Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

part 3 - your voice echo in the chambers of my heart

Of all flowers flowers: you.

- Kim Addonizio, from 'You Were', Wild Nights: New and Selected Poems

*

Bahkan orang bodoh dalam social cues tahu tatapan yang ditunjukkan Vil pada salah satu murid tingkat pertama di sekolah.

Bagaimana tangan pemuda itu bergerak begitu tenang dan santai, membenamkan beberapa utas surai yang menutupi pandanganmu. Cara bicaranya juga melembut, tidak tegas atau arogan, hanya penuh kasih sayang dan adorasi yang bisa membuat orang biasa jatuh mabuk dalam pesonanya. Namun, sikap percaya diri yang terus bersinar di antara kerumunan tidak pernah padam, dan kamu yang hanya bisa terdiam disuguhi cahaya itu tertawa pelan sambil bertepuk tangan, sukses jatuh ke dalam ikatan pesona Vil Schoenheit.

Ketiga pertanda itu sudah cukup.

Seharusnya sudah cukup.

Vil tidak pernah meragukan bibirmu yang selalu tersenyum setiap berbicara dengannya, matamu yang tidak berhenti berbinar seperti jutaan bintang, atau rona merah yang selalu mekar seperti bunga mawar setiap dihadiahi gestur romantisnya. Vil sangat yakin perasaannya juga terbalaskan dilihat dari gerak-gerikmu. 

Jadi, apa yang salah dari perhitungannya?

Tanpa balasan, tanpa teka-teki, kamu pergi dengan langkah yang sunyi. Senyuman perpisahan pun tidak ada, seolah kamu sudah muak dengan tempat tersebut dan ingin cepat-cepat pulang. Seolah segala hubungan yang kamu susah payah bangun untuk bertahan diri hanyalah menara yang bisa kamu hancurkan tanpa meninggalkan paku bumi. Seolah segala tawa dan ucapan manis yang kamu ucapkan pada Vil hanyalah semata formalitas.

Bukan seperti ini.

Nama pria yang meninggal karena kesepian terpintas dalam benaknya. Seorang pria tua meninggal perjaka karena tidak bisa menemukan ideal istri di kalangan wanita. Tidak ada satu pun wanita di sekitarnya bisa menjadi istri yang selalu dia idam-idamkan. 

Vil ingin tertawa jika ada seseorang yang berani menyamakan dirinya dengan pria menyedihkan yang sudah tertanam di tanah. Segala rumor yang ditunjukkan di majalah dan artikel online bagaikan lelucon basi yang tidak bisa mengeluarkan tawa lagi. Mereka semua membicarakan dirinya yang terlihat gonta-ganti wanita untuk menghabiskan waktu bersama, mengabaikan projek drama atau iklan yang ditayangkan di waktu bersamaan.

Lagipula, dia bukan pria malang itu yang lebih baik mati sendirian karena tidak bisa menemukan pasangan hidup yang harum hingga akhir hayat. Vil terlalu sibuk dengan kehidupan artisnya, tidak ada waktu untuk bermain-main dengan wanita. Dia juga sibuk dengan mengusir sosok dari pikirannya, jadi dia mencari kesibukan di antara kesibukan untuk menimpa bayanganmu yang tidak sudi meninggalkan ruang hatinya.

Oh.

Mungkin dia tidak jauh berbeda dengan pria payah itu.

"Selamat sudah menyadarinya!"

Seruan riang dan tepuk tangan meriah, padahal hanya dari satu orang saja, mengisi ruang kerjanya.

Vil menoleh ke sumber suara, menemukan keberadaan seseorang yang tidak pernah meninggalkan pikirannya. Sosok yang dia rindukan hingga kantuk menarik jiwanya, sekaligus sosok yang ingin dia benci setengah mati.

Kamu tersenyum, sangat tahu apa maksud dari kerutan kening Vil dan rahang yang ingin jatuh ke lantai. "Ta-da! Kaget, ya? Kaget, dong! Tidak mungkin nggak kaget."

"Ini hanya mimpi, kan?" tanya Vil. Sebagian dari dirinya berharap untuk bangun, tetapi sebagian lainnya berharap bahwa kamu benar-benar di sana, menertawakan betapa menyedihkan keberadaannya yang tidak bisa lepas dari ingatan masa remaja. "Kau sudah kembali ke asalmu, tanpa pamit sama sekali."

"Bukankah kucing seperti itu?"

Jika kucing sudah menginjak usia layunya, mereka akan pergi ke tempat sepi, jauh dari rumah majikannya untuk mati, tanpa meninggalkan satu kecupan terakhir atau dengkuran khas yang mengisi ruang kamar. Kamu pergi seperti kucing, meski semua orang yang telah menjadi temanmu berada di sana untuk mengucapkan selama tinggal. Tidak ada lambaian atau tangisan. Kamu pergi tanpa menoleh ke belakang sedikit pun.

Vil tidak peduli dengan fakta itu, tetapi karena dia terlalu menggenggam ingatan yang dia habiskan bersamamu pengetahuan tentang kucing pun dia ingat hingga beberapa tahun. Cinta memang aneh.

Vil menghampiri keberadaanmu yang duduk di sofa ruang kerja dengan kaki tersilang. Tangan panjangnya terulur ke punggung sofa, memerangkap kamu di antara sofa dan tubuh Vil, berharap kamu juga tidak menghilang tiba-tiba seperti di ingatan lama. "Apa kau datang kemari hanya untuk menertawakan keberadaanku? Sepertinya kau sangat bangga setelah menyakiti perasaan orang lain."

Bahkan di dalam mimpi pun, kamu tetap bersinar di dalam ruangan minim cahaya. Beberapa surai jatuh di depan mata, dan tangan Vil gatal untuk menariknya ke belakang agar bisa melihat wajah tenangmu lebih jelas. Kamu terlihat begitu nyata. Rembulan dari jendela bersinar di atas kulitmu, memantulkan setiap cahaya seperti permata. Kecantikanmu tidak berubah, masih sama seperti enam tahun yang lalu, dimana kamu meninggalkannya satu pesan yang tidak bisa Vil relakan begitu saja.

"Tindakan itu menyakitiku juga tahu," balasmu dengan nada merengut, tetapi senyuman masih di sana. Kelembutan dan madu hutan tidak menghilang. "Aku juga tidak ingin melepaskanmu."

Omong kosong. Hatinya ingin menjauh dari kehadiranmu yang terlihat seperti bunga beracun. Jika Vil menghirup terlalu banyak, dia tidak bisa bangun dari mimpi tersebut.

Genggamannya di punggung sofa semakin erat, meninggalkan jejak kuku yang dalam.

"Apa maksudmu dengan 'Lepaskanlah'? Kau bicara mudah sekali untuk seseorang yang tidak merasakan ini semua." Vil menarik dagumu, pandangan kalian beradu dengan semestinya. "Aku tidak peduli kalau kau tercipta dari rasa rindu atau gelisah. Jika hanya ini satu-satunya cara agar aku bisa berbicara denganmu lagi, maka biarkan begitu. Keluarkan segala alasanmu itu."

Bila mimpi bisa meniru realita, seharusnya kamu tergagap dan cepat-cepat mendorong Vil karena malu, tidak tahan dengan jarak yang bisa memerangkapmu selamanya di pelukan Vil. Namun, kamu di dalam mimpi tenggelam lebih jauh dalam kedekatan kalian, menyandaran kepalamu di dada Vil, ingin merasakan kehangatan yang mustahil untuk diraih. Seolah kamu juga merindukannya. Seolah kamu juga merasa kehilangan.

"Vil-senpai," panggilmu dengan pelan.

"Jangan coba-coba merajuk seperti itu."

"Aku tidak merajuk," tawamu.

Vil merangkul pundakmu lalu meletakkan kepalanya di atas kepalamu. Tidak ada kehangatan disana, atau pun dingin membunuh. Dalam mimpi yang seharusnya mengobati rasa rindu, Vil tidak bisa merasakan apa pun.

Kamu memejamkan mata. "Aku baik-baik saja disini," ucapmu, sebuah kabar yang Vil selalu ingin dengar jika dia bisa menemukan cara untuk berkomunikasi denganmu. "...Jadi aku harap kamu juga baik-baik saja di sana."

Ruang kerjanya kembali terasa kosong.

-

Jejak air mata telah mengering di pipinya, ditambah mata sembab yang tidak pantas dipotret dalam lensa kamera. Vil menghela nafas sebelum meraih beberapa krim yang biasanya dia gunakan untuk memulai hari.

Dadanya tidak ada lagi terasa sesak setiap mengingatmu. Kepalanya tidak lagi terasa berat setiap ingatan masa mudanya terlintas cepat. Vil terasa lebih tenang. Tidak ada lagi tali merah yang mengekang tangan dan lehernya. Apakah ini kebebasan?

Aku harap kamu juga baik-baik saja di sana.

Iya, bisa-bisanya dia sibuk jatuh dalam kesedihan padahal masih banyak yang harus dikerjakan. Dirinya di masa lalu akan merasa kecewa melihat Vil yang uring-uringan hanya karena cinta pertama. Sungguh tidak profesional.

Sudah lama dia tidak berkunjung ke kafe favoritnya, mungkin dia bisa memesan secangkir kopi sebagai teman sarapannya. Beberapa pesan telah menumpuk di ponselnya, mayoritas berasal dari manager dan Jack yang bertanya apakah kepalanya baik-baik saja setelah minum beberapa gelas vodka. Anehnya, dia tidak merasa pusing atau mual. Vil terasa begitu segar.

"Hari ini ada sesi pemotretan, ya? Setelah itu, akan ada pengukuran baju untuk jadwal model selanjutnya." Vil menggeser layar ponselnya, menggantikan susunan jadwal yang selalu menumpuk dengan kalender. "Oh, aku hampir lupa malam ini ada makan malam bersama Ayah."

Vil akan memulai semuanya dari awal. Tanpa perasaan cinta yang terlalu membebani. Tanpa penyesalan yang tiada arti.

***

A/N

chapter menjelang akhir

Singkat, ya? Kayak semangatku kerjain tugas sekolah

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro