup lama, hingga Tashima memejamkan mata dan Gerald yang mendekatkan wajahnya. Untuk kesekian kali, bibir mereka saling beradu.
Akhirnya, setelah 3 bulan, Tashima kembali merasakan bibir pria itu. Sesuatu yang memabukkan dan membuat candu. Tidak jauh berbeda, Gerald pun selama ini mati-matian menahan keinginan untuk menyentuh Tashima, ia tidak mau membuat gadis itu takut dengan perkataannya, ia ingin semua berjalan biasa saja dan tidak ingin sesuatu masalah terjadi di kehidupan rumah tangga mereka.
Gerald menjauhkan wajahnya, membuat jarak yang hanya sejengkal dari Tashima. “Kenapa teriak, hmm?” bisiknya serak.
“Ma ... maaf, Mas. Tadi aku kaget.” Tashima berusaha mati-matian untuk menjawab ditengah-tengah debaran jantung yang tak terkendalikan.
Tashima masih begitu polos dan naif, Gerald gemas sekali rasanya. Ingin pria itu detik ini pula untuk melepaskan pakaian Tashima dan mereka bermain sampai puas. Namun, ia harus menahannya. Gerald masih ingat dengan janjinya malam itu, ia tidak akan menyentuh Tashima hingga gadis itu siap.
Gerald meletakkan wajahnya di ceruk leher Tashima, beberapa saat di sana, tangannya pun melingkar erat di pinggang Tashima yang entah bagaimana bisa saat bercumbu tadi berubah di atasnya. Menghela napas gusar, ia berbisik lagi. “Mas nggak akan nyetuh kamu kalau kamu belum siap, Shima.”
Tashima menelan salivanya, ia sendiri bingung. Apakah ia telah siap untuk melakukan itu, atau belum? Ia hanya ... takut. Takut tanpa alasan yang jelas.
“Iya, mas.” Hanya itu yang bisa Tashima sampaikan.
“Tapi, kalau gini, boleh?” tanya Gerald hati-hati.
“Kayak gimana?” tanya Tashima kembali, terlewat polos, naif, dan bodoh.
Gerald menggeleng samar, lalu bergerak dari ceruk leher Tashima dan mencium bibirnya, kemudian mengubah posisi duduk mereka menjadi berbaring di atas ranjang dengan Gerald yang berada di atas tubuh Tashima. “Kayak gini.”
To be Continued
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro